Pacu Kude di Tanah Gayo

Keputusanku ke Takengon tanggal 23 Februari 2013 lalu terbilang sangat nekat dan mungkin akan kusesali jika malam minggu itu terjadi hal-hal yang aku khawatirkan karena suhu udara yang amat rendah. Hipotermia.

pacukude-2.jpg

Malam itu setelah perut kenyang, api unggun padam dan mata mulai mengantuk, aku memutuskan untuk tidur di dalam kemah yang hanya beralaskan terpal tipis, tanpa sleeping bag. Baju kulapisi lagi dengan jaket tipis dan mantel hujan. Celana jeans dan memakai sepatu. Tapi semua itu tak mampu mengurangi rasa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Aku hanya tidur sebentar-sebentar. Sebentar tidur, sebentar bangun dan menggigil, aku sudah khawatir sekali jika terkena hipotermia. Ketika terbangun lagi, hari sudah subuh. Aku menyalakan nesting di dalam kemah karena udara semakin dingin.

 pacukude.jpg

Tanggal 24 Februari adalah puncaknya pesta rakyat Gayo memeriahkan hari ulang tahun Takengon yang ke 436. Hari itu adalah final pacuan kuda yang sudah diikuti lebih dari 300 ekor kuda pacu terlatih yang berasal dari kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues sejak 6 hari yang lalu.

Pacuan kuda atau Pacu Kude merupakan kebanggaan masyarakat dataran tinggi Gayo yang sudah berlangsung jauh sebelum Belanda menduduki Takengon untuk merayakan hasil panen. Kemudian oleh Belanda, acara ini diadakan untuk memperingati hari lahir Ratu Willhelmina. Sekarang tradisi ini rutin diadakan setiap tahun untuk memperingati hari kemerdekaan RI dan ulang tahun Kute Takengen. Biasanya diadakan di Lapangan HM Hasan Gayo Belang Bebangka, Pegasing, Aceh Tengah. Sekitar 15 menit dari pusat kota.

pacukude-12.jpg pacukude-11.jpg pacukude-14.jpg pacukude-15.jpg

Meski dataran tinggi, udara dingin sudah lenyap sejak jam 9 pagi. Cuaca yang lumayan terik tidak menyurutkan semangat ribuan penonton untuk menyaksikan para joki cilik memacu kuda-kuda tanpa pelana ini mengitari arena pacu. Debu beterbangan ketika derap cepat kuda yang berlari mengitari lintasan pacu. Anak laki-laki, muda dan dewasa yang berkerumun di pinggir lintasan pacu sudah memasang taruhan dan berteriak menyemangati kuda unggulan mereka agar berlari lebih kencang dan memenangkan pertandingan.

pacukude-9.jpg pacukude-21.jpg pacukude-16.jpg

Selesai pertandingan, aku melihat-lihat ke beberapa kandang kuda di luar lapangan. Aku bertemu dengan Pak Zainal Abidin yang menunjukkan seekor kuda betinanya yang diikat di tanah lapang. Kuda betina yang aku lupa namanya, jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia Hidup Bersama-sama, berjalan dengan langkah anggun mengitari tanah lapang di dekat aku berdiri. Kuda cantik ini sekali-sekali mengibaskan ekor dan surainya. Kulitnya yang dilapisi bulu coklat berkilau ditimpa cahaya matahari. Sangat seksi.

pacukude-18.jpg

Siapa sangka ternyata kuda-kuda pacu ini berharga belasan juta yang dibeli langsung di Sumatra Barat. Jika sudah pernah memenangi pertandingan, harganya akan semakin tinggi! Untuk biaya pemeliharaanya sendiri bisa menghabiskan dana lebih dari 3 juta rupiah setiap bulannya. Padahal hadiah menang lombanya saja tidak sampai 2 atau 3 lipat dari biaya rutin si kuda. Tapi kebanggaan pada kuda yang menang telah melebihi semua itu. Pertandingan ini adalah pertaruhan gengsi dan nama baik. Pantas saja tadi ada pemilik kuda dan joki yang menangis ketika kudanya menang, begitu pula yang kalah.

pacukude-17.jpg pacukude-10.jpg

Sebagai acara tahunan, pacuan kuda ini sangat potensial untuk menarik perhatian wisatawan untuk mengunjungi dataran tinggi Gayo ini. Alangkah baiknya panitia juga menertibkan orang-orang yang berkerumun di lintasan arena pacu dan disediakan lebih banyak tempat sampah di banyak sudut lapangan.

Oh, satu lagi, semoga nanti ada kuda-kuda yang bisa dinaiki pengunjung juga seperti yang ada di perkebunan teh di Puncak, Bogor. Siapa tau nanti ini menjadi cikal bakal olahraga berkuda di Takengon?

pacukude-19.jpg

Pacuan kuda akan kembali digelar pada bulan Agustus 2013 nanti untuk merayakan hari kemerdekaan Indonesia. Biasanya perlombaan sudah berlangsung sejak 3-6 hari sebelum tanggal 17 Agustus. Jadi segera siapkan tiket perjalananmu menuju daratan tinggi Gayo ini. :D

pacukude-20.jpg

Cuaca Takengon yang tidak bisa diprediksi mengharuskan kita membawa perlengkapan yang lengkap. Belajar dari pengelamanku saat menonton pacuan kuda kemarin, cuaca di Takengon cenderung berubah-ubah. Jika pagi cuaca bisa saja cerah dan amat terik, namun bisa tiba-tiba hujan lebat.

Namun pagi, bagaimanapun cuacanya, berada di atas ketinggian dan melihat panorama kota Takengon dan Laut Tawar dari atas sangatlah disarankan. Kabut pagi yang menyelimuti kota dan lembah perlahan-lahan naik dan bergantian menyelimuti puncak-puncak bukit dan gunung. Melihat pergerakan kabut ini rasanya kita seperti sedang berada di negeri di atas awan. Magis.

Iklan

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

43 tanggapan untuk “Pacu Kude di Tanah Gayo”

      1. apa hubungannyaaaaaa HAHAHAHAHA *jorokin ke jurang*

        macam ngaruh aja. Aku kan mau lihat apa mukamu tambah keyen setelah pake sepatu itu.. *makin ga berhubungan*

  1. Panggil saya aneh. Tapi pas di Takengon kemarin itu. Cuaca disana memang dominannya hujan. Tapi kok saya kemana-mana cuma pake kaos doank, celana pendek plus modal payung. Iya seh ujung-ujungnya pas jalan ke pasar orang pada liatin. Pemandangan langka kali ya :p

    Eh. Kok ngga bilang di blog kita jumpa eee #marokBeken X)))

    P.S. closing postingan ini sangat sensasional! Aku sampe ternganga #serius X)))

  2. iklan sepatu tu persis kayak iklan cocholatos di film habibie ainun… x_x
    rada-rada mendadak ajaa n a litl bit ga nyam nyam…

  3. kok tiba2 muncul foto sepokat? hmmm…. *salahfokus* hahahaha…

    Aaaakk.. lama gakmampir ke sini tau2 udin buanyaaaakkkk ajah ceritanya.. *bacapelanpelan* :D

  4. Huaaa udah lama nggak nonton pacuan kuda :'(

    Nggak kebayang dinginnya pas nge-camp, karena memang mendekati pagi di sana udara berasa lebih dingin, enaknya itu selimutan di tempat tidur bang :p

  5. Oh, satu lagi, semoga nanti ada kuda-kuda yang bisa dinaiki pengunjung juga seperti yang ada di perkebunan teh di Puncak, Bogor. <- Aku juga berharap gitu. Bayangin mengitari kebun kopi pake kuda pasti seru. Sepertinya orang Takengon dan sekitarnya ini masih belum terlalu kreatif dalam mengemas pariwisata mereka. Padahal mereka punya aset yang banyak.

  6. Dan 1 lagi.. Btw, sepertinya judulnya agak kurang nyambung ya sama isinya. Secara yang bahas si koboi cilik hanya ada di 1 paragraf. Itupun gak detail. Lebih bagus judulnya yg ada kata, “Pacuan Kuda”. Lebih menggambarkan isi.

  7. Amazing shots, but moderate writing. Sampe2 diujung cerita bingung,”what am i reading about?”. Padahal ngarap lebih ke gimana malam itu berganti pagi, turun dan ganti suasana kota. Iklannya terkesan maksa/titipan.Tapi, thanks for this precious sharing…!

      1. i mean at least once, in a life tme, i just prepare myself for caffein overload since it in Gayo land…
        easier to find coffee but drinking water..hehehe
        temenku kbetulan dr takengon jg, tp dia blg bhasa aslinya beda sm bhs aceh wkt kutanya bbrp masakan aceh yg kutau eh dia malah bingung

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: