Film Laskar Pelangi memang telah mendongkrak popularitas banyak destinasi wisata di pulau Belitong. Terlebih lagi pantai-pantai yang dijadikan lokasi syuting film tersebut. Seperti Tanjung Tinggi misalnya. Setiap hari pasti ramai dikunjungi orang. Di hari terakhirku berjalan-jalan di Belitong, aku menyempatkan berkunjung ke sana dan tak lupa singgah di Gantong untuk melihat bekas Sekolah Muhammadiyah yang dipakai untuk syuting film, mengunjungi Museum Kata Andrea Hirata, dan menikmati kopi hitam di Manggar.
Perjalanan panjang mengendarai motor kami tempuh selama lebih kurang tiga jam dari Tanjunpandan. Desa-desa yang kami lewati sudah tak asing lagi karena beberapa sudah pernah kami lalui sebelumnya. Namun mendekati Gantong, tampak bekas-bekas penambangan TI (timah) yang sudah mulai ditumbuhi pepohonan kayu putih dan semak. Selama di Belitong, aku tak pernah melihat penambangan timah aktif seperti yang sering kutemui di Pulau Bangka. Hanya sisa-sisanya saja yang sekarang sudah berubah menjadi hutan dengan pohon kayu putih yang tumbuh jarang-jarang.
SD Muhammadiyah
Yeaaay….akhirnya sampai juga di sekolah Laskar Pelangi!
Gedung sekolah yang terbuat dari papan tanpa cat ini berada di atas sebuah bukit pasir kecil yang agak datar. Ada pintu gerbang di depan sekolah dan bendera merah putih berkibar di tiang yang diikatkan pada satu sisi kiri gerbang. Pepohonan akasia tumbuh rimbun di sisi kanan sekolah.
Persis seperti dalam filmnya, dua pokok kayu menopang sisi kanan dinding sekolah supaya tidak ambruk. Atapnya terbuat dari seng yang sudah karatan. Kedua buah ruangan kelas berisi beberapa buah kursi. Tapi keadaan di dalamnya benar-benar berantakan seperti tak terurus. Banyak coretan dan interior yang centang-perenang. Aku berjalan ke luar, berkeliling sekali lalu berjalan ke pinggir rawa-rawa, mencari bayangan pohon untuk berteduh. Menghindar sebentar dari cuaca Gantong yang panas. Aku memandangi bangunan sekolah dari jauh dan membuatku kembali terkenang masa-masa mengaji (belajar agama) di kampung dulu. Bentuk bangunannya tidak jauh beda, hanya saja tempatku mengaji masih lebih kokoh dan tidak terpencil seperti ini.
Dua puluh meter dari bangunan sekolah, ada beberapa kios yang menjual makanan dan minuman ringan, toilet dan mushalla. Juga ada sebuah gedung kecil yang akan difungsikan sebagai ruang pameran. Halaman depan sekolah yang amat luas itu juga dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan seni. Sayangnya sekali, beberapa hari sebelum kami tiba, ada pertunjukan seni di sini. Sebuah panggung baru saja dibongkar.
Meski sudah melihat bangunan sekolah di dalam film Laskar Pelangi, tapi melihatnya secara langsung memberikan rasa berbeda yang sulit diungkapkan kata-kata. Bangunan itu, entah kenapa, seperti memiliki nyawa. Ia hidup. Sumur artificial di samping sekolah seperti lubang mesin waktu yang membawaku kembali ke kenangan masa sekolah dasar dulu. Masa-masa kecil yang sebenarnya juga tak bisa dikatakan bahagia pada waktu itu. Justru kebahagiaan itu timbul ketika masa-masa itu telah menjadi kenangan.
Museum Kata Andrea Hirata
Setelah sukses mengenalkan Belitong ke seluruh dunia, Andrea Hirata, penulis tetralogi Laskar Pelangi juga membangun sebuah museum pada tahun 2010 yang berlokasi di Jalan Laskar Pelangi nomor 10, Gantong. Tak begitu jauh dari sekolah Muhammadiyah. Museum Kata Andrea Hirata, begitulah yang ditulis pada papan nama berwarna oranye di depan pagar. Museum berisi kutipan-kutipan dari beberapa penulis sastra ternama, poster-poster film Laskar Pelangi dan sampul buku-buku LP yang sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa asing. Sesuai dengan nama museum, tempat ini lebih banyak memamerkan karya-karya Andrea Hirata.
Jika sudah puas berkeliling di dalam museum, sempatkan sebentar menikmati kopi o di Warkop Kopi Kuli yang terletak di tengah-tengah museum. Interior ruangan di dapur ini bisa dibilang hampir semuanya barang antik. Banyak perabotan lama. Poster-poster lama. Bahkan tungku pemanas kopi masih menggunakan kayu bakar. Di sudut ruangan, ada sebuah kantor pos mini. Sayangnya saat itu stok prangko dan kartu pos sudah habis.
Bagi penikmati kopi, mungkin akan betah berlama-lama di Manggar. Usahakan tiba di Manggar sebelum jam empat sore karena setelah itu, pengusaha warkop mulai menutup warung-warungnya. Kami pun gagal menikmati kopi Manggar karena kelamaan di Gantong sehingga tiba di Manggar sudah maghrib. Setelah istirahat sejenak di sebuah warung kopi yang ternyata kopinya tidak begitu enak, kami kembali pulang ke Tanjungpandan. Meski badan bau dan kecapean, tapi perjalanan ini sangat menyenangkan. Masih penasaran sih sama kopi Manggar. Harus balik lagi deh suatu hari nanti. Yuk ke Belitong? :)

warung kopinya unik banget
si Farah Nadiah sudah pernah ke sini.. hehehe
Iya, udah pernah baca tulisannya juga waktu ke Belitung. :D
Quote di museum katanya keren “wish you were here”
Kamu pasti suka tuh museumnya. Sangat selfieable. :p
Citra masih di Belitung atau Bangka? Asikkk ada temen di sana hehehe
Masih di Bangka, Bang. :D
sekolahnya dibangun untuk kepentingan syuting saja atau memang pernah ada yang memakai?
Untuk kepentingan film aja, Mbak. Sekarang jadi objek wisata deh. :)
Syukur deh kamu ditempatkan di Babel, hawa teuh kunjungi langsung sekolah LP. :D
Pajan le tim Safariku wet-wet ke sikula LP? :D
udah masuk wish list sih tempat ini.
semoga taun depan bisa meluncur ke Belituuuung
:D
It’s a must. Belum lengkap kalau cuma sudah ke Bangka tapi Belitung belum. :p
Haha, insyaallah nanti kalau ada kesempatan. :D