Nyaris Terkepung Sungai Meluap di Air Terjun Toroan – Madura

Suatu hari di tengah siang yang panas di sebuah taman di Jakarta, aku menerima ajakan jalan-jalan ke Mojokerto dengan berat hati. Bukan karena berat badanku yang terus bertambah (enggak ada hubungannya #eheh) tapi karena menyadari dengan menerima ajakan itu berarti jumlah saldo di rekeningku akan semakin ‘ringan’ nominalnya. Apalagi dengan status calon pengangguran pada saat itu, melakukan perjalanan jauh bukanlah rencana yang bijaksana lagi bijaksini.

Alasan lain adalah karena aku sudah pernah ke sana. Coba deh baca ceritaku di Trowulan pada Mei 2015 silam di SINI.   Aku sudah menelusuri hampir semua sudut situs Trowulan. Tapi karena mendapat subsidi transportasi, aku terpaksa mengiyakan ajakan itu. Duh, susah memang yah menolak ajakan jalan-jalan bersubsidi! Tipikal orang Indonesia banget kan ya? Dan beberapa minggu kemudian, perjalanan itu pun terlaksana.

Tidak banyak perubahan di Trowulan semenjak terakhir kali aku ke sana satu tahun sebelumnya. Hanya kali ini, satu dari dua area situs perkampungan Majapahit yang berada di samping Museum Trowulan telah ditutup untuk umum, karena lantai papannya sudah mulai lapuk di banyak tempat. Selebihnya, areal situs Kerajaan Majapahit ini tetap…panas dan aura masa lalunya masih terasa kuat.

Jalan-jalan ke candi memakai blangkon.
Jalan-jalan ke candi memakai blangkon.

Terlepas dari kondisi situs bersejarah kebanggaan Indonesia tersebut, ada hal lain yang berbeda dengan perjalanan kali ini. Yaitu bisa bertemu dengan blogger seleb dan kondang penuh drama di jagad perbloggeran tanah air: Mr. Alid Abdul. Ditambah pula dengan atribut jalan-jalan super heboh. Kami mengelilingi areal Trowulan yang luas ini dengan memakai kain sarung dan baju lurik, lengkap dengan blangkon, selain gerah ternyata menarik banyak perhatian orang. Sayangnya enggak ada yang mau minta foto bareng kami.

Kami menyelesaikan tur Trowulan dalam sehari itu. Setelah mengunjungi museum, candi-candi megah, berziarah ke Makam Troloyo, lalu menikmati kuliner khas Jawa Timur di sebuah warung di pinggir kolam.

Sorenya kami meninggalkan Trowulan yang panas ke tempat yang lebih tinggi dan berudara sejuk: Pacet. Daerah dataran tinggi di Jawa Timur ini ternyata asyik juga untuk melepaskan penat setelah berjalan seharian di Trowulan. Kalau kamu mampir ke Pacet, bisa mencoba melemaskan otot-otot yang tegang dengan berendam di Pemandian Air Panas Pacet.

Pemandangan Pacet pagi hari dari penginapan.
Pemandangan Pacet pagi hari dari penginapan.

Bagi yang tidak nyaman dengan pemandian campuran, sebaiknya urungkan niatnya untuk berendam di sini. Karena kolam pemandian ini diisi oleh laki-laki dan perempuan, anak-anak, dan dewasa yang memakai busana yang bisa saja membuat salah satu ‘otot’ laki-laki lepas kendali.

Kami hanya menumpang bermalam saja di Pacet. Besok pagi-pagi sekali, kami langsung berangkat lagi menuju Surabaya. Tujuan kami cuma satu: melewati Jembatan Suramadu yang hits banget itu. Tapi ya masa ke Madura cuma mau melewati jembatan kan? Ya enggak. setelah googling, kami menemukan Air Terjun Toroan yang airnya langsung terjun ke laut.

Jembatan Suramadu yang terkenal itu. Menghubungkan Pulau Madura dengan daratan Jawa Timur.
Jembatan Suramadu yang terkenal itu. Menghubungkan Pulau Madura dengan daratan Jawa Timur.

Bagiku mengunjungi air terjun Toroan adalah highlight dari perjalanan ini, meski sebelum berangkat tidak direncanakan sama sekali. Aku juga baru tahu kalau di Madura punya objek wisata alam unik seperti air terjun Toroan.

Air terjun Toroan berada di Desa Ketapang Daya, Kabupaten Sampang, Madura. Kami tiba di sana sekitar 2 jam setelah menyeberangi jembatan Suramadu, melintasi jalanan beraspal kecil yang suasananya mengingatkanku dengan desa-desa di Pulau Bangka, Rumah-rumah kecil berderet dibatasi pagar. Semak ilalang dengan bunganya meliuk-liuk seolah menunjukkan jalan.

Di beberapa desa, rumah-rumah warga dipisahkan oleh semak belukar atau kebun dengan pepohonan cukup rapat. Laut baru terlihat ketika memasuki satu desa sebelum Desa Ketapang Daya. Namun aroma asin laut telah tercium jauh dari kampung-kampung ini.

Lokasi air terjun berada dekat sekali dari jalan raya. Di jalur masuknya telah disediakan tempat parkir dan warung makan. Di sampingnya dibuatkan tangga menyusuri tebing dan berakhir di pantai berkarang.

Langit di Sampang hari itu tertutup awan putih tebal. Sedangkan awan kelabu tampak menggantung di hulu.  Dari hawa udara yang ditiup semilir angin, aku sadar hujan akan segera turun di hulu. Namun waktu itu aku lupa jika di hulu hujan, sungai akan meluap hingga ke hilir. Aku, dengan semangat yang meluap-luap, kembali naik ke atas tebing lalu berdiri di tengah tebing  air terjun yang saat itu debit airnya masih kecil. Tebing air terjun terbagi dua, sisi kanan debit air lebih besar ketimbang sisi kiri. Setelah mengambil foto kawan-kawan di bawah, aku melompat ke seberang lalu turun ke bawah, ke sisi pantai yang lain.

Debit air terjunnya masih kecil, tebing batu di atasnya hanya sejengkal mata kaki.
Debit air terjunnya masih kecil, tebing batu di atasnya hanya sejengkal mata kaki.
Difoto dari tengah tebing air terjun. Airnya masih bening dan arusnya masih ga terlalu deras. Masih bisa jalan santai untuk diseberangi.
Difoto dari tengah tebing air terjun. Airnya masih bening dan arusnya masih ga terlalu deras. Masih bisa jalan santai untuk diseberangi.

Pantai di sekitar tempat aku turun ini juga berkarang dan dipenuhi sampah-sampah organik dan non organik. Lapisannya tebal sekali menutupi pantai yang berbatu karang itu. Sesampai aku di bawah, kawan-kawan berteriak sambil menunjuk-nunjuk air terjun. Karena suara air terjun lebih keras dari teriakan mereka, aku tak bisa mendengar dan memahami bahasa isyarat yang mereka sampaikan. Jadi aku mengangguk-angguk saja pura-pura mengerti dan santai nongkrong di atas batu karang sambil foto-foto. Kemudian aku tersadar kalau ada yang berbeda. Air terjunnya jadi lebih besar dan warna airnya menjadi coklat. Dan permukaan batu-batu karang yang tadi aku pijaki untuk sampai ke tengah mulai mengecil karena air semakin pasang oleh curahan air sungai tadi. Saat itulah aku merasa tolol sendiri. Haha…

Foto Air Terjun Toroan setelah aku diteriak-teriaki dari seberang. Baru sadar kalau air terjunnya semakin melebar dan warnya menjadi kecoklatan.
Foto Air Terjun Toroan setelah aku diteriak-teriaki dari seberang. Baru sadar kalau air terjunnya semakin melebar dan warnya menjadi kecoklatan.

Aku bergegas memanjat tebing, mengikuti jalan setapak lain yang mengarahkanku ke sebuah makam yang dikeramatkan. Terlihat dari bangunan khusus di atasnya dan kain-kain kuning yang menutupi nisannya. Tak ada tulisan apa-apa. Sekitar 20 meter dari makam, sungai dan ujung tebing air terjun tadi telah dipenuhi air yang mengalir deras, membawa semua sampah masyarakat ke laut.

Karena sungai tak bisa lagi diseberangi, tentu tak ada pilihan lain selain memasuki kebun warga dan berjalan kaki sampai 1 kilometer ke parkiran. Sudah lama enggak olahraga, jalan 1 km saja sudah terasa engap.

Kami kembali ke Surabaya malam itu juga, menyudahi perjalanan ke Situs Trowulan dan Air Terjun Toroan yang tak direncakana itu. Malam itu kami melewati hari terakhir kebersamaan kami di tanah Jawa Timur dengan mengungkit kembali kisah-kisah selama dua malam sebelumnya. Beberapanya dikisahkan kembali, beberapa yang lain kusimpan sendiri.

Iklan

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

23 tanggapan untuk “Nyaris Terkepung Sungai Meluap di Air Terjun Toroan – Madura”

  1. Nyaris kali BG, untung gx di gulung sama air yg tiba2 meluap. Kalau bahaso kito namoe lidah air tu bg!

    Btw, jowo banger wajahnya pakai blangkon gitu bg, hehehe

  2. wuihhh itu yg dikejar air dadakan tuhhh
    kalau gak sadar, bisa tergulung sama air :)
    Alhamdulillah.. bersyukur ada teman yang mengingatkan :)

    aku suka foto jembatan Suramadu :)

  3. yang nyaris terkepung itu padahal bisa didramatisir lagi biar gimana gitu hahahahahah….ngeri juga ngebayangin kalau tiba-tiba bandang yaa

  4. Beberapa spot yang ada di foto pernah liat, seperti pacet dan penampakan gunung penaggungan, tp khusus madura belum pernah ke sana.. makasih gan sharingnya..

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: