Jalan-jalan di Maeklong Railway Market

Kami meninggalkan Don Hoi Lot Market dengan perut kenyang. Namun hati sebenarnya masih ingin berlama-lama menikmati suasana pantai Don Hoi Lot yang sejuk itu. Andai waktu untuk berleha-leha di sana masih banyak, pasti sudah kubiarkan mata ditiup angin sepoi di bawah rindang pohon cemara dan tertidur di atas tikar. Tapi kami harus bergerak cepat agar tiba di destinasi selanjutnya tepat waktu.

Perjalanan yang ditempuh dari Don Hoi Lot menuju Mae Klong Train Station tak begitu jauh, tak lebih dari satu jam berkendara mobil. Jalan menuju ke sana pun beraspal mulus dan bersih. Tak ada hambatan apapun selama perjalanan meskipun hari itu hari minggu. Padahal Maeklong Railway Market sudah menjadi objek wisata yang semakin populer di kalangan wisatawan dalam dan luar negeri.

Train Market mulai dikenal banyak orang ketika beberapa video yang dapat diakses di Youtube menayangkan suasana pasar yang tiba-tiba menjadi sibuk ketika sebuah kereta melintas di tengah-tengahnya. Bagi wisatawan, hal ini tentu dianggap sangat ekstrim. Bayangkan saja sebuah kereta melintas di tengah pasar yang jarak antara kereta dengan kios-kios dan barang dagangan pedagang hanya berjarak beberapa sentimeter saja. Setelah menonton tayangan video itu aku pun menjadi penasaran ingin mengunjunginya. Ketika di Aceh, aku kesulitan mencari cara menuju ke sana. Beberapa cara yang ditulis dalam beberapa blog menyebutkan beberapa nama halte yang sulit sekali ditemukan di peta. Sudahlah membaca peta sulit, apalagi mencari tempatnya langsung. Akhirnya aku dan Titi memutuskan untuk mencari informasi melalui hostel atau bertanya kepada pejalan lain ketika tiba di Bangkok saja.

Tapi Tuhan berkehendak lain. Ternyata Kam ingin membawa kami ke sana di hari-hari terakhir liburan kami di Thailand. Sebenarnya dia ingin menjadikannya sebagai kejutan, tapi terbongkar karena aku mengungkapkan keinginan untuk mengunjungi Train Market ketika sedang berada di Khlong Bang Luang. “Oh noooo…actually i want to take you there! It’s not  a surprise anymore” katanya dengan wajah merengut ketika aku bilang ingin ke sana. Aku kaget dan tentu amat senang karena Kam sudah memiliki rencana akan membawa kami ke sana. “What?? Really??? You want to take us theeere? Thank you so much, Kam! We have no idea how to get there! Even google didn’t help us much” balasku dengan bahasa inggris yang berlepotan untuk mengurangi rasa kecewanya. Mungkin tanpa Kam, kami tak akan pernah tiba ke Stasiun Kereta Maeklong dan menyaksikan sendiri the most dangerous market itu.

Harap catat jadwal ketibaan dan keberangkatan kereta jika kamu ingin melihat kereta ini melintasi pasar. Kereta di stasiun Maeklong beroperasi setiap hari dan melintas setiap 7 kali dalam sehari. Pada pagi hari, kereta akan melewati pasar sebanyak 4 kali. Kereta tiba pada jam 8.40 dari Ban Laem Station dan berangkat dari Maeklong pada jam 9. Kereta selanjutnya tiba pada 11.20 dari Ban Laem dan berangkat lagi pada 11.30. Pada siang hari, kereta melintasi pasar 3-4 kali. Kereta tiba pada 14.30 dan berangkat pada 15.30. Kereta selanjutnya pada 17.40 dan mungkin berangkat lagi atau tidak berangkat lagi dari stasiun Maeklong. Jadi mesti benar-benar diperhatikan waktunya agar kamu tidak ‘ketinggalan’ kereta atau harus menunggu lama.

Suasana pasar tradisional di Thailand pada umumnya tak begitu jauh berbeda dengan pasar-pasar di Indonesia. Hanya saja, di Maeklong kita tidak akan melihat tanah becek oleh air siraman ikan berbau busuk dan timbunan sampah, bahkan sebaliknya. Meski petak-petak kecil kios di pasar ini rapat-rapat dan dipenuhi dengan atap-atap terpal dan tali pengikat yang simpang siur, tapi kebersihannya amat terjaga.

Aku terus menyusuri rel kereta, makin jauh masuk ke dalam sambil memperhatikan barang-barang yang dijual. Ada beberapa ikan yang jika di pasar-pasar Aceh sulit ditemukan. Seperti ikan krup-krup, anak belut, moa, ikan asap, daging babi, dan katak. Ikan krup-krup jika di Aceh Selatan hanya menjadi pancingan iseng anak-anak kecil dan enggan dikonsumsi karena perutnya mengeluarkan cacing hidup ketika dibersihkan. Belut seukuran jari telunjuk, jika di Aceh, belut yang dijual sudah dewasa. Ukurannya bisa sebesar lengan ABG. Moa yang menyerupai belut pun jarang dikonsumsi, apalagi katak karena hidup di dua tempat dan babi yang jelas-jelas haram bagi yang beragama Islam.

Uniknya tidak ada pengategorian jenis lapak dagangan di pasar ini. Blok sayur khusus untuk sayur, blok pakaian untuk pakaian, atau blok ikan khusus ikan saja. Di sini semuanya dicampur-campur. Jadi kalau mau menemukan suatu barang haruslah berjalan sepanjang rel kereta yang melintasi pasar untuk mencari yang kita inginkan.  Para pedagang di dalam pasar ini didominasi oleh perempuan.

Saking asiknya berjalan-jalan, aku sampai lupa waktu. Tiba-tiba terdengar suara sirene. Pemilik kios mulai memindah-mindahkan kanopi terpal dan rak-rak dagangan mereka. Rak-rak itu didesain khusus memiliki roda dan ‘rel’nya sendiri agar mudah didorong masuk ke dalam kios. Dan tampah-tampah berisi buah, sayur, dan lainnya yang tingginya tidak lebih dari lima sentimeter dibiarkan saja di samping rel, bahkan ada yang di tengah rel kereta. Aku panik mencari tempat kosong untuk menghindari kereta dan segera mengutak-atik kamera untuk merekam video. Kereta yang berwarna kuning itu semakin dekat dan aku menahan napas ketika jaraknya hanya beberapa senti saja dari hidungku. Kepala kusandarkan kuat-kuat ke dinding kios penjual daging babi sambil memegang kamera erat-erat.

Ketika kereta berlalu, aku baru bisa menarik nafas lega. Aku memalingkan muka dari pantat kereta dan kembali dibuat kagum dengan kesigapan para perempuan-perempuan itu memasang kembali kanopi-kanopi dan mendorong kembali rak-rak dagangan mereka. Kurang dari lima menit, semua sudah kembali seperti semula. Pasar kembali teduh dan pembeli kembali berlalu-lalang di atas rel seolah tak pernah ada kereta yang lewat. “Like nothing happened before”, kata Kam.

Aku berjalan kaki mencari Kam, Titi, dan Nam’oon sambil memeriksa foto-foto dan video di kamera. Ternyata kartu memoriku rusak! Beberapa foto dan video terakhir tak tersimpan dalam memori. Kapalo! Lalu aku sadar kartu memori itu sudah berumur lebih dari satu tahun. Jadi wajar saja kalau rusak ketika sedang dipakai. Meski agak kecewa tapi pengalaman dapat menyaksikan suasana pasar tadi secara langsung dengan kepala mata sendiri sudah cukup memorable bagiku.

Pasar buatku adalah tempat yang unik. Ada kenikmatan tersendiri ketika sedang berjalan-jalan di dalamnya. Dan ada kepuasan batin ketika keluar dari sana. Banyak sekali yang dapat diamati di sini. Orang-orangnya, barang-barangnya, pengunjungnya, kelakuan-kelakuan unik penjual dan pembelinya.  Seperti seorang ibu yang menjual ikan hidup, ketika aku tiba di depan kiosnya, dia langsung menyerocos dalam bahasa Thai menunjuk-nunjuk barang dagangannya. Atau ada pengunjung yang cuek mencoba beberapa makanan kering yang dijual seolah semua makanan itu adalah tester. Setelah makan secuil, mengangguk-angguk, lalu pergi tanpa membeli dan singgah di kios makanan yang lain.

Aku menemukan kawan-kawan dengan senyum sumringah dan berjalan bersama ke luar pasar. Segelas teh merah dingin yang dicampur madu dan seporsi Pak Mao membuatku lupa pada rasa kecewa tadi.

A lot of thanks to Kam and Nam’oon who brought us to experience and witness new things in Samut Songkhram. We wouldn’t get there if you guys didn’t take us there.  I really appreciate for your kindness and your patience. That day was the best day we have ever had in Thailand. Thanks, Kam and Nam’oon. Hope to see you guys here in Acheh or in my next trip to your beautiful country. Khap khun krab. :)

Iklan

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

19 tanggapan untuk “Jalan-jalan di Maeklong Railway Market”

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: