Jajan dan Santai di Pattaya

Ada beberapa daftar daerah di luar Bangkok yang ingin kami kunjungi. Chiang Mai, Ayuthaya, dan Pattaya. Tapi setelah dihitung-hitung jarak tempuhnya ke beberapa tempat itu, aku dan Titi memutuskan mengunjugi Pattaya saja di hari ketiga liburan kami di Thailand. Pattaya kami pilih karena jarak tempuhnya yang lumayan dekat dan transportasinya pun mudah didapat. Titi mencatat informasi bagaimana cara ke tempat ini.

Pagi di Bangkok pada hari itu sangat cerah. Aktifitas di Phra Sumen Road berjalan seperti hari-hari kemarin. Biasa saja. Meski pada hari itu aksi pendudukkan di monumen demokrasi mulai memanas tapi tidak berefek pada kegiatan masyarakat di sekitarnya. Tapi Kam mewanti-wanti kembali agar menghindari keramaian demo dan merincikan jalur alternatif yang bisa kami lewati untuk menghindari hal-hal berbahaya. Jadi kami memilih mematuhi peringatan Kam untuk mengambil jalur yang ia sebutkan.

Kami keluar dari hostel dan berjalan menyusuri jalan Phra Sumen ke arah Phra Athiet. Dari sini kami menaiki boat yang akan membawa kami ke Siam Centre untuk selanjutnya menaiki BTS jurusan Ekkamai. Dari stasiun BTS Ekkamai kami berjalan kaki menuju terminal bis yang letaknya persis di bawah stasiun BTS. Aku membeli dua tiket bis jurusan Pattaya dan menunggu di terminalnya yang meski kecil tapi amat bersih, rapi, dan bebas dari asap rokok. Terminal bis tanpa asap rokok? Dua jempol deh buat terminal bis Ekkamai.

Perjalanan menuju Pattaya ditempuh selama lebih kurang dua jam. Tak ada pemandangan elok yang membuat decak kagum. Hanya debu berterbangan dihembus angin dan asap knalpot dari truk-truk tronton dan mobil-mobil yang ramai lalu lalang di jalan raya selebar 10 meter itu. Aku jatuh tertidur setelah beberapa kali menguap lebar dan terbangun ketika sudah tiba di terminal Pattaya.

Ternyata di hari itu akan dilangsungkan festival internasional kembang api di pantai Pattaya. Aku kembali bersemangat setelah tadi kecewa tak ada bus dari terminal ke pantai. Satu-satunya transportasi yang murah (sebenarnya masih tergolong mahal buatku) adalah Songtaew. Sejenis mini bus yang adalah mobil pick up dengan kursi penumpang di bak belakang berpenutup. 160 baht perorang? Pheeng! Mahal! Tapi kami tak punya pilihan lain selain menaiki songtaew menuju pantai Pattaya.

Cuaca di Pattaya amat cerah. Langit biru sedikit berawan putih dan matahari bersinar terik. Seolah ada dua matahari di atas Pattaya saking teriknya. Kami duduk saja di bak penumpang dan pasrah dibawa mengantar penumpang-penumpang lain ke hotel lalu memasuki soi-soi (lorong) hingga tiba di pinggir pantainya.

Sambil menunggu festival kembang api yang dimulai pada jam 8 malam, kami menghabiskan waktu siang itu dengan berjalan-jalan di sepanjang trotoar di pinggir pantai yang telah berubah menjadi pasar pakaian dan makanan. Ramai sekali. Jalanan padat oleh wisatawan dari berbagai negara. Berbagai bentuk orang boleh dilihat di sepanjang trotoar yang bagaikan catwalk ini. Unik-unik, lucu-lucu. Dari yang berpakaian super minim, abbaya, hingga seragam pramuka Indonesia. Swadee krab!

Aroma sablon pakaian dan makanan membaur dengan bau keringat dan asin laut. Aku sendiri lebih tertarik melihat jajanannya yang begitu menggugah selera. Tapi sayang sekali banyak yang tak halal. Syukurlah ada penjual punai goreng di bawah trotoar yang penjualnya seorang perempuan  berjilbab. Dua potong punai goreng dan satu porsi nasi ketan kami lahap di pinggir pantai sambil melihat lalu lalang para penikmat pantai.

Hari sudah semakin sore, kawasan pantai semakin ramai. Penjual makanan cepat saji mulai menempati lapak-lapak mereka di pinggir jalan. Semakin padat. Para pelancong pun mengambil posisi paling strategis untuk menikmati momen matahari tenggelam di pinggir pantai. Sebagian lain sudah menggelar tikat plastik untuk menonton festival kembang api yang akan dimulai beberapa jam lagi.

Aku tidak begitu menyukai suasana Pattaya. Tempat ini terlalu ramai seperti Kuta di Bali. Tapi ada yang membuatku betah di sini. Selain suasana pantainya yang hangat,makanannya enak-enak! Banyak penjual ayam goreng dan jajanan lain yang terlihat begitu lezat bertebaran di sini dan penjual minuman segar berupa jus delima dingin dan kelapa muda. Ketika malam tiba, sebuah stand makanan Jepang dikerumuni orang-orang. Perpotong sushi dihargai 10 baht saja atau sekitar Rp.3.700. Syukur ada banyak makanan yang bisa kami cobai di sini sambil duduk-duduk santai di pinggir pantai selama menanti festival dimulai.

Festival kembang api yang dijadwalkan dimulai pukul 6 sore belum mulai juga hingga jam 8 malam. Kami memutuskan untuk pulang saja ke Bangkok setelah melihat fashion parade yang dimeriahkan ‘perempuan-perempuan’ berpakaian heboh dan sekelompok penari disco yang berjoged-joged di tengah jalan. Meski paradenya tak begitu besar, tapi menarik banyak penonton. Sepanjang jalan tumpah ruah oleh orang-orang yang ingin menonton secara dekat penari dan waria-waria yang sedang berlenggak-lenggok memamerkan gaun ke wisatawan asing.

Kami segera berlalu dari keramaian dan memasuki lorong yang dipadati oleh kios-kios yang memajang lukisan. Berbagai macam ukuran dan jenis lukisan dipajang di areal ini. Mulai dari potret hingga lukisan abstrak berbagai ukuran. Sebuah kios tato menyempil di antara kios-kios lukisan. Dari pintu kaca berornamen dapat kulihat raut muka seorang laki-laki yang sedang menahan perih ketika jarum menggores permukaan kulit putihnya.

Kami menaiki Songtaew setelah menunggu setengah jam di pinggir jalan. Lumayan membuat betis  hampir copot menunggu dan mengejar sopir songtaew untuk bertanya rute dan menawar harga. Payahnya tak banyak songtaew yang mau mengantarkan hingga ke terminal bus. Yang kami naiki kemudian meminta ongkos tambahan untuk mengantarkan hingga depan terminal.

Meski kecewa karena tidak bisa menonton pertunjukkan kembang api yang terlalu lama dimulainya tapi Pattaya bagiku cukup menyenangkan karena aku suka jajanannya dan panorama sunset yang memukau. Bagi yang suka berenang, laut di pantainya aman untuk direnangi dan pantai pasir putih yang lumayan panjang untuk lari-lari pagi jika menginap di daerah ini. Sayang sekali aku tidak bisa mengunjungi Sanctuary of Truth yang semua bangunannya terbuat dari kayu itu. Semoga ada kesempatan lain untuk bisa mengunjungi bangunan unik ini.

Iklan

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

23 tanggapan untuk “Jajan dan Santai di Pattaya”

  1. Sepertinya mirip Phuket ya :) Pengen juga ke Pattaya Feb ini, tp krn solo aku planning ke Ayutthaya aja deh…hehe…Btw di sana waktu di Bkk keadaannya kondusif kah (ngga terganggu demo2) ? Thankss…

    1. Hai Anita, Pattaya itu salah satu destinasi wisata yang lumayan banyak dikunjungi orang Indonesia lho. Yang berjilbab juga lumayan banyak terlihat bersileweran di sana. :D

  2. wah kmaren juga sempat ke pattaya januari lalu..
    keren banget kok pertunjukkan lady boy nya.. rame banget menampilkan beberapa kebudayaan dr berbagai negara.
    saya juga berjilbab tp tak mengurungkan niat untuk kasana…
    selama bisa menjaga saja…
    blognya keren bang …
    lanjuttt….

    1. mb Kirey, ladyboy lokasinya di mana ya ?
      rencananya saya mau booking hotel yg deket dg pantai plus ga jauh dari lokasi atraksi lady boy (biar hemat gitu)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: