Mengungkap Rahasia ‘The Secret Beach’ Aceh: Pantai Lange

Tiga tahun yang lalu, aku mendengar banyak kabar tentang keberadaan sebuah pantai yang disebut-sebut ‘secret beach’. Begitu sebutan pantai yang berada di Gampong Lampuuk itu oleh beberapa orang yang gemar bertualang menyeberang hutan. Bahkan beberapa bule ikut bermain rahasia-rahasiaan tentang pantai ini. Aku penasaran seperti apa keindahannya. Saat itu google tidak membantu banyak menjawab rasa penasaranku. Belum ada pula orang yang menuliskannya di blog. Bahkan belum ada yang berani menunjukkan keindahan pantainya lewat foto. Hanya ada beberapa foto teaser yang menampilkan beberapa pejalan sedang memanggul ransel dan menandu barang-barang di tengah bukit pasir. Tak terlihat pantainya sedikitpun. Penyuka pantai mana yang tak akan penasaran?

Dua bulan yang lalu, seorang kawan mengajakku dan beberapa orang kawannya hiking ke secret beach tersebut. Mengendarai sepeda motor dari Banda Aceh ke Lamlhom, Aceh Besar, kami melintasi persawahan yang dipagari perbukitan, lalu berhenti di depan palang bertuliskan larangan bermalam di Pantai Lange dan pegunungan Lampuuk. Setelah semua teman-teman berkumpul, kami melajukan motor mendaki perbukitan dan menyusuri jalan setapak di lereng bukit. Kami melewati jembatan tua kecil yang sudah bolong-bolong lalu berbelok ke jalan setapak kecil yang hanya muat dilewati oleh satu motor.

Secret Beach yang membuatku amat penasaran itu bernama asli Pantai Lange. Pantai ini masuk dalam kawasan Gampong Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Sekitar lima belas kilometer dari kota Banda Aceh atau dua puluh lima menit berkendara sepeda motor. Bulan-bulan pertama aku tinggal di Banda Aceh, pernah sekali aku nekat membawa peralatan kemah dan mencari Lange sendirian. Karena tak tahu jalan, akhirnya aku tersesat di dalam hutan, keluar masuk ladang, digonggongi dan dikejar anjing penjaga ladang. Hingga akhirnya aku menyerah dan pulang dengan tenaga nyaris terkuras habis.

Tingkat kesulitan perjalanan ke Lange sebenarnya tak begitu sulit. Hanya saja amat menguras tenaga ketika perjalanan pulang karena tanjakannya yang panjang. Tanjakan ketika pergi hanya memakan waktu sekitar dua puluh menit. Bagi yang tidak biasa tentu agak melelahkan. Tapi ketika tiba di puncak, angin sepoi-sepoi akan memulihkan kembali tenaga yang hilang. Empat puluh menit selanjutnya kami lewati untuk menuruni bukit. Jalan setapak akan terus menurun hingga membawa kami pada lahan kosong bekas pembalakan. Sebuah pondok kayu berdiri di tengah lahan terbuka itu dan menjadi tempat beristirahat untuk meluruskan kaki dan mengusir penat pada betis.

Sudah bukan rahasia lagi bagi pengunjung Lange kalau kawasan ini menjadi pembalakan liar. Entah karena bukan hutan lindung atau dengan dalih hutan adat, pohon-pohon yang amat penting menjaga ekosistem hutan di Aceh Besar ini terus saja ditebang. Seperti ladang, ada musim panen yang pada saat itu tiba, pejabat kampung tidak akan memberikan izin berkunjung ke Lange sampai masa ‘panen’ selesai. Selidik punya selidik, ternyata mereka mencurigai pengunjung yang membawa kamera dan pekerjaan mereka diketahui aktifis lingkungan. Tentu sedih melihat kenyataan ini. Tapi apa yang bisa dilakukan? Mereka butuh uang, menjadi nelayan semakin sulit, berladang cengkeh juga tak selalu beruntung karena hama yang terus menggerogoti pucuk pohon. Tapi bukan berarti tak ada yang dapat diusahakan selain merusaki hutan.

Perjalanan kami masih panjang. Semakin lama berhenti, akan semakin kuat rasa kantuk dan malas menyerang. Ada tiga puluh menit lagi berjalan menyusuri bekas alur sungai yang kering. Pohon-pohon ara sebesar tiang jembatan dengan buah berwarna hijau menjuntai di pinggir alur. Bekas-bekas erosi pada tebing bekas sungai memperlihatkan akar sebatang pohon kapuk mencengkram tanah berbatu hingga bermeter-meter ke bawah. Lembar-lembar papan berserak pula di beberapa tempat di tepi alur. Suara cicit burung dan pekikan monyet mengantarkan kami semakin jauh ke dalam hutan.

Semakin jauh ke dalam hutan, beraneka ragam pepohonan semakin membuatku berdecak kagum. Sebuah pohon berkulit abu-abu sebesar dua pelukan pria dewasa, kulitnya mengelupas dan jika diamati ada beberapa jenis serangga aneh yang tinggal di bawah kulit yang mengelupas itu. Pohonnya sendiri tinggi menjulang dengan daun lebar-lebar. Agak jauh dari pinggir jalan, beberapa pohon raksasa menjulang dengan dahan membentuk kanopi. Besar pohonnya mencapai tiga pelukan tangan pria dewasa. Ada pula pohon yang setiap dahannya menjulurkan akar ke tanah dan menjadi tiang penyangga bagi dahan-dahan besar dan ‘berekspansi’ menguasai lahan di sekitar batang pohon induknya. Semakin mendekati pantai, pepohonan tumbuh jarang-jarang.

Penyusuran hutan berakhir ketika kami melewati sebuah kubangan di sebelah kiri jalan dan disambut bukit pasir. Permukaannya ditumbuhi rumput berwarna coklat dan hijau. Warna coklat pada rumput karena bekas pembakaran yang kemungkinan terjadi empat minggu yang lalu. Sebuah rumah shelter berdiri tidak jauh dari tempatku berdiri, dibangun dekat rawa dan jalan setapak di antaranya. Aku bergegas mendaki bukit pasir. Tak sabar melihat pantai yang penuh rahasia itu. Dan…Lange memang benar-benar menakjubkan. Pantai pasir putih kecoklatan melintang sejauh seribu meter yang kedua ujungnya bertemu tebing batu berlapis-lapis! Laut biru tosca mengamuk dan mendebur pasir dengan buih putihnya. Di ujung timur, sebuah kuala kecil selebar tiga meter mengalir di pinggir tebing batu. Warna airnya bening kecoklatan. Ikan berenang-renang di antara lumut-lumut yang menempel di bebatuan. Aku merendam kaki sebentar di dalam kuala dan menikmati sensasi sejuk air dan membiarkannya merelaksasi sendi kaki yang letih.

Ada sebuah benteng peninggalan Jepang di sebelah barat, di bawah lereng bukit pasir yang menghadap laut. Jika sore, kawasan ini akan dilalu-lalangi puluhan kawanan burung Kirik-kirik atau disebut juga Bee-eater. Burung cantik berwarna biru dan hijau ini adalah pemakan serangga dan bersarang di dalam tanah. Biasanya mereka mulai berburu di udara ketika serangga mulai berterbangan menjelang senja.

Hiking ke Lange tak cukup dengan menikmati panorama indah pantai, laut biru, dan perbukitan hijau yang memagarinya. Jika kita menyusuri pantai sedikit lagi ke arah timur, melewati kuala, dan sedikit uji adrenalin dengan memanjat tebing jika laut pasang, kita akan sampai ke Pantai Ie Rah. Pantai ini tersembunyi oleh serakan bebatuan yang berlapis-lapis di pinggir pantai. Saat pertama kali aku mengunjungi Lange dengan Muhib dan kawan-kawan, semburan air mancurnya tak terlalu tinggi karena kondisi air laut yang sedang surut. Dua minggu berikutnya, aku kembali ke Lange membawa kawan-kawan Gam Inong Blogger dan mendapatkan momen air mancur yang keren.

Kami tiba di Lange ketika tanda-tanda musim barat mulai terlihat. Air laut telah naik menutupi pantai pasir yang dua minggu lalu dapat kulalui. Aku dan delapan kawan yang lain harus bersusah-payah mendaki tebing batu, berjalan di pantai pasir gembur, dan terik mentari yang membakar agar dapat menyaksikan salah satu rahasia ‘secret beach’ ini. Hutan pohon keutapang yang teduh, padang rumput yang hijau dengan ratusan capung yang terbang di atasnya, dan semburan air dari celah batu karang di pinggir pantai terpampang di depan mata setelah semua rintangan dilewati. Pantas saja keindahan ini dirahasiakan oleh para petualang terdahulu. Tentu mereka ingin keindahan ini kekal tanpa didatangi orang banyak, yang jika itu terjadi, keindahannya akan segera digantikan dengan pemandangan sampah bertebaran di sepanjang jalan setapak dan di bawah pohon-pohon keutapang, teronggok di padang rumput, dan lebih parahnya dihanyutkan ke laut. Belum lagi para pencinta alam yang ingin namanya diabadikan di tebing-tebing batu yang sangat merusak pemandangan seperti yang terjadi di Lhok Mata Ie sana.

Sambil melepas lelah, aku duduk di rerumputan di dekat pantai, melihat semburan air dari dasar karang setiap kali ombak menghempas. Tapi tak lama aku segera bergabung dengan Bang Hijrah bermain di pancuran. Lubang di atas batu menjadi pancuran alami dan tempat mandi paling aman, karena jika berenang di pantainya terlalu berbahaya karena arus kencang dan gelombang yang lumayan tinggi. Tapi harus hati-hati bermain-main di air pancuran Ie Rah. Selain lantai batu yang sudah ditumbuhi rumput laut dan licin, di sekitar pancuran juga menjadi rumah bagi puluhan Echinodermata yaitu sejenis bintang laut yang berduri keras seperti bulu babi. Hanya saja durinya tak lebih panjang dari empat sentimeter.

Fenomena semburan air ini hanya terjadi jika level air laut agak sedikit lebih rendah dari batu karang di bibir pantai dan hanya terjadi ketika air sedang perlahan-lahan surut atau pasang. Pada musim angin barat, ketika permukaan laut lebih tinggi, air mancur tidak akan terlihat. Jadi jika ingin ke Lange, selain sudah mengantungi surat ijin dari kepala mukim Lampuuk, cari tahu juga musim angin yang sedang berlangsung pada saat itu. Karena jika bepergian pada Musim Angin Barat, laut dan angin sedang bergejolak hebat.

Seperti kata pepatah, sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Begitulah jika mengunjungi Pantai Lange. Karena tak hanya garis pantai panjang nan indah saja yang dapat membuat galau, tapi ada Pantai Ie Rah yang tak kalah memukau. Jika diibaratkan, Ie Rah adalah seorang gadis desa yang cantik jelita. Siapapun yang melihatnya akan jatuh hati pada pandangan pertama. Namun untuk mendekatinya, kau harus berjalan selama berjam-jam dari kota dan melewati dakian penyesalan. Ah, andaikan aku bisa bermalam satu malam saja di Ie Rah, it would be nice.

Penulis: Citra Rahman

Blogger cilet-cilet aka blogger ecek-ecek. :D

42 tanggapan untuk “Mengungkap Rahasia ‘The Secret Beach’ Aceh: Pantai Lange”

  1. Asyeek, habis baca lagi tulisan Citra yang kaya akan diksi, terus foto-foto yang sangat memukau, eeh malah ada video yang bikin merindang di akhirnya (soalnya tadi dikira foto hehee)

    it have been nice, dude :-)

  2. Wah keren tulisannya, yg dibahas jg bagus. Aku baru tau ada pantai ini dan jadi pengen kemariiiii. Semoga lain kesempatan bs diantarin jalan kemari ya ahahahha

  3. Kereeen,,, pengen jd backpacker cilet cilet jg niii,,,,:D
    baru mau rencana wet-wet ke langee,,, nemu seuramoe liza, piyoh, maa backpacker cilet cilet…
    haseeeek juga jd aneuk blogger,,, :D

      1. ada formulir pendaftaran tuk gabung di backpacker Cilet cilet Gak,,,, ;p
        Oooouuwh yaa,,, minggu kemaren tercapai juga visit de langee nyaa,,,:D
        Puaaass,,,!!! Gak rugi khusus dari Lhokseumawe naek motor tujuan langee,,,
        tp hamper kecewa,, dengan adanya spanduk DILARANG MASUK,,,
        dengan pasang mukak iba sikit akhirnya di kasih izin masuk dr goweser yg katanya penduduk mukim langee jg,,, ;p

  4. Bang, itu jalan masuknya lewat mana ya?
    Soalnya sering dengar nama langee dari temen, tapi pada ga tau dimana :D
    Dan katanya susah dapat izin masuknya ya :D

    1. Susah juga jelasin di sini jalan masuknya. Itu masuk lorong-lorong lagi. Coba aja eksplore dari Lampuuk jalan terus melewati mesjid putih tu..nanti ada papan petunjuknya. good luck… :D

Tinggalkan Balasan ke Ihan Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.