Tertawan Prambanan

Bus tiba di Prambanan dua jam sebelum adzan subuh berkumandang. Hanya dua orang penumpang yang turun: aku dan Dion. Kawan yang kukenal di Pare ini adalah salah satu instruktur bahasa inggris di sebuah lembaga kursus di sana. Kami berdua menaiki bus berwarna kuning dari Bra’an jurusan Jogjakarta. Udara dingin menusuk hingga menembus lapisan kedua baju yang kukenakan. Kami bergegas menuju masjid.

Masjid Al Muttaqun yang dibangun oleh Hidayat Nurwahid ini berdiri megah di Jalan Jogja-Solo. Berseberangan dengan Candi Prambanan di sebelah selatan. Toko-toko berimpitan di kiri-kanannya, tutup tentu saja. Hanya ada beberapa tukang ojek yang nongkrong di depannya sambil terkantuk-kantuk. Melihat kami yang baru turun dari bus pun tak membuat matanya nyalang.

Kami berdua berpencar mencari lokasi tidur yang nyaman. Namun serangan udara yang dingin dan nyamuk membuat kami tak bisa benar-benar tertidur. Diperparah pula dengan suara mesin dan knalpot dari bikers yang sedang touring dan melintas di depan mesjid yang amat mengganggu. Aku hanya bisa tidur-tidur ayam hingga adzan subuh berkumandang. Ketika bangun untuk shalat, tempat wudhu dan toilet mesjid sudah dijubeli oleh pengunjung yang entah datang dari mana. Mesjid kehabisan air!

Kami meninggalkan masjid setelah hari mulai remang-remang. Mencari kedai yang menjual makanan untuk perut yang mulai berdendang. Tak banyak penjual makanan yang buka pada subuh itu. Hanya ada dua penjual makanan di emperan toko yang baru buka. Mereka menjual gorengan, nasi pecel, dan nasi soto dengan harga murah . Aku dan Dion duduk di kursi yang menghadap kompleks candi menikmati nasi pecel yang ternyata tak semurah seperti yang tercantum di depan rak makanan. Tak banyak yang bisa dilihat ke seberang sana. Kabut masih begitu tebal menyelimuti.

Banyak anak-anak motor terbaring di emperan toko-toko yang masih tutup. Laki-laki dan perempuan tidur pulas meski pagi itu sudah pikuk oleh lalu-lalang kenderaan. Yang sudah bangun atau memang tidak tidur, berjongkok di trotoar mengisap rokok, sebagian yang lain berkeliaran di tengah jalan sambil berfoto dengan latar kabut.

Saat para biker masih terlena mimpi, para penjual kaki lima sudah mulai mengangkat barang-barangnya dari lapak dadakan dari trotoar dan teras toko yang masih tutup. Mereka terlihat terburu-buru, sepertinya menghindari penertiban dari satpol PP.

Candi Prambanan masih tutup dan baru buka pada pukul enam. Kupikir, kami bisa menyelinap masuk tanpa harus bayar tiket. Tapi ternyata…pintu masuk ke kompleks candi memiliki pintu khusus dan harus beli tiket dulu seharga tiga puluh ribu rupiah. Kita diberi kartu untuk bisa memasuki areal candi seluas tiga puluh sembilan hektar itu. Jadi nggak usah repot-repot datang subuh-subuh hanya untuk menghindari bayar tiket ya. Dijagain sama Satpamnya. :D

Bukan hanya kami berdua yang datang berkunjung paling awal. Sekitar dua puluhan orang lainnya sudah mengantre di belakang. Jika dilihat dari penampilan dan perlengkapan, mereka siap mengambil foto dengan angle dan pose foto paling kekinian di lokasi candi. Sementara mengantre, anak-anak kecil berlarian menembus kabut tipis. Eh, kok serem yah?

Candi Prambanan yang disebut juga Candi Ratu Roro Jongrang terlihat mistis dengan balutan kabut. Sebuah pohon besar berdaun rimbun tumbuh condong ke kanan di luar pagar kawat berduri yang menguatkan kesan mistisnya. Bunga-bunga kamboja yang berguguran dan udara sejuk yang menggelitik tengkuk membuat suasana pagi itu begitu magis. Bayang-bayang suram candi yang menjulang menyihirku untuk tak beranjak dari tempat berdiri. Tapi bukan rasa takut yang menyelimuti, justru decak kagum yang bikin betah lama-lama memandangi, sebelum para ABG datang menyerang dengan tongkat narsis mereka.

Candi Prambanan mulai didirikan oleh Rakai Pikatan pada abad ke 9 untuk menandingi Candi Borobudur dan Candi Sewu. Penyebabnya karena persaingan keyakinan antara penganut Budha dan Hindu. Persaingan antar keyakinan sudah berlangsung sejak zaman dulu kala. Hanya saja persaingan dulu menghasilkan bangunan-bangunan megah dan saling pamer tingkat tingginya peradaban. Beda dengan masa sekarang, persaingan umat beragama lebih sering adu otot sama adu mulut. Terlebih lagi akhir-akhir ini, antar aliran saja bisa bertengkar. Andai saja kalau mereka saling memperkuat ajaran yang mereka yakini benar pada pengikut-pengikutnya, memberikan syiar yang baik dan lembut tanpa harus menusuk keyakinan orang lain, mungkin rasa damai itu seperti berada di kompleks candi Prambanan saat pagi-pagi berkabut seperti ini. Tenang, tentram, tak ada ketakutan.

Lalu segerombolan anak-anak motor melewatiku dengan derap sepatu boots dan tertawa membahana, membuyarkan ketenangan sekaligus menyadarkanku bahwa ketenangan dan kedamaian yang kita dambakan itu punya harganya masing-masing.

Aku berjalan lambat-lambat menyusuri jalan berlantai batuan andesit, menaiki undak-undak tangga menuju pelataran delapan candi utama. Setelah melihat susunan candi, aku memutuskan lebih baik berkeliling mengitari candi-candi dan berakhir di candi utama, yaitu Candi Siwa. Candi utama ini ukurannya paling besar dan tinggi, berada persis di tengah.

Candi Siwa

Relif-relif yang dipahat di balok-balok batu andesit pada candi menggambarkan epos Hindu, Ramayana dan Krishnayana. Pahatan epos Hindu ini berada di sisi bagian dalam dan pada bagian luarnya terdapat pahatan panil berupa singa yang diapit pohon kalpataru dan dua pasang burung yang disebut kinarra dan kinnari. Seharusnya membaca relif ini di mulai dari kanan ke kiri, karena kebiasaanku kalau berkeliling selalu dari kiri ke kanan, memasuki candi pun juga begitu. Pada satu candi, aku lupa candi apa, relif-relif yang terpahat pada dinding bagian dalam tersirat unsur sensualitas yang membuatku lirik-lirik kiri-kanan dan harap-harap cemas. Cemas ketahuan orang karena sedang memperhatikan. :D

Panil di Prambanan

Dewa Siwa adalah dewa tertinggi dalam kepercayaan Hindu dan dibangunkan candi paling besar untuknya. Candi Siwa bersama tujuh candi utama lainnya dibangun di sebuah pelataran. Tiga candi paling utama disebut Trimurti. Masing-masing candi trimurti memiliki satu candi wahana, yaitu Nandi, Garuda, dan Angsa. Masing-masing wahana ini adalah kendaraan dewa di depannya. Nandi untuk Siwa, Garuda untuk Wisnu, dan Angsa untuk Brahma. Di antara barisan candi trimurti dan candi wahana ini berdiri dua buah candi apit.

Selesai berkeliling Candi Prambanan, aku dan Dion memutuskan untuk melihat kompleks candi yang lain. Tak jauh dari Prambanan, terdapat beberapa reruntuhan candi Buddha seperti Candi Lumbung, Candi Bubrah, dan Candi Sewu. Candi Sewu terlihat lebih utuh dibandingkan kedua candi sebelumnya dan berumur lebih tua dibandingkan Candi Prambanan dan Borobudur. Candi umat Buddha ini ternyata adalah kedua terbesar setelah Borobudur.

Berdasarkan peta arkeologi di sekitar Candi Prambanan, terdapat 18 buah candi Hindu dan Buddha yang tersebar. Candi terdekat dari Prambanan, ke arah selatan dan timur, ada candi-candi Buddha lainnya yang bisa dikunjungi dengan berjalan kaki seperti Candi Sari dan Candi Kalasan. Ada pula Candi Ratu Boko dan Candi Sajiwan di utara, tapi kami tak ke sana. Candi Sari dan Kalasan berjarak lebih dari satu kilometer dari Prambanan, jika tak kuat berjalan kaki, bisa menumpang TransJogja atau angkutan umum lainnya.

Kembali sebentar pada subuh ketika masih di bus tadi. Aku tidak tahu sama sekali kalau perjalananku ke Jogja akan melewati candi ini dan bahkan berhenti di sana. Ketika mendengar kernet bus meneriakkan “Prambanan.. Prambanaaan..” dan Dion menyeretku turun dari bus, aku masih bertanya-tanya dalam hati: Hah? Kok Pram-ba-nan? Candi itu? Jogjanya mana? Nah, kejutan kayak ini nih yang membuat aku ketagihan jalan-jalan tanpa menyusun itinerary yang rinci. Membiarkan perjalananku menuliskan itinerary-nya sendiri.

Iklan

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

23 tanggapan untuk “Tertawan Prambanan”

  1. Hehehe, klo mau masuk tanpa bayar triknya bukan lewat loket masuk Bro. Tapi lewat pintu masuk karyawan yg deket jalan raya itu. Penampilan juga mesti mendukung: kaos oblong, celana pendek, sendal jepitan, pokoknya biar mirip sama warga situ lah. Klo nggak nanti disangka turis, hehehe. Dulu aku pernah gitu, masuk jam setengah enam pagi pas petugas kebersihan masih nyapu-nyapu. Kebetulan kenal sama salah satu petugas kebersihan di sana, jadi bilang ke satpamnya “mau ketemu Pak X yang bersih-bersih candi” terus boleh masuk deh. Habis itu di dalam motret-motret. Pakai SLR pula, hahaha. Sayangnya, waktu itu candi-candinya baru kena gempa Jogja-Jateng, jadi pengunjung ga boleh masuk dan masih banyak steger-stegernya.

  2. Prambanan ini memang agak membingungkan. Sebab Prambanan adalah nama kecamatan di Klaten, tapi sebagian wilayah candinya masuk Jogja :D

          1. Tempat gedungnya buat nonton sendratari ramayana, ramayana ballet kalau gak salah di sebelah barat (di luar) kompleks candi Mas. Tapi kurang paham juga soal reservasinya.

  3. Wah, ide bagus nih. Lain kali musti ke sini pagi2 benar. Kebetulan, kalo dari Bali menuju Jogja, busnya pasti lewat sini. Daripada turun terminal, mending turun sini aja kayaknya.

  4. Kemarin muter2in komplek candi Prambanan dengan jalan kaki, pagi sampai tengah hari bolong, di bulan puasa. Untung cuacanya lagi sejuk, jadi gak berasa hausnya. Cuma kaki aja senut2, hahaha!

    Btw aku dukung keputusanmu untuk tetap membeli tiket masuk. Ini demi pemeliharaan candi juga, dan sesuai dengan prinsip pejalan yang bertanggung jawab, bukan? ;)

  5. Wuiih keren dan terkesan mistis banget ya itu suasana Prambanan ketika sedang berkabut gitu. Sayangnya pas terakhir kesana, Candi Brahma nya sedang dipugar, jadi gak sempat masuk kesana. Satu hal yang belum kesampaian terkait dengan Prambahan ini adalah, nonton sendratari di pelatarannya pada saat bulan purnama :-)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: