Nyaris Terkepung Sungai Meluap di Air Terjun Toroan – Madura

Suatu hari di tengah siang yang panas di sebuah taman di Jakarta, aku menerima ajakan jalan-jalan ke Mojokerto dengan berat hati. Bukan karena berat badanku yang terus bertambah (enggak ada hubungannya #eheh) tapi karena menyadari dengan menerima ajakan itu berarti jumlah saldo di rekeningku akan semakin ‘ringan’ nominalnya. Apalagi dengan Lanjutkan membaca “Nyaris Terkepung Sungai Meluap di Air Terjun Toroan – Madura”

Iklan

Alternatif Liburan di Kampung Inggris, Pare

Masih banyak orang mengira Pare sama dengan Parepare. Padahal dua kota ini berada di tempat yang berbeda dan saling berjauhan. Pare berada di Jawa Timur sedangkan Parepare di Sulawesi Selatan. Namun keduanya terlihat dekat di peta. Seperti mantan, jauh di mata dekat di hati. #ehgimana?

Pare bagi sebagian orang dikenal dengan julukan English Village atau Kampung Inggris. Banyak pula yang beranggapan bahwa warga di Pare berbahasa inggris dalam kehidupan sehari-hari, namun sebenarnya tidak seperti itu. Julukan itu disematkan karena ada banyak sekali lembaga kursus bahasa inggris di sana.

Salah satu kelas di kawasan Kampung Bahasa di Pare. (Foto: visitpare.com)

Lanjutkan membaca “Alternatif Liburan di Kampung Inggris, Pare”

Lempar-lemparan Durian di Kenduren Wonosalam 2015

Durian raksasa. Tapi cuma replika!

Kenduren yang ternyata bermakna syukuran ini adalah syukurannya orang Wonosalam. Tadinya aku pikir Kenduren itu singkatan dari Kenduri Duren. Eh ternyata salah! Kenduren ini sendiri salah satu bentuk syukur warga Kecamatan Wonosalam di Kabupaten Jombang akan hasil panen yang berlimpah dan diharapkan semakin membaik di tahun-tahun mendatang. Kenduren juga menjadi ajang adu kreativitas setiap desa di Wonosalam untuk unjuk kebolehan dengan menghias tumpeng segede pondok di kebun dengan buah durian beserta hasil panennya yang lain. Bagi pencinta durian, kamu pasti ngeces sengeces-ngecesnya melihat durian-durian diusung berramai-ramai begitu. Lanjutkan membaca “Lempar-lemparan Durian di Kenduren Wonosalam 2015”

Berjalan-jalan di Situs Bersejarah Trowulan

Sudah dua akhir pekan berlalu begitu saja semenjak kedatanganku di Pare bulan Maret lalu. Beberapa ajakan ngetrip dari tutor di tempatku tinggal terpaksa kutolak karena destinasinya sudah pernah aku kunjungi. Pada akhir pekan ketiga, aku memutuskan untuk berjalan-jalan ke kabupaten tetangga, Jombang dan Kota Mojokerto, melihat situs-situs bersejarah peninggalan Kerajaan Majapahit di Trowulan.

Sebenarnya perjalanan ke Mojokerto dapat ditempuh kurang dari dua jam menaiki sepeda motor. Tapi aku sengaja santai saja berkendara sehingga waktu tempuh perjalanan bertambah lama. Tapi waktu yang terpakai tak terbuang percuma, toh masih bisa menikmati pemandangan di kiri-kanan jalan dengan lebih seksama. Lanjutkan membaca “Berjalan-jalan di Situs Bersejarah Trowulan”

Mendadak (Sok) Bijak di Gunung Sikunir

Pertemuan dengan kawan-kawan baru sore itu tidak sebegitu mendebarkan meski kelimanya adalah perempuan single. Senyumku makin memanjang beberapa sentimeter ke atas ketika mengenal Vero di tengah gerombolan cewek-cewek lain yang semuanya memanggul ransel besar di punggung. Kalah besar dari ransel yang aku bawa.

Keempat kawan baruku ini adalah Sue, Lily, Sur, dan Santi. Aku dan Vero sendiri memang sudah berteman sejak di Pangkalpinang, Bangka. Kami berenam segera melipir masuk ke warung. Bermangkok-mangkok mie ongklok dan cenil dan beberapa gelas teh panas memenuhi meja makan. Aku asyik melihat mereka makan dengan takjub. Apalagi saat ada yang menambah cenil untuk kedua kali.

Leuser Coffee juga ikut wefie di Dieng!

Karena aku tiba lebih awal dari mereka, maka aku bertugas mencari penginapan. Tapi di masa liburan sekolah di bulan Desember tahun lalu, semua penginapan penuh. Meski musim hujan begini, tetap saja kerumunan pejalan bertambah hampir setiap jamnya. Syukurlah seorang pemilik homestay yang aku datangi memberi solusi menginap di rumah anaknya karena homestay beliau juga penuh. Pada musim liburan, apalagi pada akhir minggu, susah sekali mendapatkan kamar kosong di penginapan murah seperti Penginapan Bu Djono di Dieng. Yang homestay saja dengan harga perkamar ratusan ribu saja penuh! Berkat bantuan Ibu tadi, aku mendapatkan satu kamar di rumah anaknya, Ibu Istikomah. Satu kamar cukuplah untuk kami berenam. Ada dua kasur untuk para cewek dan… sepetak lantai untukku. Beralaskan selimut tebal yang hangat dan nyaman, aku tidur nyenyak malam itu.

Sebelum tidur, kami sudah deal dengan seorang kerabat Bu Istikomah, untuk mengantarkan kami ke kaki Gunung Sikunir besok subuh menaiki mobilnya. Pukul 3 dinihari, kami berangkat. Jarak dari rumah ke Sikunir aku perkirakan sekitar kurang lebih dari 8 kilometer. Tapi di tengah perjalanan ternyata banyak juga yang berjalan kaki. Mereka beriringan di pinggir jalan memegangi senter dari hp untuk menerangi jalan di depan yang gelap gulita.

Lanjutkan membaca “Mendadak (Sok) Bijak di Gunung Sikunir”

Wild Weekly Photo Challenge: People in Nature

I’m participating in the online adventure travel and photography magazine LetsBeWild.com’s Wild Weekly Photo Challenge for bloggersThis week’s Challenge is: People in Nature!

1-ijen-1-3

ijen worker

lifter

The sulfur miner goes down into the crater of Ijen Vulcano and climbs the crater’s slope with a-10 kg of yellowish-sulfuric stones in his basket. The scenery of lake sulfur and the miners are the daily views in the Ijen Crater, Java, Indonesia.

//

Menapak surga di Ijen

Jika dideskripsikan seperti apakah Ijen, buatku, setelah menggenapi usia 25 tahun di Oktober lalu, setelah segelintir tempat di Indonesia ini yang aku kunjungi (dan harus bertambah terus) Ijen adalah tempat yang paling menawan yang pernah aku lihat. Terkesan berlebihan? Memang, pada saat itu, Ijen adalah tempat tertinggi dan terjauh yang pernah saya datangi. Sebagai backpacker amatiran, perjalanan ini sangat penting. Dan apa yang aku lihat pun berpuluh kali lipat pula pentingnya.

Perjalanan yang memakan waktu setengah hari melewati kebun-kebun, melintasi  hutan lewat jalan yang parah namun pemandangan yang indah di sekeliling, menginap semalam di Catimore Homestay lalu pada subuhnya harus bangun dan memaksakan diri untuk sarapan. Perjalanan panjang sebelumnya yang seharusnya menguras habis tenagaku namun kekuatan tubuh tetap maksimal untuk bangun pada subuh yang dingin itu .

Dari Balawan yang masih sangat gelap, kami bergerak menuju Ijen. Walaupun tubuh masih menginginkan diri berbaring lebih lama di kasur tapi mata tak berhenti nyalang melihat suasana subuh di luar mobil. Semakin jauh dari perumahan perkebunan, gelap mulai terangkat. Pohon-pohon kopi digantikan dengan semak belukar dan pohon cemara. Rumput-rumput jarum yang basah berembun. Bukit-bukit dengan cahaya jingga di atasnya. Semak-semak yang rantingnya patah dan mengeluarkan aroma khas. Sekali-kali tercium aroma belerang terbawa angin. Sebuah sungai berwarna hijau kebiruan mengalir deras di bawah jembatan kecil yang kami lewati. Pohon-pohon dan semak-semak yang basah dan udara yang dingin. Dipikiranku terus mengulang-ulang meyakinkan ‘kita sedang di surga!’. Ini indah sekali. Semuanya indah. Batu sungai, pohon, daun-daun, lereng bukit, jembatan, rinai gerimis, semak perdu dan ilalang, pohon mati, semua! Aku begitu merasa diberkati pagi itu. :)

Lanjutkan membaca “Menapak surga di Ijen”

Perjalanan ke Balawan, Bondowoso

Banyak hal-hal yang tak terduga ketika kita berada di suatu daerah asing dan mengalami kesusahan. Kenyataan yang kita temukan mengenyahkan semua ekspektasi-ekspektasi yang sudah dibangun sebelum tiba. Apalagi jika itu menyangkut sebuah perjalanan yang sudah direncana sedemikian rupa namun harus mengalami perubahan. Di saat-saat genting seperti ini pertolongan datang dengan cara yang tidak biasa. Tawaran ke Ijen.

Masih teringat jelas ketika obrolan dengan Pak Arman pada malam hari itu di lobi hotel. Aku baru saja tiba di Probolinggo setelah empat jam menempuh perjalanan dari Bandara Juanda, Surabaya. Berawal dari pertanyaanku tentang transportasi menuju Cemoro Lawang besok subuh, aku dan seorang kawan butuh angkot supaya bisa mengunjungi Gunung Bromo dan bertanya ke beliau perihal transportasi dan segala macamnya. Pak Arman memberikan beberapa alternatif. Lanjutkan membaca “Perjalanan ke Balawan, Bondowoso”

Bromo!

Jeep yang aku tumpangi bersama lima penumpang lainnya bergerak turun dari parkiran Pananjakan menuju Bromo. Matahari sudah meninggi dan mengusir hawa dingin yang tadi membuat jari-jari tanganku yang terbuka hampir kebas. Di depan ku duduk sepasang bule Amerika yang begitu tidak sabaran untuk segera tiba di Gunung Bromo. Di depan di samping supir, duduk dalam diam dua orang perempuan asal Switzerland. Ku perhatikan, hampir semua turis dari luar negeri ini hanya berdua-dua saja. Jarang sekali yang lebih dari itu. Dan salah satu dari mereka pasti membawa kitab suci Lonely Planet ke mana-mana. (:

Jalanan mendaki, menurun dan berkelok melewati kebun-kebun hijau segar dan rumah penduduk. Beberapa rumah yang berhalaman meskipun hanya seluas 1×1 meter pun ditanami sayur-sayuran seperti bawang. Di pinggir-pinggir jalan yang beraspal bertumpuk pasir-pasir hasil erupsi Bromo.

Jalan beraspal putus dan kami menyusuri padang pasir keras bergelombang dan berkilau memantulkan kembali sinar matahari pagi. Palang-palang penunjuk jalan berdiri tegak dan menuntun jeep hingga ke pagar-pagar besi sebagai pembatas tempat pemberhentian kami dan dilanjutkan berjalan kaki sejauh lebih kurang 2 kilometer berjalan kaki hingga ke kaki gunung Bromo.

Kali pertama menjejakkan kaki ke tanah, kami segera diberondong dengan tawaran menyewa kuda oleh pemiliknya. Aroma khas kuda tercium. Kulit-kulit kuda yang berbulu di dekatku berkilat-kilat seperti diminyaki. Pria-pria Tengger dengan ciri khas mereka yang kemana-mana selalu terlihat dengan kain sarung menggantung di leher. Kalau mereka menggunakannya untuk menahan udara dingin, aku menyiapkannya untuk digunakan sebagai penahan badai pasir di puncak Bromo dan sekaligus juga berfungsi untuk menahan angin dingin yang masuk dari kerah baju.

Gunung Batok. Terlihat hijau pada sisi depan ini dan tandus di sisi lainnya.

Lanjutkan membaca “Bromo!”

Menunggu Pagi di Pananjakan

Aku tiba di Surabaya pada pukul tiga sore dan disambut oleh seorang supir mobil travel yang sudah kami pesan semenjak sebelum keberangkatan. Syukurlah perjalanan ke Bromo ini adalah yang paling diantisipasi dan itinerarynya sudah lengkap. Travel sudah dipesan berkat rekomendasi transport murah, cepat dan nyaman dari Alid Abdul.

Pak Bambang, sopir travel Mahameru, pria asli Probolinggo ini membawa kami melewati Porong yang berpemandangan tanggul setinggi lebih dari 10 meter di sisi kiri kami dan kota Pasuruan yang hijau asri. Tiba di Probolinggo pada malam hari dan menemukan hotel yang lumayan murah. Beruntung kami bisa bernegosiasi tarif ke Bromo sekaligus dapat perjalanan ke Kawah Ijen.

Mini bus yang akan membawa kami ke Cemoro Lawang

Lanjutkan membaca “Menunggu Pagi di Pananjakan”

%d blogger menyukai ini: