Ketika rencana tak berjalan seperti yang diharapkan, hasilnya bisa macam-macam. Hasil yang kurang memuaskan sering kali terjadi. Dan begitu juga backpacking saya kali ini. Sekalipun tidak begitu memuaskan tapi tidak pula begitu mengecewakan.
Pulau Weh
Perjalanan ke Pulau Weh pada awalnya direncanakan pada minggu kedua di bulan Maret. Segala sesuatunya sudah saya siapkan, beberapa tujuan ke objek wisata sudah ditentukan. Tapi…ah dasar saya yang tidak konsisten pada rencana! Ketika ada teman yang mengajak ke Sabang langsung saya iyakan.
Akhirnya saya memutuskan berpergian dengan budget Rp. 500.000,-. Saya menantang diri sendiri apakah dengan budget segitu saya mampu survive di Pulau Weh selama dua hari? Cekidot! :p
Bisa dibilang kalau perjalanan saya ini adalah semi backpacking. Karena teman jalan saya ini bukanlah tipe backpacker yang mau mendapatkan harga yang murah. Jadi kadang-kadang saya harus mengalah untuk beberapa hal.
Kami berangkat dari Meulaboh pada hari selasa malam menaiki mobil travel dengan tarif 120.000 rupiah (padahal bisa hemat 20.000 jika naik L300) dan menginap di Wisma Sacita di Peunayong. Letaknya tepat di depan Sulthan Hotel. Harga kamar termurah di wisma ini 100.000. Cocok lah untuk backpacker.
Sekitar jam setengah sebelas siang, kami berangkat ke pelabuhan Ulee Lhee menaiki (lagi-lagi saya harus ngalah) taksi! 30.000/orang. Padahal kalau naik becak dengan uang segitu bisa untuk bertiga. Tapi ya sudahlah. Lha saya dibayarin! :p
Berlayar dengan Kapal Lambat (slow ferry) dari Ulee Lhee ke Balohan menghabiskan waktu sekitar satu setengah jam. Beberapa sopir angkot menawarkan jasanya. Setelah tawar menawar, kami mendapatkan sopir yang mau membawa kami ke Iboih dengan harga 30.000 dari 50.000.
Sesampai di Iboih saya langsung nyari bungalow untuk menginap. Melewati jalan setapak yang menaiki bukit kecil berbatu. Ada banyak sekali pondok-pondok kecil beratapkan daun nipah berdiri di lereng-lereng bukit dan di atas bebatuan karang. Untuk harga kamar di tiap bungalow bervariasi. Tapi pada umumnya mereka menetapkan tarif sesuai letak bungalow. Yang di tepi pantai harganya berkisar antara 200ribu s/d 350ribu. bungalow yang letaknya di lereng bukit atau yang agak dekat pantai harganya berkisar 150ribu s/d 200ribu dan bungalow yang agak jauh dari pantai atau posisinya di atas bukit antara 100ribu s/d 150ribu. Semakin lama kita menginap semakin murah pula harganya.
Tapi sebenarnya harus pintar-pintar juga menawar sama yang punya bungalow dan mau bercapek –capek nanya ke setiap bungalow. Nanti saya kasih daftar bungalow dengan tarif yang negotiable.
Teman saya mendapatkan bungalow di O’ong’s bungalow. Setelah beberapa lama menunggu sambil memasang wajah kecapaian dan putus asa akhirnya saya mendapatkan juga kamar murah di Mama Mia! Cuma 100.000 untuk dua malam. Haha…ternyata saya punya bakat acting yang lumayan. :p
Di setiap bungalow, mereka memiliki restaurant sendiri yang sebenarnya sama sekali tidak berbentuk restaurant. Menurut saya seperti kios makan biasa di pinggir jalan. Hanya saja menunya yang ala barat dan mahal pastinya. Mereka memasak sesuai dengan pesananan. Uniknya yang memasak adalah pemilik bungalow itu sendiri. Saya merasa lucu ketika mendengar mereka berbahasa inggris dengan bule-bule.
“eat, mister? What you want to eat? Ooo Acehnese food? Spicey! Your friend eat curry just now then go…goooo…”. “you want barracuda?banana milkshake?wait ya…”
Beberapa koki yang lain cukup dengan sepatah dua patah kata saja. “noodle?” “with ketchup?” “oke, coffee” “with sugar?” (maaf, bukan untuk meledek. Bahasa Inggris saya juga hancur kok! :p )
Setelah mendengar banyak tentang pelayanan para koki-koki itu saya mencari tempat untuk snorkeling. Ada beberapa tempat yang saya lihat ada bule yang melakukan snorkeling. Tapi tempat yang paling bagus untuk itu ada di Yulia’s, bungalow ini adalah bungalow terakhir di Iboih. Tentu saja letaknya paling jauh.

Taman laut di sini yang menurut saya paling bagus. Terumbu karangnya lebih beragam dengan ikan-ikan yang luar biasa cantik, berwarna-warni dan biota laut yang mengagumkan. Biasanya cuma liat di tivi, kali ini saya bisa melihat langsung dan berdekatan pula dengan mereka. :D
Wow. Ini benar-benar pengalaman yang luar biasa. Ini juga pengalaman pertama kalinya saya snorkeling dan merasakan kepanikan yang menggelikan karena belum terbiasa bernafas dengan alat bantu. Tapi lama-lama terbiasa juga. Snorkling di hari pertama benar-benar mengesankan. Tidak hanya dikelilingi ikan dan terumbu karang tapi juga dikepung ubur-ubur! Tepatnya bayi ubur-ubur! Saya merasa seperti Spongebob yang mengapung di permukaan air dan bayi ubur-ubur itu sesuka hatinya menyengat saya.
Beberapa kali saya terkena sengatan dan kulit saya jadi gatal-gatal karena bersentuhan dengan ubur-ubur. Mungkin sekitar setengah jam saya menikmati panorama bawah laut dan akhirnya saya menyerah dengan bayi ubur-ubur yang ‘kegatalan’ itu.
Hari kedua. Kamis. 25/02/2010
Saya ingin ke Gapang. Tapi uang saya tidak memungkin lagi untuk menyewa motor yang seharga 80.000/hari. Saya cari akal bagaimana caranya supaya dapat menyewa motor dengan harga miring. Kebetulan sekali Mama Mia menanyakan saya ingin ke mana hari ini. saya bilang deh mau ke Gapang. Tentu dengan keluhan saya tentang harga sewa yang mahal plus pasang wajah kere. Gayung pun bersambut! Si Mama menawarkan motornya ke saya dengan syarat membantunya berbelanja.

Siiiip! Saya bersemangat empat lima membonceng Mama ke pasar dan keringat bercucuran ketika menenteng belanjaan Mama dari kampung di bawah sana menaiki bukti demi bukit ke bungalownya. Beban yang saya bawa adalah sekantung plastik besar berisi sayur-sayuran berat seperti kol dan sekantung plastic besar penuh dengan ikan laut segar.
Alhamdulillah. Saya berhasil juga ke Gapang dan saya terbengong-bengong melihat Gapang yang sepi! Damn! Kirain di sini bisa berenang! Saya paling tidak bisa nyebur ke laut kalau tak ada orang lain yang juga ikut nyebur. Dari ujung ke ujung tak ada pengunjung. Beberapa bule sedang bersiap untuk diving. Lah..saya mana punya uang buat diving! Lalu saya kepikiran untuk ke Tugu Nol Kilometer. Tapi ketika melewati Iboih, saya terima telepon dari teman saya kalau mereka mau snorkeling. Saya segera membatalkan ke Tugu dan pulang ke Iboih untuk snorkeling. Toh saya sudah pernah ke Tugu.
Bahasa dan karakter
Saya pikir, bahasa daerah Pulau Weh berbeda dengan bahasa Aceh pada umumnya sering digunakan di Banda Aceh. Ternyata bahasa daerah di Pulau Weh tidak jauh berbeda dengan bahasa Aceh umumnya. Walaupun terbata-bata saya mampu juga berkomunikasi menggunakan bahasa Aceh dengan mereka.
Ini adalah penilaian yang bersifat individual. Hanya penilaian pribadi saya saja tentang karakter warga Iboih yang menurut saya cenderung keras namun ramah. Mereka adalah pribadi yang enak diajak ngobrol dan mau bercerita. Mama, pemilik bungalow tempat saya menginap malah sering curhat tentang anak-anaknya, tentang prilaku pengunjung dan pandangannya terhadap perubahan pada masyarakat karena kehadiran turis-turis mancanegara di kampung mereka.
Berikut adalah daftar-daftar bungalow dengan harga kamar yang (sebenarnya) bisa nego :
- Bungalow Fatimah (unrecommended) bungalow-bungalownya kotor, tak terurus.
- Mama Mia, harus pintar ngambil hati si mama, tapi jangan terlalu manja. Ingat, mereka adalah orang-orang yang keras dan terbiasa gaul sama bule!
- Olala, yang punya bungalow ini pria Jerman. Istrinya juga merangkap sebagai koki. Kalau sama istrinya susah minta kurang harga kamar. Tapi saya tidak ketemu sama suaminya.
- O’ong. Yang punya cewek. Pintar-pintar nawar deh. Ingat, bungalow yang jauh dari pantai lebih murah!
- Yulia’s bungalow. Pengelolanya cowok-cowok enerjik dan pintar masak. Bungalow yang paling atas (jauh dari pantai) lebih murah.
Ada satu bungalow yang teman-teman backpacker lewatkan aja, yaitu Iboih Inn. Bungalow paling mewah yang ada di Iboih. Harganya juga mahal. Jangan harap bisa nego harga. Semua kamar di sini memiliki kamar mandi di dalam.
Ingat lho…kalau mau menawar harga bungalow yang di posisinya jauh dari pantai tarifnya lebih murah. Kalau beruntung bisa dapat 30.000/malam! Jadi siapkan argumentasi kalau mereka menyodorkan tarif yang mahal untuk bungalow yang jauh dari pantai. J
Berikut adalah rincian biaya yang saya keluarkan selama di Pulau Weh.
- Bus (travel) Mbo – Bna : 120ribu
- Penginapan di wisma Sacita-Peunayong : 100ribu (bagi dua : 50ribu)
- Taxi (Peunayong-Ulee Lheue) 30ribu/orang (lbh bagus naik becak, ongkos 30ribu per/trip)(dibayarin)
- Slow ferry : 17ribu (dibayarin juga) :D
- Angkutan Balohan-Iboih : 30ribu/orang (dibayarin lagi) :p
- Penginapan (Mama Mia bungalow) : 50ribu/malam <<bisa nego (dua malam = 100ribu)
- Makan di warung di kampong Iboih : 10ribu 2x makan = 20ribu (pake telor + tempe = MAHAL!!!)
- Sarapan nasi bungkus (nasi uduk + lauk ikan balado) : Cuma 6ribu saja (murmer!)(2x makan : 12ribu) beliin buat kawan 2 bungkus : 12ribu. total : 24ribu
- Sewa snorkle : 15ribu/item/hari (2 hari : 30ribu.hari pertama bayar sendiri, hari kedua dibayarin kawan) total : 15ribu.
- Pinjam motor (gratis karena bantuin Mama Mia belanja) isi bensin seliter : 7ribu
- Beli minum Aqua ukuran gede di kampung 3 botol : 6ribu/botol = 18ribu, di Yulia’s bungalow : 7ribu. total : 25ribu
- Beli rokok (not for me yaa) : 12ribu (A Mild 2 bungkus)
- Pulsa : 23ribu
- Ongkos mobil dari Iboih ke Balohan : 50ribu/orang (dibayarin(bisa dipesan aja di tiap bungalow)) kalo di kampung bisa dapat 40ribu (tp harus pinter ngomongnya :p)
- Ojek dari Balohan ke Kota Bawah Sabang : 20ribu. Narik duit di ATM lg L
- Kapal cepat : 60ribu/orang. 3 orang = 180ribu (tarif ekonomi dewasa) <<g ada pilihan lain krn pulang hari jumat dan budget ludes.
- Becak dari Ulee Lhee ke Peunayong : 40ribu
Total seluruhnya : 616ribu! (free : 147ribu)
Kesimpulannya : budget 500.000 ga cukup untuk bertahan hidup di Iboih selama dua hari!!