Setelah bertanya ke beberapa kawan yang mewakili beberapa provinsi di Pulau Sumatra, aku mengambil kesimpulan bahwa ternyata rata-rata orang Sumatra susah atau bahkan tidak tahu arah mata angin. Kami hanya tahu nama-namanya saja seperti yang pernah diajarkan waktu sekolah dasar dulu: Barat, Selatan, Utara, Timur, Barat Daya, Tenggara, Timur Laut, dan lain sebagainya. Tapi hanya sebatas mengenal nama-namanya saja tanpa tahu di mana posisinya.
Undangan ke Tanah Suci itu kadang memang tak dapat kita perkirakan kapan dan lewat mana datangnya. Tak pernah sekali pun terlintas di pikiranku apalagi sampai berniat untuk melaksanakan ibadah umrah. Dulu sewaktu masih bekerja di biro travel, melihat nominal harga-harga paket umrah saja aku bengong. Duit dari mana? Nabung duit mudik saja harus menangis darah belum tentu dapat. Hahaha…
Hampir semua buku yang saya miliki habis dibaca di kamar tidur, tepatnya di atas kasur. Hanya di situlah saya bisa menikmati hampir semua cerita dalam buku yang saya baca. Meski membaca sambil tiduran itu tidak baik, tapi tak ada yang lebih menyenangkan membaca sampai mata terkantuk-kantuk lalu terlelap dengan buku tergeletak di dada.
Dulu ketika saya masih kuliah, saya bisa tidak keluar dari kamar seharian sampai buku yang saya baca tamat. Yang paling parah adalah ketika membaca
Mengenang adalah hal paling menyenangkan saat jenuh datang. Apalagi untuk seorang perantau yang saban hari dikepung inventaris kantor sendirian seperti aku ini, mengenang dapat membantu menghibur hati dan membangkitkan rindu pada daerah yang pernah kusinggahi. Lanjutkan membaca “Pesona Pangkalpinang Yang Selalu Terkenang”
Tari Ratoh Jaroe massal dalam acara puncak HUT 41 TMII
Hari minggu lalu, 24 April, berlokasi di lapangan Tugu Api Taman Mini Indonesia Indah (TMII) berkumpul 6600 penari dari berbagai sekolah dan kampus di Jabodetabek. Mereka menarikan tari Ratoh Jaroe secara massal untuk merayakan ulang tahun ke-41 TMII.
Sabang selalu menyenangkan untuk dikunjungi kapan pun dan berapa kali pun kita sudah mengunjunginya. Ada rasa gembira yang meluap-luap ketika melakukan perjalanan untuk mencapai pulau paling barat negeri ini. Entah itu dengan menyeberangi lautan dari Banda Aceh ke Balohan atau melintasi udara dari Kuala Namo-Medan ke Maimun Saleh-Sabang.
Ada yang berbeda di Sabtu (26/3) lalu di Gampong Lampulo, Banda Aceh. Terlihat ada kesibukan ibu-ibu dan remaja putri yang sedang mengangkat baskom-baskom kecil dan beberapa bahan makanan. Di tengah-tengah mereka, tampak beberapa anak muda berseragam biru yang juga sama sibuknya dengan para ibu menyiapkan kegiatan Seapreneur siang itu.
Seperti yang aku ceritakan sebelumnya pada postingan Seperti Apakah Belajar Menyelam Itu? adalah susah-susah gampang. Namanya juga belajar, saat diberi arahan oleh instruktur, tentu harus benar-benar diperhatikan dan konsentrasi. Tapi lagi-lagi yang namanya belajar pasti ada saat-saat ketika pikiranmu meninggalkan tempatnya dan terbang entah kemana. Seperti yang pernah aku alami, ketika disuruh buoyancy di dasar kolam, malah timbul lagi ke atas bersama buddy. Kami lupa harus ngapain di dasar sana. Buru-buru kami tenggelam lagi setelah dihardik asisten instruktur. :p
Sebagai blogger kampung daerah berjumpa dengan penulis idola adalah kejadian langka. Ketika kesempatan itu datang, tak hanya berjumpa tapi juga menimba ilmu travel writing dari sang idola rasanya seperti mendapat durian runtuh. Apalagi berjumpa dengan seorang Agustinus Wibowo, yang buku-bukunya ditulis dengan amat personal.
Bincang-bincang Travel Writing bersama Agustinus ini diadakan dalam acara Smesco Netizen Vaganza di SME Tower. Tempat di mana produk-produk unggulan seluruh provinsi di Indonesia dipamerkan dan dipasarkan. Acara Netizen Vaganza dimulai dengan meriah oleh pekikan penari Saman dan selang beberapa jam kemudian dilanjutkan dengan sharing oleh Agustinus Wibowo. Acara ini sendiri berlangsung selama dua hari yaitu 26-27 September 2015. Selain Agustinus Wibowo, Smesco mendatangkan beberapa tokoh inspiratif lainnya seperti Yeyen Nursjid (Enterpreneur), Raihani Muharramah (Fotografer), dan Sacha Stevenson (Youtuber).
Ada Kopi Instan Ulee Kareng juga di Smesco ini. Keren!Ada Kemplang khas Bangka!
Travel Writing bagi Traveler Cilet-cilet (amatir)seperti aku ini penting sekali. Dan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dibagi-bagikan. Maka traveler cilet-cilet membagikan apa yang didapatnya hari sabtu lalu. Semoga bermanfaat.
Proses
Dalam proses menulis itu tentu saja harus ada dua proses yang dijalankan, yaitu proses perjalanan itu sendiri dan menuliskannya. Tulisan akan lebih terasa hidup jika kita mengalaminya sendiri.
Tulisan perjalanan tentu menceritakan tentang tempat yang kita datangi. Untuk mendapatkan sebuah cerita yang menarik, perjalanan tak cukup datang, lihat-lihat, lalu pulang. Seorang penulis sebaiknya juga mendengarkan cerita. Baik itu cerita dari orang-orang yang kita temui dalam perjalanan atau juga dari orang lokal di lokasi. Dengan banyak mendengar, cerita yang kita tuliskan akan lebih kaya. Karena pembaca butuh cerita yang bukan melulu tentang destinasi.
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang melakukan perjalanan dan menuliskannya.”
Panduan Perjalanan
Masih ingat tentang pro dan kontra dunia yang heboh di dunia maya tentang buku panduan perjalanan setahun silam? Ada penulis yang kurang suka dengan buku bertema sekian juta keliling negara anu dan judul buku yang senada. Nah, sebenarnya buku panduan perjalanan ini penting sih sebenarnya. Tujuannya baik kok. Memudahkan seseorang untuk melakukan perjalanan. Tokoh-tokoh dunia zaman dulu juga menuliskan perjalanan mereka yang kemudian menjadi panduan bagi generasi selanjutnya.
Agustinus memberikan tips sebagai berikut:
Akurat
Objektivitas
Informatif dan to the point
Riset
Menulis sesuai media (genre, style, topik, dll)
“Good writing only comes from good travel.”
Jdeeeer… kalimat yang diucapkan Agustinus ini kayak bola tenis yang dilempar ke rusuk. Sesak!
Ini mengingatkanku pada beberapa perjalanan yang lalu. Perjalanan yang tak ada rasa, tak ada interaksi, tak ada komunikasi, tak ada isi. Kosong. Makanya beberapa perjalanan laluku itu tak pernah menjadi tulisan karena aku sendiri tidak tahu harus menuliskan apa.
Perjalanan yang baik itu…
Traveling with purpose. Mungkin setiap orang pasti punya tujuan ya. Tapi alangkah baiknya jika kita punya tujuan yang lebih spesifik. Apa yang ingin kita temukan? Apa yang ingin kita rasakan?
Komunikasi membantu kita menuliskan kembali kisah perjalanan. Komunikasi membuat cerita menjadi tali yang saling menghubungkan satu cerita dengan cerita yang lain. Inilah kelemahanku dalam menulis. Jarang sekali berkomunikasi dengan orang-orang. Kalau di blog, ada namanya silent reader, kalau aku: silent traveler. Sudahlah cilet-cilet, silent pula! *silent mode*
Mengobservasi tujuan yang sudah kita tentukan dari awal sebelum berangkat tadi sebenarnya perkara susah-susah gampang. Susah kalau kita jarang berkomunikasi. Padahal komunikasi adalah salah satu alat bantu dan menjadi ‘pelicin’ agar dapat mengamati lebih dalam.
Riset itu kayak pondasi dan pilar dalam tulisan. Memperkuat dan memperkaya cerita perjalanan. Kisah yang kita sampaikan bukan hanya cerita kita semata, tapi ada fakta yang menyertainya juga. Seperti dalam buku-buku Agustinus, selain membaca perjalanannya, kita juga mendapat informasi tentang sejarah negara-negara yang dikunjunginya.
Sudut pandang baru. Menuliskan cerita tentang destinasi sejuta umat yang sudah ditulis banyak orang tentu sulit. Mengunjungi tempat yang belum mainstream tentu lebih mudah menuliskannya. Namun destinasi sejuta umat pun jika ditulis dengan sudut pandang yang berbeda dari kebanyakan orang, tentu menjadi tulisan yang menarik.
Menuliskan perjalanan juga harus jujur. Objektif.
Sumber ide
Seorang peserta bertanya tentang sumber ide. Kadang kita sering kehilangan ide ketika ingin mulai menulis. Agustinus memberikan tipsnya sebagai berikut:
Apa yang menarik dari perjalanan kita?
Tulis apa yang kamu ketahui dan yang kamu sukai.
Mencari bigger picture dari man from the street. Kita harus mencari benang merah yang paling menarik dari perjalanan.
Nah, begitulah seorang Agustinus Wibowo menuliskan buku-bukunya. Dari sekian tips di atas, masih banyak sekali yang aku harus perbaiki. Termasuk menunda-nunda menulis. Meski ide sering blank, kita bisa memulai dengan menuliskan poin-poinnya terlebih dahulu. Kalau menunggu ide datang, bakalan tertunda terus sedangkan tidak semua orang memiliki ingatan yang baik. Apalagi aku yang memiliki short term memory ini.
Acara Smesco Netizen Vaganza ini juga memberikan kesempatan para blogger untuk memenangkan hadiah berupa piala, laptop, smartphone, dan uang tunai. Tema tulisannya pun cukup mudah, yakni Local Brand Lebih Keren. Kamu bisa menuliskan produk-produk lokal asli daerahmu sendiri. Selain mengenalkan produk lokal, siapa tahu menang hadiahnya juga. Yuk, ikutan!
Mesjid Raya Baiturrahman, simbol perjuangan rakyat Aceh. (Foto oleh Ari Buzzerbeez)
Membicarakan destinasi impian, jika dijadikan daftar, urutannya pasti akan panjang sekali. Apalagi tinggal di Indonesia yang punya banyak sekali pulau dan untuk mencapai semuanya butuh waktu yang tak singkat dan dana yang tak sedikit. Ditambah pula dengan seabrek persiapan yang matang. Selain hal-hal dasar seperti dana dan rencana, mental dan fisik juga berperan penting untuk sukses dapat mengunjungi destinasi impian.
Destinasi impian Traveler Cilet-cilet juga tak jauh berbeda dengan kawan-kawan lain yang berada di kawasan zona Waktu Indonesia Barat. Indonesia timur adalah mimpi yang digantung tinggi. Mengunjungi tanah saudara-saudara di sana tentu butuh waktu lebih lama, tak secepat kita menjengkalkan jari di atas peta Indonesia. Dan tulisan yang akan kawan-kawan baca di bawah ini akan berisi curhatan. Tapi selow, nggak perlu tisu kok. :p Lanjutkan membaca “Aceh: Destinasi Impian Orang-orang”