Setelah bertanya ke beberapa kawan yang mewakili beberapa provinsi di Pulau Sumatra, aku mengambil kesimpulan bahwa ternyata rata-rata orang Sumatra susah atau bahkan tidak tahu arah mata angin. Kami hanya tahu nama-namanya saja seperti yang pernah diajarkan waktu sekolah dasar dulu: Barat, Selatan, Utara, Timur, Barat Daya, Tenggara, Timur Laut, dan lain sebagainya. Tapi hanya sebatas mengenal nama-namanya saja tanpa tahu di mana posisinya.
Sebagian besar (sebagian besar lho ya, tidak semua) orang Sumatra memang susah mengenal mana arah barat, timur, utara, atau yang mana arah selatan. Karena petunjuk arah bagi kami cukup sederhana saja seperti: di sana, sebelah kiri, sebelah kanan, ke atas, ke bawah, ke ujung sana, atau yang kekgitu-gitulah jika penunjukkannya tak terlalu spesifik. Nama-nama arah mata angin ini hanya kami hapal untuk penyebutan nama provinsi, kabupaten atau kecamatan. Ke mana arahnya? Wallahu’alam.

Namun petunjuk arah seperti di atas belum tentu kita dapatkan dari orang Jawa. Seringnya sih jika aku jalan-jalan ke Jawa, kalau bertanya arah ke warga lokal, ya jawaban pertamanya ya begitu, disebutnya arah mata angin tanpa menunjuk arahnya di mana. “Mas lurus saja ke arah barat”, atau “Oh itu di selatan, Mas.” Sudahlah ini sedang nyasar, petunjuknya seperti ini, makin bingunglah awak ya kan?
Di Sumatra, khususnya kalau di Aceh, bila kita bertanya arah ke orang, jawabannya langsung spesifik menunjukkan lokasinya jika mereka tahu lokasi yang kita tanyakan.
Contoh:
“Bang, kalau mau ke Lamreh lewat mana ya?”
“Dari sini lurus sampek ketemu Simpang Mesra, tugu yang model pulpen itu, kamu belok ke kiri, lewat jembatan, luruuuus aja teros sampek ketemu Pelabuhan Malahayati. Nah udah sampek Lamreh.”
“Kak, numpang tanya. Masjid Raya masih jaoh, Kak?”
“Belok ke kanan aja abes ni. Kalau udah nampak menaranya, berarti udah dekat.”

Tapi tidak semua orang Sumatra tidak paham arah mata angin, kok. Ada juga beberapa daerah yang memahami arah mata angin dengan cepat. Seperti di Aceh misalnya. Di daerah Pidie, mereka masih menggunakan nama mata angin untuk menunjukkan suatu tempat atau penamaan daerah. Bahkan menamai seseorang dari arah tempat tinggalnya. Selebihnya, ada para nelayan yang mampu membaca bintang untuk menentukan arah mata angin. Makanya tadi di atas aku sebut sebagian besar orang Sumatra. Bukan semuanya.

Meski petunjuk arah mata angin ini membingungkan bagi orang luar Jawa, bukan berarti tidak bisa dipelajari.
Nassa, kawan di komunitas Klub Blogger dan Buku yang berada di bawah naungan Komunitas Backpacker Jakarta ini memberikan tips untuk belajar mengenal arah mata angin ala orang Jawa.
Matahari sebagai patokan
Nassa menyebutkan berpatoklah pada matahari. Karena matahari itu berjalan dari timur hingga ke barat. Saat matahari terbit hingga siang hari, maka posisi matahari condong ke timur. Lalu saat siang hingga sore, matahari condong ke arah barat.
Nah, utara itu ada di mana? Tergantung kita menghadap ke arah yang mana. Kalau menghadap ke matahari terbit (timur), berarti utara ada di kiri sedangkan selatan berada di kanan.
Begitu juga sebaliknya jika kita menghadap ke arah matahari tenggelam (barat), utara berada di sebelah kanan, dan selatan di sebelah kiri.

Ternyata sederhana sekali ya? Jika dibayangkan kayaknya mudah belajarnya jika matahari masih terlihat. Tapi… bagaimana jika malam hari? Makin bingung kan tadi mana timur dan mana yang barat. Terus yang jadi masalah utama bagiku adalah aku suka lupa matahari terbit dan tenggelam di sebelah mana. Yasalam!
Itu dia tips singkat belajar mengenal arah mata angin dari Nassa. Suatu hari nanti bisa dipraktikkan ketika menerima petunjuk arah berdasarkan mata angin. Namun jika tetap kesulitan juga, yah kembali lagi deh ke gawai. Minta Google Map untuk menuntunmu ke arah yang benar.
_____________
Kalau kamu punya tips lain bagaimana belajar mengenal arah mata angin secara manual, silakan membagi tipsnya di kolom komentar ya. Nanti aku update ke dalam tulisan ini. Terima kasih.
Kalo siang2 pas matahari di atas susah nentuin timur barat.
Saya sih seringnya nyari masjid/musholla trus liat liat mihrabnya. Pasti arah barat. Kalo di tempat yang nggak ada masjid ya wassalam.
Ah iya. Kita bisa melihat arah kiblat ya. Dan aku baru tahu kalau kiblat itu ke arah barat. Hahahaha… Ya Allah ngapain aja aku selama ini. Semua-mua nggak tahu. :))))
Download aplikasi kompas aja di smartphone. Tapi tingkat keberhasilannya kurang tahu deh, belum pernah praktek langsung di lapangan..
Ini cuma berlaku untuk hp yang mendukung saja. Sayangnya hp-ku bisa saja dipasang aplikasi kompas, tapi enggak bisa nunjukkin arah yang gerak-gerak gitu.
Kalau sudah malam atau cuaca sedang mendung bagaimana, Kak?
Kalau gelap pasti susah, kak. Aku sih terang benderang aja susah melihat arah. Wkwk
sederhana ya, Bang. akan lebih rumit lagi kalo dapet jawaban ngetan-ngulon-ngalor-ngidul. :))
Susah emang kalau nggak bisa ngalor ngidul ya.
Rasi bintang sering digunakan untuk penunjuk arah oleh nelayan.
Kalau di kota besar seperti Jakarta hal itu sulit dilakukan, karena cahaya bintangnya tertutup polusi udara.
Wah ingat pertama kali menginjakkan kaki di jogja, pas nanya alamat ngasih taunya pake arah mata angin, yah bingunglah. Tapi kalo di Jogja, salah satu trik yang bisa dipakai bisa berpatokan juga pada posisi gunung merapi yang selalu berada di Utara. Biasanya orang lebih familiar kalo berpatokan arah utara untuk menentukan arah mata angin lainnya. cmiiw
Kalo kompasnya orang jawa semua hurufnya pake “N”, ngalor, ngidul, ngetan, ngulon.. hehehe