Sabang, Pesona Pariwisata Aceh yang Tak Pernah Lekang

Sabang selalu menyenangkan untuk dikunjungi kapan pun dan berapa kali pun kita sudah mengunjunginya. Ada rasa gembira yang meluap-luap ketika melakukan perjalanan untuk mencapai pulau paling barat negeri ini. Entah itu dengan menyeberangi lautan dari Banda Aceh ke Balohan atau melintasi udara dari Kuala Namo-Medan ke Maimun Saleh-Sabang.

Santai di Benteng Jepang, Anoi Itam

Sudah kali keenam aku kembali ke pulau berbentuk huruf W ini. Bukan jumlah yang banyak tapi kayaknya juga tidak terlalu sedikit untuk bisa mengenal Sabang dari berbagai sisi. Pun demikian pada setiap kedatanganku, ada saja tempat baru dan pengalaman seru yang didapat di Sabang. Boleh saja aku familiar dengan rute ke destinasi populer di pesisirnya. Boleh juga hafal suasana pantai dan sengatan bayi ubur-ubur saat snorkeling. Tapi kejutan-kejutan tak terduga setiap kali berkeliling di Pulau Weh inilah yang selalu membuatku rindu.

Entah pada kunjungan yang ke berapa, aku tiba di Sabang pada siang hari. Sepeda motorku melaju perlahan meninggalkan Balohan yang ramai dan meraung mendaki Tanjakan Semen. Terus mengikuti jalan menurun melewati Kota Atas yang sejuk dan berkelok menuju Kota Bawah yang agak panas dan lengang.

Siang hari adalah waktunya warga Sabang menutup toko-toko mereka dan bersantai di rumah. Seperti Kota Atas, Kota Bawah pun terlihat sepi. Bahkan tak ada kesibukan berarti di pasar tradisionalnya. Dok kapal yang tak jauh dari sana juga bebas dari aktivitas. Aku mendapati seorang bapak yang sedang beristirahat menikmati kopi sambil memandangi kapal yang sedang docking di hadapannya. Demi menghilangkan rasa pusing setelah turun dari kapal, aku ikut duduk bersama beliau dan mendengarnya bercerita tentang pekerjaannya.

Kapal docking di dekat Jalan Perdagangan, Kota Bawah.

Kecintaan seseorang pada laut memang tak ada peluruhnya. Pak Saiful, beliau yang kujumpai di dok, telah melaut sejak umur belasan tahun. Meninggalkan Langsa dan menjadikan Sabang sebagai rumahnya selama 47 tahun, tempatnya pulang dari pelayaran berminggu-minggu dari negeri orang. Rintangan ombak dan badai telah dilaluinya. Bahkan dicegat perompak pun tak membuatnya jera. Pak Saiful adalah salah satu sosok pelaut yang mirip benar dengan lagu Nenek Moyangku Seorang Pelaut yang sering kita lantunkan saat sekolah dulu.

Dunia pelayaran Sabang telah ada sejak akhir abad 18. Sejak Kolen Station dibangun pada tahun 1881 hingga aktivitas Pelabuhan Bebas Sabang tutup pada tahun 2004. Konflik dan bencana membuat pariwisata Sabang berada dalam kondisi yang menyedihkan. Namun beberapa tahun kemudian, wisata bahari Sabang kembali bangkit. Tak hanya banyak dikunjungi wisatawan lokal dan asing, aktivitas pelayaran juga meningkat dengan singgahnya beberapa kapal pesiar dan yacht melalui event-event internasional seperti Sabang Marine Festival.

Pun Sabang dikenal dengan keindahan bawah lautnya. Bahkan salah satu yang terbaik di dunia. Ada 20 dive spots yang tersebar dari Teluk Sabang hingga Pulau Rondo. Sayangnya saat itu aku belum berani mengambil kursus menyelam karena takut kedalaman dan kegelapan bawah laut. Tapi Sabang-lah yang akhirnya membuatku melawan rasa takut itu. Bersama Oja, teman seperjalanan dari Bangka Belitung, aku berenang dengan tekad yang dikuat-kuatkan. Kami berenang pelan-pelan namun jantung berdetak kencang hingga bisa kudengar suara detaknya dari dalam air. Seirama dengan denyut warna-warni cahaya yang mengalir pada sulur ubur-ubur ketika kami melintasi bagian laut dalam menuju Rubiah.

Berenang pelan tapi jantung deg-degan saat menyeberang ke Pulau Rubiah.
Foto setelah berhasil berenang ke Pulau Rubiah dari Iboih.

Selain pesona bahari, Sabang juga memiliki pesona alam lain yang jarang ada dalam daftar perjalanan pelancong. Seperti Danau Aneuk Laot dan pantai-pantai berbatu di ‘balik gunung’. Karena tak ada kegiatan populer yang dapat dilakukan di kedua tempat ini. Terlepas dari legenda dan cerita-cerita mistisnya, menyaksikan pergantian hari dan milkyway sendirian dari atas dermaga atau di depan tenda sangat membantu melepaskan beban di pikiran.

Selain kamping, kegiatan yang juga menarik dilakukan Danau Aneuk Laot adalah berinteraksi dengan warga yang beraktivitas di pinggir danau. Berlokasi di camping ground milik Bang Fatwa, aku menanti sore dengan mengobrol dengan pemancing yang biasa menambang pancing di pinggir dermaga. Juga peladang sayur yang menyiang dan menyirami tanaman di petak-petak kecil kebun. Sementara atlet-atlet dayung sampan giat berlatih hingga matahari akan tenggelam. Setelah itu, aku bebas berkontemplasi hingga mata tak sanggup lagi diajak kompromi.

Membantu Ayah menyirami sayur bayam di kebun pinggir Danau Aneuk Laot.
Menyaksikan milkyway dan bintang jatuh dari depan tenda.

Liburan di Sabang itu santai banget. Optimalnya, berlibur di Sabang itu 3 hari 2 malam. Namun jika hanya punya waktu 2 hari 1 malam pun kita tetap bisa menjelajahi hampir semua objek-objek wisata yang ada di Sabang dengan perkiraan waktu yang tak terlalu lama berada di setiap lokasi. Selain untuk menghemat waktu, aku selalu memilih menginap di Iboih karena lokasinya yang berada di tengah-tengah antara Gapang dan Nol Kilometer. Dan tentu biar bisa langsung snorkeling ke laut dari depan penginapan. Selain yang sudah aku sebutkan di atas, beberapa objek lain dapat digabungkan dalam daftar jelajah Sabang adalah Pantai Sumur Tiga, Benteng Jepang, Pantai Pasir Putih, Air Terjun Pria Laot, pemandian air panas dan Gunung Api Jaboi, dan Tugu Nol Kilometer.

Bisa langsung nyebur ke laut dari depan penginapan di Iboih.

Dengan waktu yang lebih banyak, perjalanan mengelilingi Pulau Weh tentu jauh lebih santai dan seru. Seperti ketika dalam perjalanan ke kolam air panas di Jaboi, aku tersasar di jalan yang sepi. Karena percaya dengan ‘get lost is good’, aku santai saja menyusuri jalan melewati hutan-hutan yang kemudian tembus ke sebuah desa yang anak-anaknya masih berlarian di pinggir jalan, bermain permainan yang hanya dimainkan saat aku kecil dulu. Sebutlah main ban bekas yang digulingkan dengan dipukul-pukul oleh anak laki-laki sambil berlarian. Dan yang perempuan bermain engklek di pekarangan rumah atau main timbang keong di atas bale-bale di bawah pohon jambu. Sementara ibu-ibu sibuk menjemur buah pinang di pekarangan.

Melihat ibu-ibu pulang dari kebun memikul hasil panen.
Saat laut surut, pantai dadakan ini menjadi arena bermain anak-anak.

Sabang selalu memberi rasa yang berbeda setiap kali aku datang berkunjung. Alamnya mengajakku melihat lebih dekat, mengenalnya dari sudut pandang yang berbeda. Pariwisatanya juga membuka mata banget kalau wisata tetap bisa sinergi dengan berbagai pihak. Baik itu pemerintah, masyarakat, dan wisatawan.

Semoga pesona bahari Sabang dan keindahan alamnya terus lestari. Warganya tetap ramah dan mengizinkan aku kamping lagi di Danau Aneuk Laot dan pantai-pantai sepinya. Dan semoga keinginan menyelami keindahan pesona bawah lautnya dapat diwujudkan.

“Happiness only real when shared.” – Christopher McCandless

Pariwisata Aceh

Iklan

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

53 tanggapan untuk “Sabang, Pesona Pariwisata Aceh yang Tak Pernah Lekang”

  1. I wish I can able to understand your travel blog as much as I desired to read it but I really can’t understand.But anyhow, you have great photos.. Keep traveling mate.

    1. Enaknya kalau ke Sabang itu 3 hari 2 malam, Nug. Seperti yang aku tulis dalam tulisan di atas. Tapi 2 hari 1 malam juga bisa. Prioritas lain selain Iboih adalah Tugu Nol Kilometer, Pantai Gapang, Gua Sarang, Pantai Sumur Tiga, dan Benteng Jepang.

  2. congrats ya mbak Citra eh salah mas Citra hehehe udah menang lomba blog Sabang, aku ikutan juga lomba tapi belum menang. salam kenal mas, aku asalnya dari Palembang dan udah beli tiket ke Banda Aceh utk bulan puasa pengen dapet info dari baca2 blog traveler asal Aceh

        1. Biasanya kalau bulan puasa, di mesjid-mesjid ada acara buka puasa bersama. Kalau ada jamaah perempuannya, mungkin kakak bisa ikut mengalami kebersamaan buka puasa bersama di mesjid ini. Terus lanjut taraweh. Kalau sore-sore bisa menikmati suasana berbelanja makanan buka puasa yg biasanya ramai di Peunayong dan di banyak ruas jalan di beberapa tempat lainnya.

  3. Apa? Enam kaliiii?! Aku sekalipun belum Cit. Duuuh, ini postinganmu bikin mupeng.
    Btw kalau di Sabang punya kenalan untuk sewain motor gak Cit? Aku butuh rekomendasi juga untuk nginap, diving dll.

    Bakal ngerepotin nih, mau tanya detail soal Sabang :-)

    1. Kalau penginapan dan sewa motor ada nih sama aku. Kalau untuk diving, ke Iboih aja. Ada 2 dive center di sana. Boleh, tanya-tanya aja. Aku siap direpotkan. :D

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: