Berkeliling Keraton Surosowan di Banten Lama

Serang adalah ibukota Provinsi Banten. Sebuah kota yang ramai dengan lalu lalang kendaraan berbagai jenis dan ukuran ini tak jauh berbeda dengan kota-kota lainnya di Pulau Jawa: Panas! Tapi kesan pertamaku ketika memasuki kota ini adalah semrawut. Aku disambut dengan semarak beraneka spanduk. Mulai dari pencalonan pemimpin daerah hingga iklan-iklan produk yang dipasang serampangan di sana-sini, di mana-mana. Di tengah terik matahari yang menggempur Serang, aku meluncur dengan sepeda motor menuju kawasan bersejarah kota ini, Banten Lama.

Banten Lama berada di Teluk Banten yang dulu adalah pusat Kesultanan Banten. Di kawasan Banten Lama ini ada beberapa situs bersejarah yang hampir semuanya hanya tersisa reruntuhan saja. Seperti Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, Benteng Speelwijk, dan Masjid Pacinan. Bangunan yang masih utuh seperti Mesjid Agung, Vihara Avalokitesvara, dan Danau Tasikardi.

Sisa-sisa Keraton Surosowan.

Keraton Surosowan

Yang tersisa dari keraton ini hanya pagar tembok yang kokoh laksana benteng. Benteng ini terbuat dari susunan bata tebal dan batu karang mengelilingi bangunan-bangunan keraton yang kini tersisa lantai-lantainya saja. Setiap pintu masuknya dibuatkan pintu jeruji besi dan semuanya selalu dalam keadaan terkunci. Ini untuk menghindari orang-orang melakukan perbuatan yang tak seharusnya dilakukan di tempat terbuka-if you know what I mean. ;)

Satu-satunya cara untuk masuk adalah dengan memanjat dinding pagarnya. Setelah menyantap semangkok bakso yang banyak dijual di kios-kios pinggir jalan, aku mencari dinding yang bi(a)sa dijadikan tempat untuk memanjat. Sebenarnya ini perbuatan yang kurang baik ya, selain berbahaya bagi yang tidak terbiasa panjat-memanjat, juga berbahaya untuk bangunannya sendiri: rentan mengalami kerusakan. Seharusnya pihak terkait memberi akses masuk dan keluar pada jam-jam berkunjung.

Kolam yang menampung air bersih hasil saringan dari Danau Tasikardi.

Keraton ini luasnya 4 hektar. Untuk mengelilinginya dibutuhkan waktu sekitar setengah jam. Aku harus berhati-hati bejalan di tengah rerumputan tinggi dan ilalang. Jika tak awas, bisa tersandung tonjolan bata, reptil, atau terjeblos ke dalam lubang.

Tak banyak yang bisa dilihat selain sisa-sisa bangunan keraton. Pun tak ada sketsa hasil rekaan bangunan aslinya untuk memperkuat imajinasi, aku mereka-reka saja fungsi bangunannya dari sisa-sisa lantai yang belum ditutupi semak.

Ada bangunan yang memiliki tangga yang berujung ke sebuah kolam kecil, mungkin ini kamar mandi untuk prajurit. Ada kamar-kamar kecil yang menyerupai jamban. Letaknya bersebelahan dengan dinding benteng. Lalu ada gedung utama karena berada di tengah-tengah, lantainya luas-luas dan ada teras yang lumayan lebar yang dibangun tinggi dari permukaan tanah. Beberapa teras dibentuk setengah lingkaran dengan undakan-undakan tangga. Paling belakang, di dekat pohon yang tumbuh satu-satunya di dalam tembok ini mungkin saja gudang atau pos penjagaan karena letaknya paling sudut dan menyatu dengan dinding tembok. Di depan salah satu pintunya ada sebuah tangga untuk naik ke atas tembok. Atau mungkin juga bangunan itu penjara karena ruangannya gelap dan sempit.

Pemandian? Ada kolam-kolamnya dan tangga-tangga untuk ke dasar kolam.
Ruang tanpa jendela yang menyatu dengan dinding benteng.

Di lokasi ini aku tidak menemukan seorang penjaga pun. Jadi tak ada orang yang bisa ditanyai perihal Keraton Surosowan ini.

Keraton Surosowan dibangun oleh Raja Maulana Hasanuddin (1552-1570) yaitu raja pertama Banten. Tembok yang mengelilingi keraton ini kemudian dibangun oleh raja kedua, Maulana Yusuf yang bertahta pada 1570-1580.

Keraton Surosowan ini sudah pernah dihancurkan berkali-kali. Kehancuran pertama terjadi akibat perang saudara antara Sultan Haji yang dibantu tentara VOC melawan Sultan Ageng Tirtayasa. Perang yang terjadi pada tahun 1680 ini dibayar mahal dengan kekalahan Sultan Haji dan kerusakan pada keraton yang parah. Setelah dibangun kembali oleh bantuan arsitek Belanda, Hendrik Laurenz Cardeel, keraton kembali berdiri megah.

Sultan Ageng Tirtayasa sendiri adalah salah satu sultan yang pada masa pemerintahannya membawa Kerajaan Banten pada puncak kejayaan. Wilayah perdagangannya luas hingga ke Sumatra dan hal ini menyebabkan Belanda merasa tersaingi. Sultan Ageng juga raja yang terkenal gigih menentang VOC di tanah Jawa.

Kehancuran berikutnya menjadi akhir dari kemegahan Keraton Surosowan. Sultan Banten terakhir yang bertahta tahun 1813, Sultan Rafiuddin, menolak bekerjasama dengan Belanda. Ini menyebabkan Gubernur Jenderal Belanda marah besar, Herman Daendels memerintahkan pasukannya untuk menghancurkan keraton ini hingga tak ada bangunan lagi yang bisa dihuni. Sejak saat itu keraton ditinggalkan dan tak pernah dibangun kembali, telantar hingga sekarang.

Semak yang semakin rimbun di tengah puing-puing keraton.

Jika dihitung-hitung, lumayan lama juga kesultanan Banten tunduk pada Belanda. Yaitu sekitar 133 tahun jika dihitung dari tahun perang saudara antara Sultan Haji dengan Sultan Agung Tirtayasa hingga penolakan kerjasama oleh Sultan Rafiuddin. Ini perhitungan sotoy aku saja sih. Bisa saja lebih lama lagi dari itu. Catatan sejarah yang kubaca, semuanya menuliskan informasi tahun-tahunnya seperti tersebut di atas. Kalau ada yang punya data lebih lengkap dan valid, boleh tuliskan di kolom komentar ya.

Pintu masuk keraton yang dibuat melengkung untuk menghindari tembakan langsung ke keraton dari pasukan penerobos.

Mengunjungi Banten Lama gampang-gampang susah. Jika kamu dari luar Jawa, ada banyak sekali penerbangan ke ibukota negara ini. Ada Garuda, Citilink, Sriwijaya, dan maskapai lainnya yang terbang hampir setiap harinya dari dan ke kota asalmu. Setiba di Jakarta, ada bis Prima Jasa yang melayani rute Kp. Rambutan-Serang-Cilegon. Atau dari Slipi juga bisa. Sesampai di Serang, kita harus melanjutkan lagi perjalanan menaiki angkot tujuan Pasar Lama yang kemudian lanjut lagi ke Banten Lama.

Iklan

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

15 tanggapan untuk “Berkeliling Keraton Surosowan di Banten Lama”

  1. Banten Lama itu seperti catatan sejarah yang sudah robek terbakar dan untuk mengumpulkannya kita mesti memunguti satu-satu :hihi. Pengen ke sana… ada persewaan motor tidak, ya? Soalnya sayang banget, Serang tak seberapa jauh dari Jakarta, terus di sana peninggalan sejarah kolonialnya adalah salah satu yang paling awal di Jawa–salah, yang paling awal malah. Apa yang terjadi dan dilihat di sanalah yang nanti akan menentukan nasib Indonesia untuk beratus tahun selanjutnya, sampai hari ini.
    Sayang sekali keratonnya sudah dalam kondisi seperti itu… (padahal BPCB ada di Serang tapi kok ya kayaknya ini belum ada kegiatan sih, minimal ekskavasi dan pembersihan ketimbang jadi ladang ilalang seperti ini). Minimal kalau ada rekonstruksi kan pengunjung bisa berimajinasi soal bagaimana Banten di masa jayanya dulu sebagai kerajaan penguasa Selat Sunda…

    1. Iya. Aku udah nyari-nyari gambar rekonstruksinya tapi belum ada. Konon peneliti yang dulu pernah meneliti katanya sulit melakukan rekonstruksi karena yang tertinggal hanya lantai bangunan.

      1. Berarti memang di zaman dulu semua bangunan keratonnya sudah luluh lantak… oke semoga bagian lantainya bisa dibersihkan dan dipagari agar tetap bisa dijaga :)).

  2. aku pernah kesana gan, fakta mengejutkan banten lama sekarang banyak dikunjungi masyarakat dari sekitar banten bahkan nusantara untuk berziarah, mistik gitu ane juga engga tahu gimn. engga banyak orang yang mengunjungi banten lama untuk mempelajari nilai sejarahnya, miris.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: