Candi Sewu yang Sepi

Sepertinya Candi Sewu memang tak menarik banyak perhatian pengunjung. Entah karena aku datangnya pada pagi hari dan pengunjung masih belum terlalu ramai atau mungkin karena kalah pamor dengan Candi Prambanan. Kalau aku perhatikan lagi di dalam kompleks candi ini, lumut dan rerumputan yang tumbuh di sela-sela lantai seperti tak pernah terusik oleh injakan kaki manusia. Mungkin pula jaraknya yang lumayan jauh dari Prambanan membuat orang enggan datang. Padahal banyak pepohonan rindang sepanjang jalan ke candi ini. Selain sejuk, kita juga dihibur dengan alunan musik Jawa yang menenangkan.

Ada dua candi lagi yang dapat kita jumpai sebelum tiba ke kompleks Candi Sewu. Candi Lumbung dan Candi Bubrah. Kedua candi ini hanya tersisa reruntuhannya saja dan sepertinya sedang dalam tahap pemugaran karena di sekitar dan di atas candi, terlihat bekas-bekas pengerjaan yang ditinggalkan. Tak ada seorang pun pekerja yang terlihat saat itu.

Aku berjalan lambat-lambat sambil menikmati pemandangan asri di sekitar kompleks Prambanan. Suhu udara mulai hangat dan embun di pucuk-pucuk rumput mulai luber ke pangkal daunnya. Sekali-sekali aku berpapasan dengan pasangan yang sedang berjalan-jalan pagi. Melambaikan tangan pada anak-anak yang cengengesan bersimpuh di rumput setelah gagal menangkap belalang. Ketika aku melemparkan pandang ke utara, tampak Gunung Merapi yang tenang di kejauhan diselimuti selembar awan pada puncaknya.

Candi Sewu yang berarti Seribu Candi sebenarnya berjumlah 249 candi. Candi Buddha yang dibangun pada abad ke 8 oleh Rakai Panangkaran ini mengamali kerusakan lumayan parah akibat gempa pada tahun 2006 silam. Retak-retak akibat gempa terlihat jelas pada dinding candi. Ketika aku berada di dalam candi utama, air menetes dari celah-celah yang retak.

Dwarapala yang sumringah ditemani seekor kucing.
Candi utama yang dikelilingi puing-puing.

Dari ratusan candi, hanya beberapa buah candi saja yang masih terlihat utuh. Candi-candi kecil yang mengitari candi utama tampak berupa puing-puing balok batu hitam berlumut, sudah tak berbentuk candi lagi. Sebuah bangunan candi setinggi lima meter di dekat arca Dwarapala, arca penjaga di pintu gerbang, juga telah rubuh pada sebagian dindingnya.

Ini memang kali pertama aku berkunjung ke Prambanan dan tiba pada pagi hari. Tapi kurasa pagi adalah waktu yang tepat bagiku untuk berkunjung ke salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO ini. Karena selain lebih sepi, udara juga masih sejuk dan segar, ditambah pula dengan kabut yang membuat suasana semakin dramatis. Andai jalan-jalan ke sini berdua dengan pasangan, pasti nuansanya menjadi romantis. Duduk di depan Dwarapala sambil memandang stupa di puncak Candi Sewu. Jangan sampai kesambet aja deh.

Iklan

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

21 tanggapan untuk “Candi Sewu yang Sepi”

  1. Sore-sore enak lho buat tidur-tiduran di rerumputan Candi Sewu. Seperti biasa, masuknya lewat pintu belakang yang tembus langsung ke Candi Sewu. Pakaiannya ala warga desa. Permisi sama satpamnya, terus dibolehin masuk deh, hehehe. Itu karena dulu aku sempat Kuliah Kerja Nyata di Prambanan, seakan dapet free-access ke banyak candi, termasuk Candi Prambanan dan Keraton Ratu Boko :p.

  2. Terus terang saya malah lebih terkesan dengan Candi Sewu daripada Prambanan. Mungkin karena Prambanan terlalu ramai, sedangkan Candi Sewu sepi. Seperti terlempar ke masa lalu saja dan berkhayal hidup di masa saat candi ini baru dibuat. Rasanya damai sekali.

  3. Posisi Candi Sewu ini bikin dilema… Kudu masuk lewat loket Prambanan, belum buka pintu sendiri yang sebenarnya sudah tersedia. Sepertinya masalah batas DIY dan Jateng yang bikin demikian hehehe. Udah mampir ke Candi Plaosan? Tempatnya lebih keren loh :-)

  4. Candi ini memang keren kak, seperti Prambanan untuk agama Buddha :hehe. Saya kemarin juga baru dari sini lho :haha, memang kalau siang akan panas dan berdebu dan malesin banget karena jalannya lumayan jauh (kalau masuk lewat gerbang di dekatnya pasti akan lebih mudah lagi), tapi sepadan banget dengan pemandangan dan detil yang bisa kita dapatkan :hehe. Tentunya saya tidak menolak untuk jalan ke sana lagi, belum semua Dwarapala saya sambangi :hihi.

  5. Aku suka sama candi Sewu, malah sempat rebah2an di rumputnya (saking kecapekan jalan kaki dari depan pas bulan puasa). Candi ini juga fotogenik dengan reruntuhannya, ciamik!

  6. Sebagai kompleks candi Buddha terbesar kedua di Borobudur gak terbayang rasanya, kalau semua candinya ini tetap dalam keadaan utuh atau setidaknya bisa direnovasi dan dibangun ulang. Pasti berlabirin-labirin keren. Ini termasuk salah satu candi yang unik, karena merupakan candi Buddha yang dibangun oleh keturunan Sanjaya yang beragama Hindu.

    Memang sih ada selentingan, bahwa meskipun Rakai Panangkaran adalah keturunan Sanjaya yang beragama Hindu Shiwa, tapi dia sudah berpindah agama menjadi Buddha. Atau mungkin juga karena, Sailendra yang sebelumnya adalah bawahan Mataram, justru berubah menjadi penguasa Mataram, sehingga dinasti Sanjaya menjadi di bawah kekuasaannya.

    Selain Plaosan, ini adalah candi favoritku. Karena letaknya yang pintu masuknya menjadi satu dengan Prambanan, kemudian berada di belakang kompleks, menjadikan candi ini relatif sepi pengunjung. Tapi itu justru jadi nilai plus nya, karena kita bisa puas mengeksplor Candi Sewu, foto-foto, tanpa terlalu terganggu dengan pengunjung lain. Ah jadi kangen Candi Sewu :-)

  7. М̣̇⪪ЌâªªŠìiíέђ untuk bloger,Mari kita jaga dan lestarikan budaya bangsa..untuk generasi muda mendatang…..

    Ttd.
    Pemugar candi
    Jawa tengah

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: