Belajar Pakai Jam Ke Mana-mana

Aku selalu merasa aneh jika diharuskan memakai aksesoris. Dulu pernah mencoba memakai cincin, aku merasa ketuaan. Kucoba memakai topi, enggak nyaman juga. Coba pakai gelang tali ala petualang gitu, err…enggak enak juga. Rasanya kayak ada yang ngeganjal gitu di jari, kepala, dan tangan.

Saat dulu masih lumayan sering mengikuti acara-acara blogger, biasanya blogger suka dikasih topi yang harus dipakai selama kegiatan di luar ruangan. Nah itu aku agak malu sih memakainya karena merasa kurang cocok jika kulihat bayanganku di cermin. Padahal bukan karena tak cocok, tapi karena tak terbiasa saja. Di mataku, penampakanku jadi jelek banget. Karena diharuskan pakai, ya sudah deh dipakai. Tapi akhirnya semua aksesoris itu kuhibahkan ke orang lain.
Lanjutkan membaca “Belajar Pakai Jam Ke Mana-mana”

Iklan

Tempat Membaca Favorit

Hampir semua buku yang saya miliki habis dibaca di kamar tidur, tepatnya di atas kasur. Hanya di situlah saya bisa menikmati hampir semua cerita dalam buku yang saya baca. Meski membaca sambil tiduran itu tidak baik, tapi tak ada yang lebih menyenangkan membaca sampai mata terkantuk-kantuk lalu terlelap dengan buku tergeletak di dada.

Dulu ketika saya masih kuliah, saya bisa tidak keluar dari kamar seharian sampai buku yang saya baca tamat. Yang paling parah adalah ketika membaca

Lanjutkan membaca “Tempat Membaca Favorit”

Solo Traveling or Group Traveling?

Dulu aku adalah seorang penikmat solo traveling. Yaitu bepergian seorang diri. Tidak dalam grup, berdua, bertiga, tapi sendirian saja. Kesukaan aku ini memunculkan pertanyaan bagi banyak orang yang mengetahui rencana yang akan aku lakukan atau setelah mendengar kisah-kisah perjalananku. Ini cukup aneh bagi mereka. Tak lazim.

Tapi bagiku, melakukan perjalanan seorang diri ini sungguh suatu perjuangan yang nano-nano, banyak rasanya. Karena mulai dari awal hingga akhir, perencanaan, keputusan, dan eksekusi ada di aku semua. Dengan pertimbangan-pertimbangan yang mungkin bersangkutan dengan orang lain juga tentunya. Apapun yang aku lakukan, konsekuensinya aku sendiri yang tanggung. Tak ada teman untuk berbicara. Kecuali yang aku temui di perjalanan. Mungkin ini yang menjadi pertanyaan bagi mereka, apa tak kesepian? Kemudian aku sadar, kesepian adalah teman.

“Travel far enough, you meet yourself.”― David Mitchell, Cloud Atlas
“Travel far enough, you meet yourself.”― David Mitchell, Cloud Atlas

Kepribadian seseorang terbentuk dari apa yang terjadi di masa lalunya. Itulah yang aku sadari kenapa aku lebih senang berangkat sendirian. Pada beberapa perjalanan yang lalu, aku lalui dengan beberapa orang teman yang ternyata tak sesuai dengan harapan. Ternyata benar pepatah yang mengatakan:

Jika kau ingin mengenal seseorang, bepergianlah dengannya.

Paling ganteng sendiri.
Paling ganteng sendiri.

Namun yang terjadi adalah kita (aku) bukan hanya mengenal teman seperjalanan tapi juga makin mengenal diriku sendiri dengan perjalanan bersama mereka. Aku seperti menemukan kepingan-kepingan puzzle yang hilang yang tak pernah aku rasakan hilang. Ternyata bukan mereka yang tak bisa memenuhi harapan-harapanku, tapi akulah yang tak mampu menjadi teman seperjalanan yang baik bagi mereka.

Belajar dari pengalaman masa lalu, aku tak kapok melakukan perjalanan dengan orang lain, bahkan yang belum aku kenal sekali pun. Aku menyimpan semua ekspektasiku pada rupa dan rasa perjalanan yang akan terjadi nanti dan membiarkan perjalanan itu memberi kejutan.

Traveling dalam grup adalah perjalanan yang membuka lebih banyak jendela untuk aku bisa melihat lebih leluasa ke karakter orang yang kutemani selama traveling. Dan aku ketagihan untuk melakukannya lagi.

Bagaimana dengan kamu, apakah kamu tipe traveler yang senang sendirian atau bersama teman-teman?

%d blogger menyukai ini: