“Tadi yang pas kita lewat Abdya itu Pulau Gosong, bukan?” tanya seorang rekan kerja ketika kami baru saja mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar selepas kembali dari Pulau Simeulue. Aku yang tak lagi memperhatikan ke luar pesawat setelah kami lepas landas dari Bandara Blangpidie satu jam yang lalu tak bisa menjawab. Rajuli, yang bertanya, mendeskripsikan pulau yang katanya berpasir putih dengan warna hijau daun yang kontras.
Waktu itu aku masih yakin tak ada pulau dengan deskripsi seperti itu di Blangpidie hingga aku bertemu dengan Rikar pada awal Juli lalu. Untuk meyakinkanku, Duta Wisata Aceh Barat Daya tahun 2010 ini menunjukkanku beberapa foto dan video kunjungannya ke pulau tersebut. Ternyata Pulau Gosong yang putih itu amat populer di kabupaten baru pecahan Aceh Selatan ini. Rikar dan Aku segera membuat rencana untuk ke sana.
Pulau Gosong adalah pulau yang tercipta dari hasil hanyutan pasir yang terjadi puluhan tahun di tengah-tengah gosong. Yaitu terumbu karang yang jauh dari daratan hingga di tengah lautan. Umumnya gosong berada di perairan dangkal seperti yang berada di depan Dermaga Ujong Serangga, Susoh, Aceh Barat Daya. Aku taksir jaraknya sekitar 500 meter dari dermaga. Pulau ini dapat ditempuh selama kurang dari 35 menit.
Hari itu cuaca amat cerah. Permukaan laut sedang dalam kondisi paling aman untuk piknik ke Pulau Gosong. Angin sejuk bertiup tidak kencang, mengimbangi panasnya sengatan matahari. Hanif, adikku paling kecil duduk di lantai boat menikmati pemandangan daratan ditengah riuhnya kawan-kawan seperjalanan yang asyik berfoto. Perjalanan ini mungkin akan menjadi perjalanan yang tak akan dilupakannya.
Boat melaju pelan di tengah celah terumbu karang dan menerobos pasir putih agar berhenti total. Kami segera melompat ke dalam air dan mengangkut semua barang ke pondok di pinggir pantai. Pondok ini sengaja dibangun untuk memfasilitasi pengunjung untuk beristirahat, berteduh dari panas dan hujan. Namun entah ulah siapa, hampir semua lantainya yang terbuat dari papan hilang!
Semua barang kami seperti nasi bungkus dan alat snorkeling diletakkan di atas rumput, di bawah rindang pepohonan cemara. Gerak langkah kaki kami mengejutkan kawanan belalang yang jumlahnya baaaanyak sekali. Mereka beterbangan dari rumput ke ranting-ranting cemara dan pohon waru. Tak banyak tempat bersembunyi di atas pulau ini tapi warna mereka berkamuflase dengan sempurna di tengah-tengah pohon dan rumput.
Tanpa aba-aba, beberapa kawan yang ikut sudah menceburkan diri ke laut. Lengkap bersama alat snorkeling dan underwater camera. Aku segera memasang alat yang juga di kepala lalu berenang menyusul mereka. Sementara itu Hanif tampak asyik sendiri bermain-main di pantai. Perairan yang kurenangi ternyata dangkal saja. Hanya sepinggang. Di situ pun terumbu karang yang hidup di dasar tak begitu banyak. Oleh seorang penyelam yang ikut bersama kami, membawa kami ke tempat yang lebih banyak terumbu karangnya. Kami harus berenang agak lebih jauh ke arah boat ditambatkan. Kedalamannya kutaksir sekitar 7 meter. Namun tingkat visibilitasnya masih amat baik untuk dapat melihat hingga ke dasar.
Tumpukan terumbu karang meluas tak terkirakan. Kebanyakan adalah karang meja yang di antaranya banyak mengalami bleaching. Warna putih dan ungu terlihat kontras di tengah-tengah lapangan karang berwarna coklat. Kawanan ikan kecil-kecil menari-nari. Namun terlihat seperti meliuk-liuk. Atau keduanya. Tak banyak jenis ikan yang dapat dibilang. Aku juga tak beruntung menyaksikan ikan napoleon yang katanya juga terdapat di perairan ini. Aku terpaksa harus kembali ke darat karena sendal yang kukenakan putus dan arus laut semakin kuat.
Aku berpegangan pada pelampung dan berenang perlahan menuju ke daratan di pinggiran arus. Bang Mus, penyelam yang tergabung dalam komunitas penyelam di Blangpidie ini menjelaskan beberapa hal tentang keselamatan ketika berenang di lautan. Jangan berenang melawan arus, tapi berenanglah menyerong. Jika di perairan berkarang dan dangkal, berenanglah di pinggiran karang. Jika tiba-tiba terseret arus, yang berarti ini dalam kondisi darurat, kita bisa berpegangan pada karang. Ingat, ini hanya jika terpaksa. Jika tidak, maka haram hukumnya bersentuhan dengan karang. Selain karena ada beberapa jenis karang yang beracun, juga karang amat rapuh. Seperti karang meja misalnya. Jika kita pegang saja ujungnya langsung patah. Padahal pertumbuhan karang pertahun hanya 1 cm saja. Coba bandingkan rapuhan mana sama hati kamu? #JagaLaut
Terumbu karang di Pulau Gosong terancam mengalami pemutihan terus berlanjut yang semakin luas akibat pemanasan global. Arus panas dari Samudra Hindia adalah ancaman langsung yang dapat kita rasakan saat berenang di atas terumbu karangnya. Ditambah lagi peracunan dan pengeboman untuk menangkap ikan yang kerap terjadi di kawasan ini. Semoga usaha kawan-kawan pencinta laut Abdya terus berlanjut dan membuahkan hasil untuk mengurangi pengrusakan karang oleh nelayan.
Dalam kurun waktu tiga tahun saja, wajah dasar laut di sekeliling Pulau Gosong banyak mengalami perubahan. Menurut pengakuan Rikar, tiga tahun yang lalu, lebih banyak lagi terumbu karang yang mentutupi dasar lautannya. Kini hanya tersisa terumbu karang yang hidup di kedalaman di bawah 5 meter. Sisanya telah berubah menjadi patahan-patahan akibat pengeboman. Namun Pulau Gosong memiliki para pecintanya sendiri. Kawan-kawan di sana sedang berjuang untuk memulihkannya kembali. Beberapa karang baru tampak tumbuh di tengah-tengah hamparan patahan karang. Anemon laut dengan ikan badut lucu berputar jenaka di atasnya.
Kini Pulau Gosong tak lagi terasing oleh dunia luar. Pesonanya kecantikannya mulai terendus dan banyak jejak telah ditinggalkan di daratannya yang putih. Berupa sampah dan jejak kaki yang tumpang tindih. Akankah pulau ini kembali terasing setelah kecantikannya kita isap dan meninggalkannya hancur?
Take nothing but pictures.
Leave nothing but footprints.
Kill nothing but time.–Baltimore Grotto.
Aku baru tahu soal fakta pertumbuhan karang itu, ternyata lama juga yak, padahal mungkin yang banyak ada banyak :(
Saluuut sama bang mus itu
yang patah
Banyaaak kali yang patah-patah, kak. Kasian liatnya.
Sad….
suka sedih bacanya kalau tau sebuah tempat yang sangat indah menjadi rusak karena ula manusia
Iya, Kak. Miris kali kan liatnya. Udah bagus-bagus, terus dikotori. :/
Amit-amit, semoga Pulau Gosong ini dijauhkan dari wisatawan tak bertanggung jawab. Semoga yg datang ke sini cuma wisataean terpelajar yg mau mengantongi sampah mereka dan membawanya pulang :)
Aaaamiiin…amin. Semoga semua wisatawan Indonesia cepat-cepat jadi terpelajar ya Kak Evi.. :)
Kangen kali lah… sama laut.
Ya udah ke Sawarna aja, Ri. Kan dekat tu. Kenalin Bara sama laut. :D
Nemoooo :D dan itu belalang lagi nganu ya? hehehe.
Bukaaan..itu belalangnya lagi main kuda-kudaan. Kan mereka masih anak-anak. Hahahahaa
Awal taun lalu ke Abdya, gak kepikiran maen kesini. Cantik tempatnya. Keren
Berarti harus ke Abdya lagi, Bang Henri. Seru lho Bang… :)
Sedih kalo udah lihat karang yang rusak. Kehidupan biota di dalamnya terancam. Mari jaga laut guys :(
Heummm, dia sudah snorkeling di sana rupanya. Asiiik.
Miris juga dengan kondisi di sana, sepertinya belum ada kesadaran penuh dari masyarakat (nelayan) setempat. Masa lantai papan dicabut (atau malah terhempas badai? :D) dan terumbu karangnya patah.
Mari #jagalaut :D
Iyo Uda Makmur. Ayo ke Pulau Gosong, #AyoJagaLaut :)
baru tau ada pulau gosong. by the way kapan2 pengen juga main ke situ. keren broo
Iya, Zakiul. Pulau Gosong emang keren. Pengen juga ke sana lagi. Nanti kalau sudah balik ke Aceh, semoga sempat ke situ lagi. :D
Semoga semua nya ikut menjaga kebersihan tiap pulau di manapun
Wiih, bersih banget.. Temen ku ada yang dari aceh mas, cuman dia ngak pernah bilang kalau pantai aceh kayak gini..
Iya Mif. Coba tanyain deh sama dia ada pantai apa aja di Aceh. Pasti dijawab. Kalo nggak ditanya ya nggak dijawab. :D