Menapak Tilas Cinta & Rangga di Gereja Ayam

Bagian kepala merpati Gereja Ayam
Bagian kepala merpati Gereja Ayam

Ketika gelap mulai memudar dan hijau pepohonan mulai tampak jelas dari atas bukit Punthuk Setumbu, kilatan kecil berwarna putih berkelap-kelip di tengah hutan. Kilatan itu berasal dari atas sebuah bangunan yang berbentuk gundukan berwarna abu-abu dengan pancang-pancang runcing melingkarinya.

Ketika remang menghilang, makin terlihatlah bangunan abu-abu itu. Terlihat kecil sekali, ada beberapa orang yang bergerak di atasnya. Pancang-pancang runcing itu memagari mereka seperti susunan mahkota. Kilatan-kilatan tadi pastilah dari flash kamera mereka.

Jadi itulah dia Gereja Ayam yang sering diceritakan orang di banyak tulisan perjalanan. Rasanya masih tak percaya jika aku sedang berada di tempat yang banyak dipuji orang akan keindahan alam dan romantisme alamnya ini. Terlebih setelah Rangga dan Cinta menikmati pagi dari Punthuk Setumbu lalu berlari-lari ke Gereja Ayam. Suasana yang kurasakan di Punthuk Setumbu pun agaknya sedikit terpengaruh oleh film Ada Apa Dengan Cinta itu. Tapi terlepas dari cerita pada film, suasana di Punthuk Setumbu memang berkesan romantis.

Seperti pasangan turis yang berdiri di depanku saat itu. Mata mereka menatap ke hamparan hijau berbalut kabut. Sekali-sekali kedua pasang mata itu saling bertatapan dan  tersenyum penuh arti yang susah kudeskripsikan maknanya, tapi masih dapat kuingat rasanya: hangat yang menjalar.

Ray of light above Mount Merapi, Magelang, Gereja Ayam, Bukit Rhema, Merbabu, Jawa Tengah
Ray of light

Kehangatan suasana penuh cinta di Punthuk Setumbu juga dijalarkan oleh pasangan-pasangan lain yang ikut memandang ke timur. Bahkan kehangatan itu dapat terasa dalam perjalananku ke Bukit Rhema. Dari air muka dan kilau mata akibat pantulan cahaya lembut matahari pagi dari pengunjung yang berjalan beriiringan. Kehangatan itu kemudian berubah menjadi panas ketika perjalanan selama lebih kurang dua puluh menit ke Gereja Ayam di Bukit Rhema aku lewati. Langkah kaki mengikuti jalan setapak naik turun di pinggir hutan ikut berkontribusi mengubah kalori menjadi energi. Keringat bercucuran.

Nama Gereja Ayam disematkan karena bentuk bangunannya menyerupai ayam. Tapi sebenarnya bangunan yang dibangun oleh Daniel Alamsjah pada tahun 1990 ini berbentuk merpati yang menjadi simbol perdamaian. Dan dulunya gedung ini ingin difungsikan sebagai rumah doa. Karena kurangnya dana, pembangunan terhenti pada tahun 1997 dan sempat dijadikan sebagai tempat rehabilitasi pecandu narkoba dan gangguan mental. Gereja Ayam ini mulai dikenal sejak tahun 2013 dan mengubahnya menjadi salah satu destinasi wisata populer di Magelang. Akses ke lokasi pun diperbaiki dan tersedia pula transportasi jeep bagi yang tak kuat mendakit hingga ke puncak bukit.

Merpati sebagai simbol perdamaian. Gereja Ayam
Merpati sebagai simbol perdamaian.

Untuk memasuki gedung, aku harus antre bersama puluhan orang lainnya setelah membayar karcis sebesar sepuluh ribu rupiah. Pengunjung yang dibolehkan naik hingga ke atas kepala merpati dibatasi per 15 orang dengan durasi 5 menit. Waktu sesingkat itu tentu harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menikmati cahaya matahari pagi dan keelokan alam di punggungan Perbukitan Menoreh.

Kisah Rangga yang berusaha memulai kembali hubungan baiknya dengan Cinta di Gereja Ayam terbayang jelas ketika aku naik hingga ke puncak kepala bermahkotanya.”Jadi ini nih traveling?” tanya cinta. “Ini traveliiing…” jawab Rangga sambil tersenyum ketika tiba di puncak gedung. Alih-alih merasakan hening pagi selayaknya Cinta dan Rangga rasakan, aku boleh puas melihat keriuhan suka cita kawan-kawan yang memenuhi puncak gedung. Tak ada keheningan. Yang ada hanya pekik kekaguman dan tawa ceria dari wajah-wajah perpaduan antara bahagia, encok, mengantuk, dan lapar.

Cinta: Jadi ini nih traveling? Aku: Bukan, Cin. Ini #FamtripJateng.
Cinta: Jadi ini nih traveling? Aku: Bukan, Cin. Ini #FamtripJateng.

 

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah.

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

46 tanggapan untuk “Menapak Tilas Cinta & Rangga di Gereja Ayam”

  1. Ini yang dulu terkenal dengan bukit yang juga bisa menatap Borobudur dan perbukitan Menoreh ketika matahari terbenam itu ya, Mas? Oalah, sekarang malah lebih terkenal dengan gereja ayamnya ini. Mudah-mudahan bisa dapat kesempatan buat ke sana :hihi, pemandangannya memang spektakuler dan “memperkaya jiwa” :hoho. Tapi popularitasnya memang sepertinya melonjak banget sejak film itu syuting di sana ya Mas :hehe.

            1. Jadiin, Gar. Ga nyesel deh ke sana. Meski ga keliatan sunrise pun Punthuk Setumbu tetep cakep! Jangan cuma sebentar ya di sana. Lama-lamain, perhatiin semua gerak-gerik alam. Ah detektif kayak kamu mah ga perlu dikasih tau lagi lah ya.. hahahaha

  2. Kalo rame-rame kayaknya enak banget .
    pas di jogja kemaren mau kesitu tapi gak ada temen .

    ntar di gereja ayam, gw jadi malah kayak ayam kehilangan induknya, celingak-celinguk gak jelas. wkwk

  3. serem juga yah ada gereja di tengah tengah hutan belantara, eh itu sejarahnya gimana ya kok bisa bentuk bangunannya menyerupai ayam gitu hahaa. tapi keren

  4. Wah…dari dulu denger gereja ini masih misterius dan jarang dikunjungi, eh sekarang jadi rame2 gara2 film AADC 2 — belum nonton pula filmnya :(
    Mudah2an bisa tetap terjaga walaupun rame pengunjungnya ya.

Tinggalkan Balasan ke agus Madu Penyubur Kandungan Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.