Meski badan terasa remuk setelah hiking ke air terjun Lau Balis kemarin, rasanya bangun pagi di hari jum’at itu sangat menyiksa, apalagi ketika harus berhadapan dengan air dingin di kota Medan ini. Dengan setengah memaksakan diri aku hanya menyikat gigi dan mencuci muka lalu buru-buru diantar ke bandara Polonia oleh Ijah, seorang kawan dari Backpacker Medan.
Pukul 10. 45 aku mendarat di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Yang meski sederhana tapi bersih dan nyaman. Cuma aku bingung harus mengambil jalan mana untuk keluar dari kompleks bandara ini. Maklum, jarang-jarang masuk-keluar bandara. Masih udik. Untungnya ada dua orang kawan yang ternyata sudah menunggu dan kami berangkat ke penginapan sama-sama.
Kami menaiki angkot menuju penginapan By Moritz di Jalan Kebon Jati, Luxor Permai. Perjalanan itu tersendat-sendat karena berbarengan dengan jam bubar sekolah. Lalu kami memutuskan untuk berjalan kaki saja sambil mencari warung untuk makan siang. Kami memasuki sebuah Warung Tegal dipinggir jalan. Aku yang terbiasa mengambil sendiri nasi, lauk, dan sayur tapi disini semua dilayani. Kalau di Aceh, makanan yang kita bayar hanya nasi dan ikannya saja sedangkan sayur tidak masuk hitungan. Tapi tidak di warung ini, semuanya dihitung, walaupun sedikit.
Sambil makan, aku kembali meningat perjalanan singkat di dalam angkot tadi. Bandung yang kulihat dari balik kaca jendela angkot ternyata benar-benar berbeda dari Bandung yang kubayangkan sebelumnya. Ketika dalam perjalanan dari bandara ke penginapan aku melihat beberapa jalan yang tampak begitu semrawut. Kios-kios, bengkel, rumah-rumah petak kecil yang seluruhnya terbuat dari seng atap berdiri persis di pinggir jalan. Kontras sekali dengan gedung-gedung permanen di belakangnya.
Aku, Ari dan Nisa sudah tiba di penginapan By Moritz. Di penginapan, aku sempat tertidur sambil menunggu Hakim. Kawan lama semenjak bersekolah di SMK dulu yang sekarang sedang meniti karir di Jakarta. Hakim dan keluarganya pindah ke Bukittinggi ketika kami masih duduk di kelas 2 SMK. Perlahan si pemalu ini hilang tanpa kabar lalu facebook mempertemukan kami kembali. Secara fisik, tidak ada perubahan, hanya sikap yang berubah drastis. Semakin dewasa dan tidak malu-malu lagi. :D
Agenda siang itu adalah mengunjungi Saung Angklung Udjo di Jalan Padasuka 118. Kami bergegas mencari angkot karena mendung semakin tebal. Dibutuhkan dua kali naik angkot untuk mencapai Saung. Dan ketika menyambung angkot, hujan turun dengan sangat lebat dan banjir hingga semata kaki di beberapa ruas jalan yang kami lewati.
Syukurlah pagelaran seni di Saung baru saja dimulai. Setelah membayar tiket seharga Rp.60.000,- perorang, aku segera memasuki gelanggang dan mencari tempat duduk di sisi kanan paling atas. Sekelompok anak laki-laki sedang beraksi dengan membawa payung dan mengibarkan bendera warna-warni di tengah gelanggang. Ternyata mereka sedang memainkan Haleran. Yaitu pengisi pada upacara tradisional khitanan dan upacara panen padi. Irama angklung yang bernada ceria memang untuk menghibur dan menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan atas panen yang melimpah.
Setelah Haleran selesai, kami dihibur dengan penampilan Sakatalu. Sebuah band remaja yang memasukkan angklung sebagai salah satu alat musik mereka. Band yang juga finalis IMB 2012 yang tayang di Trans TV ini membawakan lagu Tompi dengan gaya yang jenaka. Vokalisnya bernyanyi lumayan bagus, penambahan musik angklung di setiap lagu yang mereka bawakan membuat setiap lagu menjadi fresh dan enak didengar. Setelah itu Tari Topeng dan Tari Merak digelar berurutan yang kemudian dilanjutkan dengan aksi anak-anak memainkan angklung dengan lagu-lagu dari berbagai negara dengan alunan nada yang dinamis.
Lalu tibalah pada sesi yang paling menyenangkan dari keseluruhan pertunjukan. Yaitu bermain angklung bersama. Setiap pengunjung dibagikan angklung dengan nomor yang berbeda. Lalu pasangan MC di depan mengajarkan kode-kode tangan untuk setiap nomor angklung yang kami pegang dan menggoyangkannya kuat-kuat. Setelah semua hafal dengan kode tersebut, kami dikomandoi dengan kode tangan tadi dan memainkan beberapa lagu. Setiap nomor angklung yang diberikan ke setiap pengunjung menghasilkan nada-nada yang berbeda dan jika dimainkan sesuai dengan petunjuk MC dengan ritme yang berbeda akan menghasilkan harmoni yang unik.
Pertunjukkan yang digelar setiap harinya oleh Saung Angklung Udjo ini benar-benar keren! Mengajak semua orang untuk memainkan alat musik tradisional dengan cara yang sangat menyenangkan. Selain menghibur, pengunjung juga mendapat edukasi menarik terkait angklung dan kesenian Sunda lainnya. Semoga ide brilian ini dapat dicontoh oleh daerah-daerah lain untuk melestarikan kesenian dan kebudayaan daerah. Sudah seharusnya kebudayaan dan kesenian dipelajari, bukan hanya jadi tontonan saja.
Tiketnya bukan 50rb hai.. tapi 60rb.
oh udah naik ya? :D
Emangnya Bandung yang terbayang di kepala kakamaman seperti apa? Jangan bilang Bandung Tempo Doeloe yah…mwahahahaha..
pertanyaan ini aku jawab di tulisan Trip Bandung berikutnya yaaaa… hahahaha
pertanyaan ini aku jawab di tulisan Trip Bandung berikutnya yaaaa… hahahaha
Selalu gagal mampir ke Saung Udjo kalo travelling ke Bandung :(
Next Year harus ke sini… *catet di list dulu* hehhehe…
Seru lho, Bang. tapi aku pengen ke Baduy deh.. :D
Dunia tetap luas, manusianya aja yang saling terhubung.. Hihihi ternyata Bang CR temenan sama Bang Harun :)) *komentarOOT*
kemaren gak sempat mampir kesini, pas maen ke bandung :(
Rencanakan lagi, Mi. Seru lho.. Awalnya aku pikir akan membosankan di Saung Angklung itu, ternyata menyenangkan sekali. :D
Ahaa, its pleasant conversation about this article
at this place at this blog, I have read all that, so
at this time me also commenting here.
Terima kasih :)