Pesona Pangkalpinang Yang Selalu Terkenang

Mesjid Raya Tuatunu
Mesjid Raya Tuatunu

#PESONAPANGKALPINANG

Mengenang adalah hal paling menyenangkan saat jenuh datang. Apalagi untuk seorang perantau yang saban hari dikepung inventaris kantor sendirian seperti aku ini, mengenang dapat membantu menghibur hati dan membangkitkan rindu pada daerah yang pernah kusinggahi.

Tak pernah terlintas sama sekali di pikiran untuk berkunjung ke Kota Pangkalpinang. Bahkan ketika bos di kantor menanyakan kota itu ada di mana, aku ragu-ragu menjawab, “Sumatera…Selatan…?”. Jawabanku dibalas dengan lemparan setumpuk invoice, “katanya traveler, itu aja ga tau…” ejeknya.

Percakapan kami setelah itu kemudian menambah panjang tarikan garis pada peta perjalananku. Pada Juni 2014, aku bertolak dari Banda Aceh ke Pangkalpinang. Menetap di sana selama 11 bulan.

Sangkaanku bahwa Pangkalpinang di Sumatera Selatan memang salah. Tapi jika jawaban itu kujawab sebelum tahun 2000, jawabanku sudah betul. Kepulauan Bangka Belitung dulunya pernah berada dalam wilayah Provinsi Sumatera Selatan hingga akhirnya dibentuk menjadi provinsi baru pada tahun 2000. Jadi kalau aku menjawab pertanyaan itu pada Oktober 2000, aku pasti tidak akan dilempar setumpuk invoice oleh si Bos, tapi dapat ponten 100!

Kota Pangkalpinang terlihat kecil dan padat dengan bangunan. Kita bisa mengitari kota ini tak lebih dari satu jam dengan mengendarai sepeda motor. Tapi aku senang dengan kondisi ini. Setidaknya, aku tidak perlu berjalan kaki jauh untuk ke pasar, ke pusat perbelanjaan, atau ke Lapangan Merdeka untuk menonton konser musik. Kantor dan tempat tinggalku sendiri berada di Desa Pintu Air yang berada persis di tepi sungai kecil yang membelah Kota Pangkalpinang, sungai Rangkui.

Salah satu sudut Kota Pangkalpinang saat terjebak hujan.
Salah satu sudut Kota Pangkalpinang saat terjebak hujan.
Menjala ikan di sungai Rangkui.
Menjala ikan di sungai Rangkui.

Pengalaman di hari pertama di Pangkalpinang cukup menyenangkan. Berkenalan dengan lingkungan dan belajar hal-hal baru lagi. Pelajaran pertama yang aku dapatkan adalah Bahasa Bangka. Tak sulit memahaminya karena bahasanya masih banyak mengandung kata-kata dari Bahasa Indonesia. Tapi ada lebih banyak lagi kosa kata-kosa kata baru yang tak pernah kudengar.

Seperti bahasa Minang yang tiap huruf ‘a’ di belakang kata diganti ke huruf ‘o’ maka di bahasa Bangka, huruf ‘a’ diganti ke huruf ‘e’ (e pada enggrang). Seperti ‘ape kabar ka?’ atau ‘dak ke mane-mane dak!’. Logatnya juga unik banget. Orang Bangka berbicara dengan intonasi yang agak keras dan berirama. Kadang ada penambahan seperti ‘hah’, ‘e’, atau ‘a’ di belakang kalimat yang menambah keunikan logatnya. Bagi yang tak pernah mendengar orang Bangka bicara, dikira sedang marah, padahal memang begitu cara mereka berbicara.

Orang Bangka terdiri dari beberapa etnis dan suku. Etnis Tionghoa, Melayu, Minang, Bugis, Batak, Aceh, Jawa, Madura, dan banyak lainnya lagi. Bahkan ada suku asli yang menempati daerah terpencil di pulau ini. Jadi perbauran dari berbagai suku itu menghasilkan keragaman yang khas pada orang Bangka pada umumnya.

Selama tinggal di Pangkalpinang, aku merasakan tingkat toleransi yang tinggi sekali dibandingkan daerah lain yang pernah aku tinggali. Terutama dalam toleransi beragama. Setiap warga bisa beribadah dengan nyaman di kelenteng, pura, mesjid, dan gereja. Selain itu, aku tak menjumpai adanya gap antara satu suku dengan suku yang lain.

Senja di Pangkalpinang.
Senja di Pangkalpinang.

Pangkalpinang adalah kota yang nyaman untuk ditinggali. Orangnya ramah-ramah dan makanannya pun enak-enak. Pangkalpinang menurutku salah satu kota yang potensial dijadikan destinasi wisata kuliner. Mulai dari rasa makanan yang cocok bagi semua lidah seperti Lempah Kuning, Otak-otak, hingga yang rasanya ekstrem seperti Rusip.

Sambal Rusik khas Bangka.
Sambal Rusik khas Bangka.

Kota Pangkalpinang terkenal dengan penganan otak-otaknya yang enak. Dan otak-otak ini mudah sekali ditemukan di mana saja di Kota Pangkalpinang. Mau yang eksklusif hingga yang ekonomis pun ada. Sekali duduk, orang bisa menghabiskan belasan otak-otak yang dicocol dengan sambal yang kelezatannya hanya bisa diracik oleh orang Bangka.

Jika di Aceh punya Asam Keu’eueng, di Pangkalpinang punya Lempah Kuning. Keduanya tampak mirip dengan Asam Padeh. Perbedaannya hanya pada beberapa rempah sebagai penambah cita rasanya. Jangan kaget jika menemukan daun kedondong menutupi ikan Kerisi di dalam Lempah Kuning. Selain Lempah Kuning, ada pula Lempah Darat. Yaitu masakan yang berisi sayur-sayuran. Seolah kedua jenis lempah ini dibuat untuk yang non vegetarian dan vegetarian. Rasanya yang asam dan pedas sangat cocok untuk dinikmati pada waktu makan siang.

Lebaran adalah salah satu momen kebersamaan dengan kawan-kawan sekaligus dapat mencicipi makanan khas Pangkalpinang.
Lebaran adalah salah satu momen kebersamaan dengan kawan-kawan sekaligus dapat mencicipi makanan khas Pangkalpinang.

Setiap daerah sepertinya memang punya satu jenis makanan fermentasi. Pangkalpinang juga punya makanan fermentasi yang khas yaitu Rusip. Jika aku tak salah ingat, tak banyak orang yang menjual fermentasi ikan ini di pasar. Karena tak semua tangan mampu menghasilkan Rusip yang enak. Proses pembuatannya yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran menjadi kunci keenakan Rusip.

Rusip adalah salah satu makanan dengan rasa yang lumayan ekstrem karena dimakan mentah dengan lauk, lalapan, dan nasi. Rusip lebih nikmat jika ditambahkan irisan cabe rawit, bawang, dan perasan jeruk kunci. Bagi yang indra penciumannya terlalu peka, pasti akan menjauh dari rusip. Tapi bagi pencinta sambal atau makanan ekstrem, rusip patut dicoba.

Pesona Pangkalpinang tak habis dari kulinernya saja. Sebagai kota yang terbilang baru, di seputaran kota ini masih tergolong aman untuk berolahraga outdoor tanpa harus takut diserobot pengendara jalan, seperti lari misalnya. Pun ada banyak jalan kecil yang bisa dijadikan track lari jika ingin long run. Atau bisa berlari mengelilingi Lapangan Merdeka di pusat kota.

Bila ingin sedikit tantangan, Bukit Girimaya adalah salah satu lokasi lari yang bagus. Bukit yang juga dijadikan sebagai lapangan golf ini memiliki kontur jalan yang naik turun. Biasanya ramai digunakan warga Pangkalpinang untuk berolahraga pada akhir pekan.

Pengalaman lucu pernah kualami di Bukit Girimaya. Ketika aku pertama kali berlari di situ, aku tersasar jauh dari bukit. Masuk kampung ke luar kampung, melewati kebun-kebun warga dan sungai. Ketika hari mulai gelap dan azan magrib berkumandang, aku masih berlari di jalan sepi mencari arah kembali ke bukit. Dua kawanku, Ce Sen dan Hadi sudah menunggu di parkiran sambil dikerubuti nyamuk. Itulah 10K pertamaku di Pangkalpinang.

Ketika aku ingin lokasi lari yang lebih santai dan landai, Pantai Pasir Padi menjadi pilihan. Sambil berlari, aku bisa menikmati pemandangan pantai seluas lapangan bola yang dapat kusaksikan dari pinggir jalan. Pantai ini juga selalu ramai dikunjungi pada petang hari. Terlebih pada hari minggu dan libur nasional, pantai ini menjadi lebih ramai oleh warga yang piknik. Pada sore minggu, air laut yang surut mengubah pantai menjadi arena track balap motor dan dijadikan lapangan sepak bola saking luasnya.

Pantai Pasir Padi ketika surut. Bisa dijadikan arena bermain seperti sepak bola karena saking luasnya.
Pantai Pasir Padi ketika surut. Bisa dijadikan arena bermain seperti sepak bola karena saking luasnya.
Salah satu atraksi pada malam khusus di Pantai Pasir Padi.
Salah satu atraksi pada malam khusus di Pantai Pasir Padi.

Tak jauh dari pantai, ada Kelenteng Dewi Laut dan Pura Penataran Agung. Di sini kita diperbolehkan untuk singgah melihat arsitektur dan ornamen rumah ibadah. Patung-patung hewan sebagai simbol shio dibangun mengelilingi kelenteng, menghadap hutan bakau di pinggir pantai.

Terakhir yang bikin aku terkesan pada Pangkalpinang adalah keberadaan Bangka Botanical Garden (BBG). Lahan reklamasi bekas galian tambah timah ini menjadi destinasi agro tourism yang menghasilkan sayuran organik, susu sapi, dan tambak ikan. Perkebunan di BBG menghasilkan sayuran dan buah-buahan segar yang dulu sering kawan-kawan pesan untuk pesta steam boat.

Kenangan selama tinggal Pangkalpinang masih banyak sekali. Dan hampir semuanya berkesan dan membuat rindu untuk kembali lagi. Rindu pada sore ketika pulang kantor, melihat bapak-bapak menjala dan menjaring ikan di sungai Rangkui. Rindu nyaloi (nongkrong sambil ngopi) bersama akek-akek di Akhew atau nyaloi bersama kawan-kawan di Goci. Menonton konser musik di Lapangan Merdeka. Rindu apabila bosan di kantor, bisa melipir ke Mie Ayong. Atau pergi berkemah ke pantai.

Kerinduan ini yang membuat pesona Pangkalpinang tak pernah pupus dari ingatan dan selalu terbayang. Semoga masih ada pintu rejeki untuk kembali dan menetap di kota dengan julukan BERARTI ini. Kota yang Bersih, Aman, Tertib, dan Indah.

Kebersamaan ini yang juga bikin rindu Pangkalpinang. Tanpa kawan-kawan Couchsurfing Bangka Belitung, mungkin cerita ini tak pernah ada.
Kebersamaan ini yang juga bikin rindu Pangkalpinang. Tanpa kawan-kawan Couchsurfing Bangka Belitung, mungkin cerita ini tak pernah ada. (Semua foto adalah milik pribadi)

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

20 tanggapan untuk “Pesona Pangkalpinang Yang Selalu Terkenang”

  1. Dulu bolak balik ke Pangkal Pinang cuma buat kerja. Lumayanlah paling nggak bisa kulineran. Kalau pantainya sendiri, kece, sayang yang di pasir padi kalau lagi surut mau nemu air aja kudu jalan jauh ke tengah haha

Tinggalkan Balasan ke Citra Rahman Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.