Traveling di dalam bulan puasa di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim adalah sebuah perjalanan yang penuh ujian. Apalagi jika tujuannya adalah kota-kota wisata di negara Asia Tenggara yang jajanan murah dan tampak enak amat mudah ditemui. Makanan dengan tampilan menggiurkan hingga yang terlihat ‘aneh’ dijual di warung-warung hingga gerobak sorong di pinggir-pinggir jalan hingga ke dalam pasar. Meski mata sanggup menahan godaan dari menatap etalase makanan tapi hidung tak dapat menahan napas lama-lama hingga reaksi kelenjar air liur yang menjadi lebih aktif.
Bangkok adalah salah satu contohnya.
Hari pertama tiba di Bangkok, aku tersasar hingga ke pemukiman padat penduduk di pinggiran Siam. Niat ingin mencari salah satu ‘halte’ Chao Praya Express, malah keluar-masuk lorong yang berujung ke sebuah dapur yang sedang dijagai oleh tiga orang ibu berdaster yang sepertinya sedang ngerumpi.
Aku bergegas membalik badan dan memasuki lorong lain yang semakin diikuti semakin gelap karena dinaungi atap-atap rumah. Seorang pemuda tanggung sedang kencing menghadap dinding ketika aku lewat. Bau apek dan pesing bercampur dengan udara panas membuat hidung kembang-kempis. Sesekali aroma babi panggang entah dari mana datangnya menyeruak ke dalam hidung mengalahkan aroma pesing. Oh enaknya…
Orang Bangkok ini sepertinya penggemar daging babi kelas berat! Irisan daging babi selalu ada di banyak jenis makanan. Kalau siang hari, siap-siap saja perut bergemuruh ketika aroma-aroma lezat dari olahan daging babi menguar di udara. Atau tiba-tiba terlihat penjual buah-buahan atau minuman segar yang bikin kerongkongan semakin kering.
Namun ketika waktu berbuka puasa tiba, berbuka puasa dengan seteguk air putih itu nikmatnya bagaikan bertemu oase di tengah padang pasir. Mengalahkan semua aroma daging haram tadi siang.
Malam di Bangkok lebih heboh lagi. Apalagi jika berjalan di Khao San Road yang super ramai itu. Lagi-lagi hidung dibikin kembang-kempis dengan aroma makanan. Tapi lagi-lagi aku hanya bisa menelan ludah karena tidak ada makanan halal yang dijajakan di jalan ini kecuali buah-buahan. Membeli makanan dalam kemasan pun mesti ekstra hati-hati. Jadi aku harus selalu membaca ingredients setiap makanan kemasan, syukur-syukur kalau tulisannya dalam bahasa Inggris, lah kalau bahasa Thai? Meukeuraleup kepala membacanya.
Sayangnya aku tidak punya informasi beberapa warung yang menjual makanan halal di kawasan Khao San Road atau daerah lainnya di Bangkok. Karena saking laparnya aku pada malam itu, aku memutuskan saja memasuki restoran India pertama kutemui yang berlabel halal di dekat McD. Jika di daerah lain, aku terlalu sibuk menikmati perjalanan atau mencari jalan sampai lupa memerhatikan warung mana saja yang memiliki label halal, akibatnya untuk makan sendiri aku hanya membeli roti atau buah yang ketemui dijual di pinggir jalan atau 7 Eleven.
Pelajaran yang bisa aku ambil adalah menjadi minoritas di beberapa sisi memang tidak mengenakkan. Aku jadi bisa merasakan bagaimana penganut agama yang menjadi minoritas di negaraku sendiri ketika menjalani suatu ibadah tak ada yang memedulikan. Dan perjalanan kali ini tetap menyenangkan karena aku bisa melihat lebih banyak, lebih sering mengamati, lebih hati-hati, dan menjadi lebih hemat! Kapok? Tentu saja tidak! :D
waaahhh.. udah ke bangkok aja abang kita yang satu ini
Pelan-pelan dulu biar bisa nyusul kalian ke Jerman nanti. Aaaaaamiiin Insya Allah. :D
Mantabs!! Jauh juga ya perjalanannya hehe :D
Apanya yang jauh, Bang? Lange aja belum nyampe lagi. :(
Citra, di 7eleven kamu beli roti apa? Kalo beli sandwich yang harganya 15baht itu harus hati2 karena pasti ada daging babinya, hehehehe… anyway, baca postingan ini bikin aku jadi kangen Bangkok :’)
Aku ga beli sandwich, Tan. Karena ga yakin itu daging apa. Haha
Syukurlah gue non-muslim, bisa eksplor suatu daerah atau negara dengan lebih bebas ^^
Emangnya di Islam bener-bener nggak ada toleransi ya untuk makanan “haram”? Misalnya kalau kepepet banget nggak ada makanan “halal” di situ, dan udah laper banget mau mati dua kali, tetep nggak boleh makan yang “haram”?
Ada kondisi-kondisi darurat yg membolehkan muslim makan apa aja. Tapi selama di suatu daerah itu masih bisa ditemukan makanan halal, tetap harus diusahakan untuk mendapatkan makanan halal. Tapi kalau memang ga ada sama sekali seperti tersesat di hutan misalnya dan dalam kondisi bertahan hidup dan ga bisa menemukan yang halal kecuali yang haram, dibolehkan memakannya. Kalau kasusnya di kota yg mayoritas non muslim, pasti selalu ada alternatif makanan halalnya di samping yang haram. :D
Aha.. surganya daging babi ya? asiiiik… mampir kesana ah.. kapan2..
Iya, Jon. Penggemar daging babi pasti bahagia traveling ke sana. Hahaha
hahahah.. iya saya penggemar daging babi… suwun ya infonya…
Cit, gak tergoda makan serangga? ;))
Aaaaaaaargh….tidaaaaaaak….aku takut kena karma, Bang. :'(
eh, serius atau bercanda nih? aku sempat makan jangkrik & belalang soalnya..
Haha..becanda bang..aku geli aja melihat serangga jadi makanan. Langsung terbayangkan ketika mereka hidup. Ewwww…. ;p
Pernah salah makan burger yang dibeli di Sevel di bangkok…baru sadar setelah habis dagingnya gak jelas…ya udah deh, yang penting sebelum makan udah bismilah :) Tapi setuju banget, dengan bepergian kayak gini, kita lebih tahu gimana rasanya jadi minoritas, jadi kita jadi mikir dan memahami minoritas di negeri sendiri
Nah iya kan? Aku juga merasakan itu, Kak. :)
wuah wuah musti hati2 banget neh klo ke thailand
mas kan udh menjelajah bangkok dan sekitarnya tuh. apa saja nama restoran halal yg mas temui selaen yg disebutin di atas? di daerah apa aja?
Kalo gw ke bangkok biasa nya tutup mata, iseng nanya HALAL ??? begitu di jawab halal maka langsung embat, padahal dalam hati paling dalam tersadar kalo ini minyak babi xixixixi.
Aku perna lebaran di bangkok, sholat ied di kawasan muslem dah ketemu orang2 negro item2 yg pada sama2 sholat ied
Wuih beratt :D
Tapi seruuuu… :D
Mihihihi, seru sang bang, tapi peu han meurumpok ngon inong jadi-jadian yang leubeh lagak dari inong nyang sebenar jih di sinan? Hahaha
Hana ta tuhoe lee pat nyang dilee agam ngen nyang beutoi-beutoi inong. Hahaha.. Tapi gender bak awak Thailand hana lee di kalen sebagai perbedaan. :D
Padahal bangkok paling banyak makanannya, asik buat hunting kuliner, cuma ya itu harus hati – hati milih :D *brb ke bangkok* :P
Belum kesampaian juga daku jalan-jalan ke Bangkok nih.. Hmmm…
Kamu bisaa…kamu pasti bisaaa…kamu tak boleh berputus asaaaa…kamu pasti bisaaaaa… *semangatin pakai jingle iklan* :))
Susah juga bila pergi ke negara yang majoritinya bukan Muslim. Kadang kala terpaksa ikat perut kerana ragu-ragu dengan makanan yang ada..
Betul, Bella. Harus kuat-kuat tahan. lol.
Nyammy, kalau ke sana lagi tanyain resepnya juga. :D