Sudah lama banget pengen ikut acara lari di Banda Aceh. Setelah tiga tahun kutinggalkan, kawan-kawan lari di kota sejuta kedai kopi itu makin semarak saja. Makin ramai. Terbukti dari aktifnya komunitas lari Indorunners Aceh (IRA) yang menggelar Sunday Morning Run (SMR) dan beberapa kali dipercayai pula menjadi pengurus charity race. Seperti Rhino Run, Tiger Day, Lanjutkan membaca “#Elephantastic Run 2018 di Banda Aceh”
Tag: Banda Aceh
Lageun, Pantai di Pinggir Jalan
Pantai Lageun ini berada di pinggir jalan yang menghubungkan Meulaboh-Calang-Banda Aceh. Jalan beraspal mulus dan lebar ini dibangun berkat bantuan rakyat Amerika pasca tsunami tahun 2004 silam yang selain mempermudah kembali arus transportasi antar kabupaten di pesisir barat juga mengekspos kecantikan Lageun di kabupaten Aceh Jaya.
Untuk mencapai pantai ini dapat ditempuh dengan sepeda motor atau mobil kurang lebih 2 jam dari kota Banda Aceh atau 1,5 jam dari kota Meulaboh. Tidak ada yang berjualan di areal pantai dan sangat sepi jika didatangi pada hari selain akhir minggu.
Aku lebih senang berada di pantai ini ketika sepi, menikmati tiupan angin sepoi sambil membenamkan kaki ke dalam pasir kasar berwarna kemerahan dan membiarkannya menggelitik telapak kaki. Kerisik daun jarum cemara laut berkaloborasi dengan deburan ombak membuatku sejenak lupa pada teriknya matahari yang membakar. Ah, enaknya kalau pantai ini punya sendiri.
Pulau Weh, Tidak Melulu Pantai dan Snorkeling kok
Pulau Weh itu seperti magnet. Setiap kali namanya terlintas di pikiranku, selalu timbul rasa tertarik ingin kembali ke sana. Begitu juga setiap kali melihat pulau ini dari kejauhan di tepi Pantai Ulee Lhee, daya tariknya semakin kuat. Meski sekarang aku tinggal di Lhokseumawe, daya tariknya tak melemah sedikitpun. Hingga akhirnya pada suatu akhir pekan gaya magnetisnya berhasil menarikku dengan kekuatan penuh. Lanjutkan membaca “Pulau Weh, Tidak Melulu Pantai dan Snorkeling kok”
Nice trip ke Ie Su’um dan Ujong Pancu
Yes! Liburan lagiii…
Loh? Puasa-puasa libur? Ga kerja?
Iyaaahh..ini bisa libur karena pas berangkat ke Banda Aceh untuk laporan bulanan.
Tanggal 18 Agustus lalu aku berangkat ke Banda Aceh. Jadi kebetulan pas weekend aku bisa mengunjungi beberapa objek wisata di Banda Aceh dan Aceh Besar. Padahal sebenarnya ga pengen lama-lama di Banda Aceh, cukup dua hari aja. Tapi gara-gara cuaca yang hujan bikin aku mikir kalau jalan Lamno – Calang pasti becek dan malasnya terperangkap dalam lumpur. Jadi tambah malas buat pulang. Akhirnya aku bertahan sampai beberapa hari di sana.
Hari pertama, sedang jalan-jalan di jalanan Teungku Daud Bereueh. Shalat di Masjid Al-Makmur dan ganti baju di jembatan penyebrangan. Kebetulan toilet mesjid sedang direnovasi, aku yang masih pake kemeja karena baru pulang dari kantor harus nyari tempat buat ganti kemeja dengan kaos. Pilihanku cuma di atas jembatan penyeberangan itu. Karena selalu aja tempat itu jaraaang sekali ada yang pergunakan. Sempat juga kepikiran kalo nanti ga tersedia penginapan di rumah kawan, aku tidur aja di atas jembatan itu. Hehe…
Setelah ganti baju, istirahat bentar di atas sambil perhatiin lalu lintas. Iseng aku foto-foto.

Tuh, haltenya juga jaraaang sekali dipake buat nunggu angkutan umum. Paling juga buat berteduh atau buat ditiduri sama tukang-tukang becak atau yang seperti di dalam foto di atas. Kalo dipikir-pikir, keknya kota ini emang ga perlu halte lah! Labi-labi aja berhenti di mana aja dia dan penumpang suka. Haha…
Setelah Masjid Raya Baiturrahman, masjid lain yang aku suka adalah Masjid Al Makmur yang di Lampriet. Paling suka sama karpet sajadahnya yang super empuk. Shalat di dalamnya pun berasa nyaman dan adeeemmm…
Selanjutnya aku ke Ie Su’um di Kecamatan Krueng Raya. Jaraknya sekitar dua jam perjalanan dengan menggunakan motor. Melewati Pelabuhan Malahayati yang bersejarah itu jadi ingat bosku yang punya nama yang sama. Hehe..
Perjalanan menuju lokasi air panas dari jalan raya ditempuh selama lebih kurang setengah jam, jalan yang dilalui pun naik turun bukit dan kondisi aspal yang rusak parah. Bahkan salah satu jembatan menuju ke lokasi sumber air panas rusak karena dibakar oleh orang yang sepertinya sih nyari perhatian Pemda setempat supaya daerah mereka segera diaspal dan jembatannya diperbaiki. Ehm, iya sih. Terakhir kali ke sini tahun 2008 lalu kondisi jalannya tambah parah. Semoga aja pemerintah daerah segera memperhatikan daerah terpencil ini.
Itu foto sumber air panasnya. Foto lama sih. Waktu itu belum ada pembangunan kolam untuk menampung air panasnya. Sekarang udah keren, ada kolam dan perosotan buat anak-anak. Kolamnya dibuat tertutup dan dipisah untuk laki-laki dan perempuan.



Nah itu dia foto-foto kolamnya. Yang ada tenda-tenda putih itu kolam buat anak-anak karena lokasinya terbuka dan lebih kecil dan dangkal. Sedangkan foto di atasnya untuk dewasa dengan kedalaman dua meter. Untuk kolam yang dewasa, ada dua kolam, kolam yang besar dan yg kecil. Jadi aliran air panasnya ngalir dari parit khusus dan ditampung di kolam kecil ukuran 2×2 meter yang kemudian langsung mengalir ke kolam yang lebih besar.
Pas nyampe di sana, kolam buat yang dewasanya sedang diisi, airnya baru selutut dan masih sangat panas untuk ukuran suhu tubuh normal manusia. Jadi aku ga berani loncat. Terus aku ke kolam untuk ceweknya, kebetulan waktu itu kolamnya sepi. Ga ada pengunjung. Jadi untuk kolam cewek airnya sengaja dibendung dan cuma mengalir di kolam penampungan pertama dan airnya hangat. Jadilah aku berendam di situ dengan hanya bercelana dalam. Mumpung lagi sepi. Haha…
Pulang dari Ie Su’um, aku lanjut lagi ke…entah apa nama daerahnya. Dari Ulee Lhee aku belok kiri ke arah Ajun. Lewat dari Water Boom dan Banda Seafood, aku belok ke kanan dan mengikuti jalan beraspal sampai mentok. Jalan aspalnya putus dan di depan udah semak belukar aja. Ternyata, inilah namanya Desa Ujong Pancu. Dulu pernah dengar dari beberapa orang tentang desa di tepi pantai ini.
Sepertinya Ujong Pancu ini adalah daerah paling ujung dari pulau Sumatra. Tapi ga tau juga sih ya.. Belum liat peta. Tapi kalo dari namanya sih kayaknya iya. (ngarang!) :p
Oke, udah dulu jalan-jalannya. Harus balik ke Meulaboh. :D
Lampuuk Berjaya
Well, saya bingung kenapa harus memberi judul tulisan ini dengan judul di atas. Seperti judul berita-berita olahraga di Koran-koran lokal. Hehehe…
Eh tunggul dulu! Saya sudah menemukan jawabannya. Hahaha…Mikir panjang juga akhirnya. Tentu saja Berjaya itu bermakna. Ya! Bersama Kemal, Wulan, Fina dan Mega. Kita berjaya setelah menempuh perjalanan yang memprihatinkan di bawah gumpalan-gumpalan awan kelabu yang siap menumpahkan hujan. Sekalipun kemudian gerimis dan hujan dan untungnya cuma sebentar saja. Segera saya membuka baju dan nyebur setelah menunggu beberapa lama karena hujan dan kawan-kawan Kemal yang juga tak kunjung tiba.
Pantai Lampuuk di sore minggu itu (22/02) luar biasa ramainya. Dan rada pusing juga sih mau loncat di mana, sepertinya setiap senti pantai dipadati manusia-manusia yang ingin berendam ke dalam laut. Ada dua buah boat yang bersauh sekitar seratus meter dari pantai.
Dengan mengenakan celana pendek selutut yang sedikit kedodoran, saya berenang ke arah salah satu boat yang terdekat. Di sana sudah ada tiga orang laki-laki yang berhasil naik dan satu orang lagi sedang berusaha bunuh-bunuhan untuk naik. Hahahaha… Dia sendiri tidak mampu mengangkat tubuhnya untuk naik. Dan akhirnya mengalah juga dia dengan keadaan tubuhnya yang saya taksir berbobot 75 kilo!
Dari atas boat saya dapat melihat kawan-kawan saya masih saja duduk di pondok di atas pantai sana. Huhhh… Mereka sedang menikmati kelapa muda rupanya. Saya mau kembali tapi masih capek sekali. Padalah jarak dari pantai ke boat tidak begitu jauh. Tapi arus laut yang bergelombang dan celana yang saya pakai membuat tenaga saya terkuras. Saya istirahat dulu disana sambil menyaksikan anak-anak bodoh sedang berteriak-teriak di atas banana boat. Aneh! Hahahahaha…
Beberapa menit kemudian, satu persatu kami berloncatan ke dalam laut lagi dan berenang ke tepi.
Sekitar setengah jam mungkin ya, barulah anak-anak berempat itu mau bersentuhan dengan air laut. Heran semuanya pada takut sama air. Apalagi Kemal tuh! Tumben takut air. (LOL).
Tak terasa sudah berapa jam pula kita menghabiskan waktu berendam, berenang dan pipis di sana. Hahahaha… Beberapa kejadian lucu juga terjadi. Fina yang panik dengan ombak yang tiba-tiba menenggelamkannya. Celana saya yang nyaris direbut sama Kemal untuk dijadikan jimat digantung dilehernya mungkin? Terus beberapa aksi seru hasil kerja sama dengan pengunjung lain. Saya menawarkan diri (aduh bahasanya!) untuk salto dengan cara berdiri di atas lipatan tangan tiga orang dan saya loncat melakukan salto ke belakang. Wuiiih! mantap!
Juga, ada beberapa yang pria-pria ‘cantik’ yang tiba-tiba lewat. Salah satu dari mereka, saya lihat sedang berenang menggunakan ban ke arah boat yang tadi saya naiki.
Nah, capek kan setelah berenang melawan arus yang lumayan deras waktu itu. Waktunya kita istirahat lalu pulang. Nih beberapa foto yang berhasil saya ambil setelah fotografer sialan dengan kamera gedenya itu menghilang dari penglihatan.
Thanks, Mal..
Oke oke..saya sudah kembali ke kehidupan rutin saya lagi sekarang. Tujuh hari saya di Banda Aceh, begitu banyak kejadian-kejadian unik dan lucu yang saya alami. Ada hari yang buruk dan ada hari yang menyenangkan.
Satu hari, yang mampu saya ingat tentu saja satu hari yang penuh dengan hal-hal menyenangkan. Sehari bersama Kemal di pantai Lampuuk.
Hahahahaha…gila ni anak! Pintar sekali mereka-reka percakapan orang lain hingga membuat saya terbahak sampai sakit perut dan tak mampu berjalan. Juga kenarsisannya ketika difoto. Juga ketika dia tak berani menuruni tebing dari gua yang kita panjat. Mengingat semuanya kembali saya tertawa dan senyum-senyum geli. Hihi…untung tidak ada yang melihat saya ketawa-ketiwi sendirian di kantor. Bisa gawat kan?
So, thanks to Kemal so much deh!
Peunayong – Keutapang
Berjalan kaki di Banda Aceh memang suatu keasyikan sendiri bagi saya. Sekalipun banyak reaksi miring yang bikin telinga kering tentang kebiasaan saya ini tapi semangat tetap jalan terus! Reaksi kawan-kawan yang tau tentang kebiasaan saya ini sama saja semuanya. Satu kata : GILA!
Yah, sodara-sodara.. Bukannya saya pelit tidak mau berbagi ke abang tukang becak mari dong kemari, aku mau nabok…(Haiah!!!). Tapi ini menyangkut hati, man! Saya memang cinta mati sudah berjalan kaki kalau malam-malam di Banda Aceh. Biar dikata gila juga siapa yang peduli? Nyak-nyak penjual pisang goreng saja tak peduli, apalagi kupu-kupu malam di pinggir jalan Stui!
Seperti barusan, saya kembali melihat penampakan-penampakan yang membuat saya miris. Beberapa wanita yang keluyuran tengah malam di trotoar dengan pandangan mata yang ‘penuh harap’ ke arus lalu lintas. Demi mencari makan mereka terpaksa atau tidak, harus bekerja seperti itu. Saya jadi merasa bersalah ketika tadi begitu menikmati makanan-makanan di Daus. Yah, sekalipun ditraktir sih.
Berjalan kaki bagi saya adalah satu-satunya kegiatan yang mesti dan harus dan kudu dilakukan kalau di Banda Aceh. Sekalipun kaki dan bahu yang menahan ransel terasa mau lepas ditambah pula dengan kerinduan pada blog. Kaki saya pun bergerak seperti kesurupan. Tak peduli lagi pada sakit malah mempercepat jalan hingga bertemu warnet.
Hm, saya kepikiran terus nih, berapa kilometer ya jarak perjalanan yang sudah saya tempuh berjalan kaki dari Peunayong ke Keutapang?
Homeless
Saya sudah di Banda Aceh sekarang. Sekitar jam setengan tujuh tadi saya turun di rex Penayong. Bingung mau kemana. Lalu saya jalan dan memasuki beberapa hotel terdekat buat nanyain kamar termurah yang masih kosong. Hmmh…Semuanya penuh! :)
Santai, Cit. Ayo sarapan dulu.
Saya mampir dan makan di sebuah warung di deretan hotel Cakradonya. Lalu berjalan lagi mencari-cari kios penjual pulsa. Saya harus menelepon resepsionis hotel Rajawali yang di Lampulo. Mungkin masih ada kamar kosong di sana. Tapi sialnya belum ada satupun penjual pulsa yang membuka kios-kiosnya. Akhirnya saya duduk beristirahat sebentar di tepi sungai. Dari situ saya bisa melihat gedung BI, BRI dan Mesjid Baiturrahman.
Hm…saya punya ide! Bolehlah hari ini tak perlu menginap di tempat penginapan. Saya bisa menumpang mandi saja di kamar mandi mesjid dan mungkin bisa ikut acara ABC itu dengan membawa semua barang-barang saya yang terpacking dalam backpack! Yang penting kan saya sudah mandi dan wangi! Nah, kalau malam nanti ya saya pikirkan nanti saja. Hahahahahaha…
Hari ini, saya ingin meredakan sedikit tekanan di diri saya akibat kejadian kemarin pagi. Yah, setiap perbuatan pasti selalu ada konsekuensi yang harus kita tanggung. Saya pasti dan harus bisa melewati ini semua.
Hahhhh…segar sekali pagi ini. Setelah mandi, saya ke warnet yang ada tulisan besar 24 jam di depannya. Hm, namanya dotcom rupanya. Seperti biasa, mencek komen dan stat pada blog dan email.
Alhamdulillah, Jumat kemarin (14/11) stat pada blog saya menunjukkan angka tertinggi dalam masa perbloggan saya selama ini. Angkanya 220! (Keprok keprok). Lucunya banyak juga yang terkecoh dengan pemasangan foto Amborzi itu. Mohon maaf saudara-saudari sekalian. Itu bukan foto jenazah penembakan eksekusi mati Alm. Amrozi. Tapi foto korban penembakan lewat jepretan kamera! Ayo dong…Itukan cuma joke! Itu salah satu bentuk simpati saya terhadap penerima hukuman eksekusi mati yang kemudian beritanya menjadi konsumsi publik. Sungguh menyedihkan. Tapi pernyataan ini bukan berarti saya membenarkan perbuatan mereka ya…Catat!
Sudah hampir sejam nih saya di warnet. Mau kemana lagi ya? Hih..Bingung!
Sari Park je t’aime
Fhaha…mengambil judul film Paris je t’aime nih. Soalnya apa yang saya rasakan sekarang ini nyaris persis sama dengan apa yang diceritakan dalam salah satu kisah dalam film tersebut. Seorang wanita berumur 30an yang ingin menemukan cintanya di kota Paris. Dan dia menemukannya! Yah, mungkin saya tidak sedramatis dalam film itu. Tapi mungkin perasaan wanita itu bisa jadi sama dengan apa yang saya rasakan. Fall in love.
Malam pertama saya datang ke sana, suasana tenang segera melingkupi saya. Hati dan pikiran tiba-tiba menjadi saaaangat tenang sekalipun massa penyambut Hasan Tiro hiruk pikuk di jalanan sana. Saya duduk di sebuah bangku besi yang basah karena diguyur gerimis. Kaki-kaki saya berdenyut-denyut karena berjalan berkilo-kilometer dengan gerak cepat ala bule-bule yang saya perhatikan di jalan.
Punggung saya terasa dingiiiiin sekali ketika saya mencoba bersandar pada sandarannya. Seolah ada air es yang mengompress dari dalam sana yang tembus ke dada. Sejuk dan menyembuhkan.
Saya makin jatuh cinta dengan taman itu. Setiap sudutnya memberikan ketenangan jika dipandang di malam hari. Rasanya tidak mau pergi dari situ. Hhhh…Cinta ini begitu cinta… (?)