The Real Escapade to Pulau Bunta

Desember tahun lalu aku menaikkan sebuah tulisan berjudul An Escapade to Pulau Bunta di blog ini. Sebenarnya aku sendiri, sebelum tulisan itu terbit, belum pernah menginjakkan kaki ke pulau itu. Sudah dua kali ajakan ke sana terpaksa aku tolak karena ada saja keperluan lain yang tak bisa ditinggalkan. Hingga kesempatan yang dinanti-nanti pun tiba beberapa bulan setelah tulisan itu terbit.

Jadi inilah cerita the real an escapade to Pulau Bunta oleh si backpakcer cilet-cilet. Silahkan klik tautan ini untuk membaca catatannya lebih lengkap. The Real Escapade to Pulau Bunta.

Gambar

Iklan

Taman di Mon Ikuen

Taman ini bukan sembarang taman. Rumputnya tak sehijau taman buatan manusia yang selalu mendapat perawatan. Diberi pupuk dan disiram air. Tidak pula permukaannya rata dan bersih dari kotoran binatang. Hanya air hujan yang menyiramnya dan kotoran sapi yang berserak di segala penjuru menjadi pupuk untuk menyuburkan.

Mon Ikuen namanya. Letaknya memang persis di ujung Pulau Bunta di kecamatan Peukan Bada, Aceh Besar. Jarang sekali ada manusia yang bermain-main di sini. Sekali-dua kali, adalah dua tiga orang yang melintas ketika matahari sedang tinggi. Sapi-sapilah yang selalu ramai berkumpul di tempat ini untuk makan dan memberi pupuk. Juga burung-burung yang mendarat mencari ulat atau menarik batang rumput kering lalu bergegas terbang untuk menyulam sarang. Ketika malam, apalagi jika terang bulan, babi-babi  jantan dewasa akan sibuk memikat para babi betina untuk diajak kawin.

Memandangi Mon Ikuen dari ketinggian adalah sebuah pengalaman yang mengharukan. Panjatlah tangga-tangga besi mercusuar setinggi 80 meter itu jika berani. Jika sudah tiba di atas, kamu tak akan sempat memuji diri sendiri karena keberanian menaklukkan rasa takut akan ketinggian. Hanya decak kagum yang ditambah sedikit rasa sentimental yang mengaburkan sejenak pandanganmu.

Foto paling atas diikutsertakan dalam Turnamen Foto Perjalanan Ronde 36 yang bertema Taman di blog Ari Murdiyanto.

Kelap-kelip di Langit dan Laut Pulau Bunta

Ilham menyusul kami ke ujung pulau sebelum matahari tenggelam. Dia membawa senter untuk penerangan selama kembali ke kemah nanti. Pemandu lokal sudah pulang lebih dulu ke bawah dan kami menyusul setelah hari mulai gelap. Lampu suar berputar-putar di atas menara. Bintang-bintang berkelap-kelip di langit. Dua ekor anak babi berkejar-kejaran di bawah menara berebut makanan yang mereka temukan. Rombongan pekemah di dekat dua ekor babi itu sama sekali tak terusik. Atau mungkin mereka terlalu sibuk hingga tak menyadari jika ada babi berkeliaran di belakangnya.

Perjalanan pulang selepas magrib dari mercusuar.

Lanjutkan membaca “Kelap-kelip di Langit dan Laut Pulau Bunta”

Bak Beurambang

Bak Beurambang atau Pohon Pedada (Sonneratia caseolaris) adalah salah satu jenis pohon mangrove yang tumbuh di pesisir pantai Lhok Mee hingga Lamteuba, Aceh Besar. Akar napasnya berbentuk pensil yang mencuat dari dalam pasir/lumpur. Ternyata buah Beurambang dapat dimakan dan mengandung energi dan karbohidrat yang cukup tinggi. Sayangnya populasi pohon bakau ini tergolong lamban. Pembudidayaan bakau jenis ini pun bisa dikatakan tidak ada untuk wilayah Aceh.

An Escapade to Pulau Bunta

Tidak jauh dari Kota Banda Aceh, hanya 50 menit saja mengarungi lautan dengan sebuah boat kecil, terdapat pulau mungil dengan pantai pasir putih yang menawan. Tebing-tebing yang terbentuk dari batuan beku berlapis-lapis menantang gempuran ombak dan angin laut. Pada puncaknya dilapisi rerumputan hijau dan dikepung pepohonan lebat.

Pulau Bunta namanya. Sebuah pulau berpenghuni tak lebih dari 3 kepala keluarga ini seperti berondok di balik Ujong Pancu, Aceh Besar. Makanya tak banyak orang yang tahu keberadaan pulau ini. Pulau yang penghuninya didominasi oleh babi ini adalah satu-satunya pulau yang tidak ada nyamuknya. Lho kok bisa? Aku pun tak tahu pasti bagaimana fenomena alam seperti ini bisa terjadi di Pulau Bunta. Padahal lokasi pulau ini tidak begitu jauh dari daratan.

An Escapade to Pulau Bunta bermula dari keberanianmu untuk sedikit berjalan sedikit lebih jauh bersama Aceh Explore. Tinggalkan sejenak kenyamananmu di kota dan ikut bersama mengarungi lautan selama 45 menit.

Ikuti catatan lengkapnya di sini: An Escapade to Pulau Bunta.

Pulau Weh dari Krueng Raya

1-DSC_0131Nun jauh di seberang sana, Pulau Weh tampak misterius dengan warna biru gelap dari atas bukit karang tandus di Krueng Raya, Aceh Besar. Kerinduanku ingin kembali menjelajahi Pulau Weh sedikit terobati dengan berjalan-jalan di bukit karang ini.

 

Wild Weekly Photo Chalenge: Peaceful

sinking boat

I was sitting on the fort of Inong Balee in Aceh Besar, Indonesia. Watching the boats passing by and the half-drowned boat floated on the ocean. Meanwhile the sun sets slowly and its light began to fade.

I’m participating in the online adventure travel magazine LetsBeWild.com’s Wild Weekly Photo Challenge for bloggersThis week’s Challenge is: Peaceful!

%d blogger menyukai ini: