Lahok

Berhari kami menanti sampai tiba juga saatnya menikmati lezatnya seekor lobster atau lahok dalam bahasa Simeulue.

Salah satu isi agenda yang turut saya masukkan dalam kunjungan ke Sibigo dua hari (28/12/08) yang lalu salah satunya juga untuk mencari udang lobster tersebut. Namun gagal karena di sana bukanlah daerah penghasil lahok.

Ketika giliran dua anggota tim kami melakukan pemeriksaan di sebuah PLTD unit di Desa Kampung Aie, yaitu desa yang memiliki banyak kerambah lobster; saya pesan untuk dibawakan seekor lobster. Dan mereka benar-benar tepat janji. Tahun ini saya berhasil menikmati seekor lobster yang kita bagi bertiga.

14

Lahok. Lumayan enak juga, rasanya hampir-hampir sama dengan udang dan kepiting tapi ada sedikit perbedaan rasa yang saya sendiri tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya. Hehe…em…mungkin perbedaan rasanya muncul karena nama yang disandangnya dan harganya yang mahal atau….karena lapar? Hahaha…

22

Iklan

Bagian lain Indonesia

12

2

3

Di sebuah desa antah berantah, puluhan kilometer dari ibukota kecamatan yang memiliki sarana kesehatan dan pendidikan dan agama. Nun jauh di sana. Antara Sinabang dan Sibigo, sebuah pondok papan berdiri di pinggir jalan yang menjorok di atas jurang dangkal. Sebuah keluarga sederhana hidup dari menangkap ikan dan menambal ban. Penerangan dari lampu strongkeng dan selebihnya hanya gelap belaka, daerah ini belum tersentuh jaringan listrik sama sekali. Setiap malam mereka diserang gelap dan nyamuk serta serangga lainnya, lalu siang hari mereka diterpa debu jalan yang tak kunjung beraspal, pacat yang menggeliat di atas bukit di depan rumah mereka, asap dari tungku yang menyesakkan dada, lalu ombak laut ketika sang bapak pergi melaut ditemani anak atau istrinya. Setiap malam dan terus bergantian.

Bertahun anak-anak ini melewati masa-masa kecil mereka bersama orang tua yang berpindah-pindah dari Rantau Prapat, Sibolga, Medan, Nias lalu kembali terdampar di  kampung halaman bapak dan ibunya, Simeulue. Kerasnya hidup, menempa mereka menjadi pribadi yang kuat nyaris tak takut pada apa dan siapapun.

Setiap hari anak-anak itu diboncengi hingga ke sekolah yang berjarak puluhan kilometer, menghirup debu dan dipanggang terik matahari dan menempuh perjalanan berbahaya. Pulang sekolah, mereka bermain bersama. Hanya berempat atau bertiga jika si sulung harus membantu ayah melaut. Setiap hari.

Mendengar cerita anak-anak ini, seperti melihat foto-foto yang berserak dari albumnya.

“Kau lahir di Medan!”

“Aku lahir di Rantau!”

“Abangku lahir di Sibolga!”

“Kalau aku lahir di Nias!”

4

The real adventure

The real adventure

Pukul 3.50 WIB waktu di Sibigo

Kami bertolak kembali ke Sinabang dari kantor Sibigo dengan rasa puas hati. Senang karena telah berhasil melewati medan yang sulit.

Belasan kilometer kita lalui dan rasanya begitu cepat melewati jalan-jalan yang tadinya kita lewati. Rumah-rumah bantuan yang kecil mungil, rumah-rumah papan yang hampir ambruk tapi masih dihuni, tower BTS Telkomsel yang tidak berfungsi lagi karena belum ada aliran listrik di daerah itu. Warga hanya diberi bantuan genset untuk penerangan pada malam hari.

Lalu kami sampai pada hutan lebat di kiri kanan jalan yang belum diaspal, ban motor Bang Acon bocor! Dan parahnya ban belakang pula yang bocor. Karena pemukiman penduduk masih sangat jauh, pasti akan sangat menguras tenaga dan waktu jika harus mendorong. Bang Acon terus mengendarai motor tapi duduknya dimajukan ke depan-di atas tangki bensin. Beuuh, pasti posisi itu sangat susah baginya karena harus mendaki dan menuruni beberapa bukit yang berbatu-batu dan berlubang dan becek dengan ban bocor, ditambah lagi dengan berat badan yang overweight.

Alhamdulillah, seseorang yang kami temui di jalan memberitahukan kalau ada bengkel tambal ban sekitar 300 meter di belokan yang tadi sudah terlewati. Saya membantu Bang Acon mendorong motor hingga sampai ke bengkelnya.

Setengah jam kemudian, berpeluh keringat saya mendorong motor mendaki bukit dan memasuki perkampungan dan menemukan bengkel tersebut. Alhamdulillah, cuma bocor halus dan kita bisa jalan lagi setelah ditambal.

Penderitaan kita ternyata belum juga usai. Beberapa kilometer kemudian giliran motor yang saya tumpangi pula yang bocor. Ban belakang! Dan lokasinya pun tidak tanggung-tanggung. Tepat di tengah-tengah perbukitan kebun kelapa sawit! Saya harus joging mendaki bukit0bukit dan sukses melampaui dua bukit. Terakhir baru saya tahu kalau bukit tempat saya joging itu terkenal angker.

Cahaya matahari mulai pudar. Maksudnya sore, cui! Hehe..sok puitis nih Citra. Iya, saat magrib kita menemukan bengkel di tepi jalan tak beraspal. Sebuah rumah papan yang dibangun di tepi tebing jalan. Di belakangnya terlihat sebuah teluk mungil dan beberapa motor diparkir di tepi pantainya. Terlihat beberapa orang sedang menarik-narik tali pancing.

11Itu foto motor kami yang bocor. Kata Abang Tukang Tambal, ban dalamnya harus diganti karena besi pentilnya lepas dari karet ban. Kami menunggu tukang tambal itu membeli ban di bengkel lain selama setengah jam dalam gelap malam. Satu-satunya penerangan adalah dari lampu strongkeng yang dikerubuti anai-anai dan serangga malam.

Sesampainya b eliau bercerita kalau dia baru saja melihat ular sebesar paha di dalam rawa.

Lemas lah semangat kami mendengar kabar tak enak itu. Hari sudah malam dan perjalanan masih begitu jauh. Rintangan pun masih begitu berbahaya. Mendengar berita itu membuat nyali kami ciut. Tapi tak bisa pula kami berlama-lama di sana. Harus segera pulang setelah ban siap terpasang.

Menembus gelap malam dan melalui jalan-jalan yang rusak parah dan licin. Udara dingin kadang-kadang menyergap kemudian hawa hangat merayap menyelubungi kulit. Suasana sering mencekam karena tak ada yang berani lagi mengeluarkan joke.

Berjam kami terus berjuang di gelap malam dengan beberapa kerusakan pada spare part motor. Lalu akhirnya memasuki zona aman yaitu daerah yang berpenduduk sekalipun debu tebal beterbangan ke segala penjuru. Sedikit melegakan.

Jam 9 malam kita tiba di Sinabang. Alhamdulillah. Petualangan yang sebenarnya telah usai malam itu. Hahhh…Akhirnya rasa penasaran itu pupus juga. Terobati sudah.

Sibigo. Petualangan dimulai

Minggu, 28 Desember 2008

Perjalanan ke Sibigo

Saya terduduk pasrah ketika tidak ada kendaraan lain untuk membawa saya ke Sibigo bersama Bang Acon dan Bang Mukhlis. Yah, tadinya saya sudah berpikir mungkin akan ada kesempatan inventarisasi semester bulan tujuh tahun depan. Tadinya sih…tapi alhamdulillah Bang Mukhlis memanggil saya dan bilang kalau mereka berhasil mendapatkan satu motor lagi.

Saya pun sumringah dan segera naik ke boncengan di belakang Bang Mukhlis. Bang Acon mengendarai motor sendirian. Oh yes! Saya senang sekali akhirnya berkesempatan juga ke Sibigo. Betul penasaran sekali saya untuk dapat melihat langsung salah satu desa terjauh di Kecamatan Teluk Dalam ini. Perjalanan yang menempuh jarak sekitar 103 KM dan menghabiskan waktu sekitar 4-5 jam ke Sibigo. Daerah ini pernah juga didatangi oleh manajer kami bersama beberapa pejabat lainnya dan beliau sangat berkesan sekali tentang daerah ini. Saya makin penasaran ada apa dengan Sibigo sehingga mendapat perhatian begitu besar oleh sang manajer.

Jam 9.15 waktu Sinabang dan sekitarnya, saya, Bang Acon dan Bang Mukhlis mengendarai dua sepeda motor masing-masing Yamaha Win dan Honda Tiger. Kedua motor ini memiliki kerusakan pada beberapa onderdilnya. Parah!

Motor yang saya tumpangi remnya blong! Motor yang dibawa Bang Acon shock depan-belakang tidak lagi berfungsi serta roda belakang yang sudah baling.

blog11

Salah satu pantai yang kami lewati dalam perjalanan ke Sibigo. Boat-boat yang sedang diparkir di pantai danau kecil di depannya. Perjalanan kami masih terasa terasa nyaman karena jalanan beraspal. Walaupun berlubang di sana-sini dan debu yang berterbangan karena ada beberapa ruas jalan yang sedang ditimbun.

blog21

blog31

Bang Acon memimpin di depan. Jalanan tak lagi beraspal, hanya kerikil padat dan bebatuan keras yang tajam dan bergelombang-gelombang. Sekali-kali kami melewati jalanan berlumpur yang baunya seperti kubangan kerbau.

blog51
Bang Mukhlis

Inilah Bang Mukhlis. Sengaja berhenti sebentar untuk difoto dengan latar kebun kelapa sawit yang bermasalah itu. Hehe…

blog42
Banb Acon

Bang Acon-the leader! Salut buat Bang Acon! Biasanya, pegawai lain tidak akan mau lagi ke Sibigo setelah kunjungan pertama. Tapi tidak bagi Bang Acon, beliau malah oke-oke saja membawa kami ke Sibigo dan semangatnya juga tak kalah dengan kami yang usianya jauh lebih muda.

Tiga setengah jam perjalanan yang melelahkan tapi seru akhirnya berakhir di desa tujuan kami. Sibigo!

Ternyata daerah ini jauh sekali dari bayangan saya selama ini. Ternyata malah lebih banyak bangunan, sepi dan berciri khas pesisir pantai sekali!

Pusat Desa Sibigo
Pusat Desa Sibigo
Dermaga boat penyeberangan antar pulau
Dermaga boat penyeberangan antar pulau

Setelah membersihkan muka yang dibedaki debu selama perjalanan tadi, kami bertiga makan di warung tepi pantai berkarang dengan view pulau-pulau kecil.

Setelah makan siang, kami bergerak ke kantor unit Sibigo, sekitar 2 kilometer dari warung/pantai tempat kami makan tadi. Dalam foto di atas, Bang Mukhlis yang sedang mengeja Sibigo sebagai bukti bahwa dia sudah berada di Sibigo.

blog8

Setelah sesi pemotretan selesai dan kita shalat dhuhur. Saya bergolek-golek di pos satpam, tadinya mau istirahat sebentar…beberapa menit kemudian saya malah pulas sampai dibangunkan Bang Mukhlis, waktunya pulang!

Hoaaaahhh..masih sangat mengantuk sekali! Sempoyongan saya berjalan ke arah kawan-kawan outsourcing yang berbeda nasib dan berbeda tanggungan di kantor. Hehe…

Terus kita pamit-pamitan dan pulang.

Hm…ini belum selesai, bru! Petualangan yang sebenarnya malah akan kami lalui pada perjalanan pulang ke Sinabang. Yang tadinya kami hanya menghabiskan waktu 3,5 jam ketika pergi, tapi pulangnya kami harus kemalaman di hutan raya. Ikuti petualangan kami selanjutnya ya…

Krucukan di Salur (Lasikin)

Mendadak hujan!

Sabtu, 27 Desember 2008

Sarapan sebentar di warung nasi di samping kompleks pelabuhan, terus kita bermobil ke kantor dan bertemu dengan manajer ranting. Setelah bersalam-salaman kita dibawa ke penginapan-Losmen Simeulue namanya. Untuk kamar ekonomi dikenakan biaya 65.000 rupiah permalam. Two beds dan saya minta sekamar saja dengan Bang Mukhlis dan Bang Andi-karena sama-sama tidak merokok dan kita bertiga adalah yang paling muda diantara bertujuh. Hehe…dan saya tetap yang termuda lah pastinya.

Sampai di losmen kita tidur lagi dan begitu nyenyak tapi tiba-tiba dibangunkan pada jam makan siang. Kepala jadi pusing karena masih pengen tidur. Terus kita sama-sama ke kantor dan makan. Nasi bungkus dan lauknya ikan kukus yang rasanya bener-bener maknyuuuuss…Enyak enyak enyak enyak…

Cuaca siang ini cerah, udara panas. Langit berawan. Ketika sedang makan, tiba-tiba hujan turun. Padahal tidak ada awan mendung. Dua menit kemudian hujan berhenti dan udara kembali panas lagi. Hm…cuaca yang sudah menjadi biasa di pulau Sinabang, tapi perubahan cuaca yang tiba-tiba berubah begini bisa berbahaya bagi pendatang jika daya tahan tubuhnya lemah.

Setelah kenyang, saya jadi ngantuk dan pengen tidur tapi Bang Acon mengajak kami berjalan-jalan ke Lasikin, sekitar 20 KM. Ada salah satu kantor kami di sana. Di tengah perjalanan ke sana, hujan pun tiba-tiba turun lagi ketika udara sedang panas-panasnya dan segera pula hujan berhenti dan panas lagi. Uffff…cuaca yang aneh…saya pun jadi aneh. Buka tutup-buka tutup kaca mobil gara-gara hujan dan panas.

Kita tiba di Desa Salur. Daerah pesisir ini rencanya akan jadilokasi kita bisa berwisata kuliner. Ada beberapa warung di tepi pantai yang menyediakan masakan-masakan ikan segar yang rasanya…emmm…top lah! Ough…menulis ini membuat saya membayangkan ikan-ikan itu tersedia di depan saya dan segera menjadi lapar! Tapi sayangnya di lokasi ini tidak menyediakan lobster. Padahal kami sudah ingin sekali menikmati lobster…

Foto itu saya ambil ketika kami kembali pulang ke kota Sinabang, tidak ada makan-makan karena rencananya cuma untuk jalan-jalan dan melihat lokasi wisata kuliner kami besok. Hehe… Lapar beneran jadinya! Krucuuukk…

blog6

Kelihatan kan pelanginya? Pelanginya muncul setelah hujan selama 1 menit tadi. Keren!

Road to Sinabang

Jumat, 26 Desember 2008
KM Teluk Singkil

Blogger… ini foto-foto saya dan tim ketika dalam kamar ABK yang kita sewa untuk ke Sinabang. Waktu di Meulaboh, kami sempat kebingungan juga ketika saya mengabari bahwa tidak ada kamar kosong lagi. Tapi untung Bang Maman (sudut kanan bawah, pegang rokok) berkoneksi bagus dengan satu ABK, jadi kamarnya yang sebenarnya sudah dipesan orang lain dapat dicancel untuk kami tempati.

blog1

Tak sanggup bekipeh-kipeh (berkipas-kipas) di dalam kamar karena panasnya yang naudzubillah, juga asap rokok yang terus ngebul dari para perokok super aktif di dalamnya, maka saya memanjat jendela dan ngadem di bawahnya…Ahhhh…leganya…

1

Bang Acon, bersandar pada dinding di luar kamar memandang jauh dalam kegelapan malam. Rokok sebatang pada jari. Entah berapa batang sudah dia bakar di sana. Entah apa pula yang dia renungkan hingga begitu sedih wajahnya. Beliau, salah satu anggota tim kita yang paling bersemangat. Setiap tahun, namanya selalu masuk dalam tim inventarisasi ke Sinabang bersama saya.

blog2

Setelah subuh, kita keluar lagi ke teras kabin. Tentu saja memanjat jendela. Hehe…
Foto diambil oleh Bang Acon. Dari kiri adalah Bang Mukhlis, Bang Andi di tengah dan terakhir adalah saya. Rencananya kita mau bikin Trio Sinabang! Uhui!

blog3

Kami berkesempatan menyaksikan sunrise dari kapal ketika beberapa menit lagi akan memasuki teluk Sinabang dan kemudian berlabuh. Subhahanallah…keren sekali pemandangannya…Sayang, tidak bisa mengupload semua foto-foto indah itu ke postingan ini… Mungkin saya coba upload ke multiply saja.

Ini adalah salah satu pulau terdekat dari pulau Simeulue. Ada banyak pulau-pulau kecil lainnya yang dekat sekali jaraknya tapi satupun saya tak mengenali nama-namanya.

blog4

Finally…tibalah kami di Sinabang dengan selamat. Beginilah keadaan pelabuhan ferry dan sekitarnya. Sayangnya saya lupa mengambil foto suasana sibuk saat bongkar kapal.

blog5

Krucukan di Salur (Lasikin)

Mendadak hujan!

Sabtu, 27 Desember 2008

Sarapan sebentar di warung nasi di samping kompleks pelabuhan, terus kita bermobil ke kantor dan bertemu dengan manajer ranting. Setelah bersalam-salaman kita dibawa ke penginapan-Losmen Simeulue namanya. Untuk kamar ekonomi dikenakan biaya 65.000 rupiah permalam. Two beds dan saya minta sekamar saja dengan Bang Mukhlis dan Bang Andi-karena sama-sama tidak merokok dan kita bertiga adalah yang paling muda diantara bertujuh. Hehe…dan saya tetap yang termuda lah pastinya.

Sampai di losmen kita tidur lagi dan begitu nyenyak tapi tiba-tiba dibangunkan pada jam makan siang. Kepala jadi pusing karena masih pengen tidur. Terus kita sama-sama ke kantor dan makan. Nasi bungkus dan lauknya ikan kukus yang rasanya bener-bener maknyuuuuss…Enyak enyak enyak enyak…

Cuaca siang ini cerah, udara panas. Langit berawan. Ketika sedang makan, tiba-tiba hujan turun. Padahal tidak ada awan mendung. Dua menit kemudian hujan berhenti dan udara kembali panas lagi. Hm…cuaca yang sudah menjadi biasa di pulau Sinabang, tapi perubahan cuaca yang tiba-tiba berubah begini bisa berbahaya bagi pendatang jika daya tahan tubuhnya lemah.

Setelah kenyang, saya jadi ngantuk dan pengen tidur tapi Bang Acon mengajak kami berjalan-jalan ke Lasikin, sekitar 20 KM. Ada salah satu kantor kami di sana. Di tengah perjalanan ke sana, hujan pun tiba-tiba turun lagi ketika udara sedang panas-panasnya dan segera pula hujan berhenti dan panas lagi. Uffff…cuaca yang aneh…saya pun jadi aneh. Buka tutup-buka tutup kaca mobil gara-gara hujan dan panas.

Kita tiba di Desa Salur. Daerah pesisir ini rencanya akan jadilokasi kita bisa berwisata kuliner. Ada beberapa warung di tepi pantai yang menyediakan masakan-masakan ikan segar yang rasanya…emmm…top lah! Ough…menulis ini membuat saya membayangkan ikan-ikan itu tersedia di depan saya dan segera menjadi lapar! Tapi sayangnya di lokasi ini tidak menyediakan lobster. Padahal kami sudah ingin sekali menikmati lobster…

Foto itu saya ambil ketika kami kembali pulang ke kota Sinabang, tidak ada makan-makan karena rencananya cuma untuk jalan-jalan dan melihat lokasi wisata kuliner kami besok. Hehe… Lapar beneran jadinya! Krucuuukk…

blog6

Kelihatan kan pelanginya? Pelanginya muncul setelah hujan selama 1 menit tadi. Keren!

%d blogger menyukai ini: