Belajar Menyelam

Keinginan untuk belajar menyelam itu sudah datang sejak lima tahun yang lalu. Ketika aku masih seorang buruh kantoran yang punya uang tapi tak punya waktu luang. Namun ‘hidayah’ itu justru benar-benar merasuki ketika aku tidak lagi bekerja dan harus mengirit setiap pengeluaran. Saat itulah salah satu ‘hutang’ ini menagih untuk kulunasi.

Salah satu bucket list: menyeberang dari Iboih ke Pulau Rubiah: DONE! Next: Open Water Scuba Dive!

Selain tekad yang dikuat-kuatkan, tak ada persiapan khusus lainnya untuk hari pertama mengambil lisensi Scuba Dive pada hari sabtu itu. Setelah menerima jadwal dari Kak Nu (co founder Darah Untuk Aceh) beberapa hari sebelumnya, besoknya aku berangkat ke Kolam Tirta Raya – Banda Aceh hanya mengenakan celana pendek dan kaos, serta tas serut hitam berisikan alat snorkeling dan sebuah buku catatan kecil dengan sebuah pulpen. Dari sekian banyak waktu mempersiapkan perlengkapan  itu, lebih dari setengahnya pikiranku dipenuhi bayangan suasana gelap di kedalaman air kolam. Aku pun mulai dihantui kenangan pada mantan keraguan.

Salt water heals everything.

Ketika tiba di kolam, debar jantung harus berlangsung lebih lama, sebab menunggu peserta lain dan instruktur yang baru tiba setelah lewat satu jam dari jadwal. Rasa tegang perlahan mencair ketika mereka tiba dan aku ikut membantu mengangkat peralatan selam. Dan yang bikin aku jauh lebih lega adalah teman-teman yang mengambil lisensi selam ini semuanya adalah pegawai kantor SAR! (Search and Rescue) Kalau pun kenapa-kenapa entar, aku ditangani oleh ahlinya. Hehe…

Latihan menyelam bersama Tim SAR di hari keempat. Seru dan konyol. :D

Hari pertama, kami dikenali dengan peralatan selam, fungsi dan spesifikasinya. Instruktur menjelaskan, peralatan selam ini wajib dikenali penyelam karena alat-alat inilah yang membantu kami untuk bertahan di dalam air. Katanya lagi, inilah nyawa penyelam. Kalau penyelam tidak paham dengan peralatan selam ini, yah sama saja dengan merisikokan diri sendiri dan buddy. Tapi tenang, mereka ini tidak serumit memahami hati gebetan, kok!

Berikut beberapa ‘nyawa tambahan’ selama menyelam:

  1. Masker, snorkel, dan fin. Yang pernah snorkeling, pasti ketiga benda ini sudah tidak asing lagi. Bagi yang belum: Masker adalah alat pelindung mata dan hidung. Snorkel alat untuk bernafas dari mulut. Sedangkan fin adalah alat yang dipasangkan di kaki untuk membantu daya dorong saat berenang.
  2. Tabung Scuba. Tabung yang menempel di punggung penyelam ini adalah sumber udara utama untuk bernapas. Tabung ini juga berfungsi untuk mengisi udara ke dalam BCD. Tabung scuba sering pula disebut tabung oksigen. Padahal isinya terdiri dari 79% Nitrogen dan 21% Oksigen.
  3. BCD/Bouyancy Compesator Device atau rompi selam yang fungsinya untuk membantu penyelam mengatur keseimbangan di dalam air, untuk melekatkan tabung scuba dan mengaitkan Regulator dan Gauge. Rompi ini dapat diisi udara. Sungguh godaan paling besar berada di rompi ini. Pengen iseng diisi-buang-isi-buang udara terus saat penyelaman. :D
  4. Regulator: alat penyalur udara dari tabung melalui First Stage ke Second Stage yang terdiri dari regulator utama (primary regulator) dan Octopus. Primary regulator ini alat utama yang digunakan untuk bernapas dan membuang napas. Sedangkan Octopus yang selangnya lebih panjang adalah regulator yang hanya dipakai saat darurat. Misalnya saat ‘pasangan hidup’ aka buddy kita kehabisan udara. Atau primary regulator punya sendiri bermasalah.
  5. Weight Belt/Sabuk Pemberat. Setiap orang memiliki daya apung yang berbeda-beda. Ada yang susah sekali mengapung, dan ada pula yang susah sekali tenggelam. Pun di kedalaman air tertentu, tekanan air membuat tubuh kehilangan daya apungnya. Makanya dibutuhkan pemberat berupa timah-timah selebar kepalan tangan yang disabukkan di sekeliling pinggang.
  6. Wet Suit. Pakaian selam ini berfungsi untuk menjaga suhu tubuh dan mencegah tubuh kedinginan. Juga berguna untuk melindungi badan dari koral-koral. Tapi kemarin itu pas belajar, aku belum punya wet suit dan hanya menggunakan kaos, manset lengan panjang, dan celana pendek.
    Sumber foto-foto alat selam dasar: EshamZhalim.

Itulah beberapa alat selam dasar yang dibawa penyelam menyelam. Dan masing-masing buddy yang akan menyelam harus memeriksa kelengkapan dan kesiapan alat-alat tersebut sebelum terjun ke air. Jika saat penyelaman terjadi kerusakan, buddy-lah yang akan membantu. Jadi kenali alat selam dan buddy-mu. Kali-kali cocok ya udah coba jalani aja dulu. #ehgimana?

Kalau aku memiliki daya apung negatif. Mudah sekali tenggelam.

Hari berikutnya kami mulai menggunakan alat selam dan berlatih teknik dasar seperti buoyancy (daya apung) dan mengisi udara ke BCD di kolam yang dangkal. Ternyata susah-susah gampang mengatur napas dan menyesuaikannya dengan pengisian udara ke BCD. Butuh waktu beberapa lama hingga daya apung menjadi netral. Daya apung setiap orang berbeda-beda. Seperti daya apung anak-anak dengan dewasa, orang gemuk dengan orang berotot dan kurus. Juga akan ada perbedaan daya apung pada orang yang memiliki kapasitas paru-paru kecil dengan paru-paru berkapasitas besar. Ternyata hal ini pula yang menyebabkan kenapa ada orang yang susah sekali belajar berenang.

Latihan dilanjutkan di kedalaman 6 meter. Percobaan pertamaku gagal. Baru dua meter turun, telingaku terasa sakit luar biasa. Aku kembali naik dan menenangkan diri sebentar dan melakukan ekualisasi. Yaitu dengan menjepit hidung dan meniupkan udara. Karena kedua lubang hidup tertutup, udara dipaksa keluar ke rongga telinga. Ini menyebabkan tekanan udara di telinga sama dengan tekanan udara di luar. Aku kembali turun perlahan-lahan sambil mengingat-ingat instruksi asisten instruktur. Ketika telinga kembali terasa sakit, aku naik sedikit dan ekualiasi. Begitu terus hingga mencapai dasar. Gara-gara keasyikan ekualisasi, ketika sampai dasar, aku jadi lupa instruksi di dasar ngapain aja! Haha…

Jarak pandang kurang dari satu meter karena warna air yang keruh akibat lumut tebal. Teman-teman terlihat samar. Kadang terlihat kadang menghilang. Ada yang tiba-tiba melesat ke atas. Ada pula yang terlihat berusaha berusaha keras mengobrol dalam bahasa isyarat. Lalu aku teringat pada kaca mata renang Dek Je yang dulu pernah tenggelam di kolam ini saat melompat dari papan loncat. Sayang aku tidak dapat melihat apa-apa di dasar sana kecuali lumut-lumut hijau yang berputar-putar mengikuti pusaran air dari kepakan fin.

Aku dan beberapa teman yang masih terlihat terus bergerak, berputar, mengambang di dekat dasar. Mungkin ada hampir setengah jam sampai aku merasa pusing dan mual. Hingga asisten instruktur masuk dan menyuruh naik. Ah lega akhirnya bisa menghirup oksigen lagi!

Ternyata belajar menyelam itu seru banget! “Kenapa nggak dari dulu ya?!” sesalku dalam hati. Belajar saja sudah seru begini. Bagaimana nanti menyelam di laut lepas? Enggak sabar menunggu besok tiba!

Baca juga: Menyelam di Lhok Me dan Pulau Tuan – Aceh Besar

Pelajaran penting hari itu selain teknk menyelam adalah pengalaman belajar menyelam ini sama seperti kita mendaki gunung. Peristiwa ini membuatku lebih mengenal diri sendiri. Mengenali batas-batas kemampuan dan bertoleransi pada kelemahan pribadi, buddy dan tim. Saling menjaga, memperhatikan, dan mengingatkan. Masih merasa kurang mendapat perhatian? Yuk cobain scuba dive! :)

Jempol abang buat adek yang bisa nyelam di hati abang.
Iklan

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

34 tanggapan untuk “Belajar Menyelam”

  1. Mas itu kok fotonya ada beberapa yang hilang ya? :hehe.
    Keren Mas, secara hampir tiga per empat wilayah Indonesia adalah laut, kalau tidak dijelajahi dengan menyelam rasanya kan kurang banget ya :hehe. Saya baru tahu bagaimana orang belajar menyelam itu dan kaitannya dengan tekanan udara di telinga :hehe, lama-lama aklimatisasi juga ya, lama-lama jadi mahir :hehe. Ditunggu cerita dari laut lepas, semoga bisa segera menyelami kekayaan laut Indonesia!
    Saya? Senasib dengan Om Nduut, berenang saja tidak bisa… :hehe.

    1. Iya nih. Aku juga bingung kenapa sekarang wp jadi begini atau emang di blog ku aja. Sering kejadian foto yang diunggah ga muncul. Tapi sekarang udah muncul, kan?
      Btw, kawanku bilang malah sebenarnya ga perlu lancar-lancar amat berenang kok. Tapi emang sebaiknya sih lancar berenang. :D

  2. jadi semakin sering kita menyelam semakin lupa ama mantan ya cit? #eh
    btw, selamat ya untuk sertifikat divingnya. insya Allah, kalau ada rezeki daku juga akan menyusul segera setelah gejala sinus ini mereda :D

        1. Kalau dengan peralatan selam bisa diakali dg rompi selam dan weight belt. Tp kalo normalnya sih susah. Kemungkinan kapasitas paru-paru kita kecil atau ukuran tulang yg besar-besar.

  3. waah aku juga pingin tuh diving, tapi takuutt hahaha .. parno rasanya nyebur ke laut, takut digigit ikan or ularr apalah apalah gitu citra hahaha .. snoorkling juga belum pernah nih.. jadi pingin aku

  4. aku nyelam tanpa beginian mas, tapi di umbul ponggok klaten, airnya segar sekali..tapi dalamnya keren kayak di lautan beneran, coba search umbul ponggok klaten. banyak blogger juga yang nulis tentang itu :)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d blogger menyukai ini: