Semalam saya sedang mood nonton tv. Remote sudah di tangan. Semangat saya menekan-nekan tombol mencari tayangan yang menarik. Lalu saya tekan tombol 8 dan layar Global TV muncul dengan tayangan film yang saya tidak tahu judulnya apa. Empat orang yang sedang terapung-apung di atas rakit dan diserang oleh sekawanan burung raksasa. Salah dua ekor burung itu berhasil mereka tembak dan jatuh ke laut. Bangkainya langsung ditangkap oleh monster hitam mengerikan yang muncul ke permukaan.
Hm, film jadul nih. Seangkatan dengan Jurasic Park. Saya sudah terlalu bosan menonton film-film bertemakan binatang purba. Tapi saya tertarik scene ketika mereka di atas rakit. Saya jadi teringat waktu saya SMP di Labuhan Haji dulu. Ketika liburan kenaikan kelas saya bersama kawan-kawan di kampung membuat rakit dari pelepah rumbia atau pelepah pohon sagu.
Kita semua berdelapan. Ada yang lebih tua dan ada yang lebih muda dari saya. Tapi kita kompak membuat rakit-rakitan itu. Di Kampung Baru itu mengalir sebuah sungai yang di tepi sungai tersebut banyak ditumbuhi pohon sagu. Kami memotong banyak sekali pelepah untuk membuat sebuah rakit lalu mengikatnya dengan kulit pelepah dan akar-akar pohon yang kami temui di sana.
Rakitpun jadi. Bentuknya sama sekali tidak mirip dengan rakit. Lebih tepatnya disebut onggokan pelepah sagu yang diikat dan dihanyutkan ke sungai. Lalu kami naik ke atasnya. Awalnya terasa gamang juga karena susunan pelepahnya bergerak-gerak ketika diinjak karena ikatannya tidak rapi. Tapi akhirnya kegelisahan kamipun hilang setelah rakit berhasil bergerak beberapa meter dan terus bergerak dengan mulus.
Menyaksikan hutan sagu, semak belukar, rumpun bambu, kicauan burung dan aktivitas hutan lainnya dari sungai ternyata seru juga. Apalagi naik rakit bersama kawan-kawan yang kadang kala suka becanda berlebihan. Berteriak-teriak dan suka mendorong kawan yang lain.Tentu saja kejahilan mereka itu membuat kami panik karena susunan rakit jadi makin tidak stabil. Tapi keadaan kembali terkendali ketika kami melewati lubuk. Kata pawang rakit, Mirul. Daerah itu adalah tempat terdalam dan angker. Kita semua jadi diam tanpa bicara. Bahkan tidak ada yang berani mendayung. Laju rakit melambat. Suasana jadi hening mencekam. Tiba-tiba kami dikejutkan dengan suara ceburan air. Ternyata seekor biawak baru saja menceburkan diri ke dalam sungai karena melihat kami.
Lubuk itu pun kami lewati dengan harap-harap cemas. Kami sudah memasuki kampung lain dan sebuah titian dari batang pohon kelapa melintang di depan kami. Sang pawang rakit memutuskan untuk berlabuh di sana. Dia memegangi sebuah parang. Setengah meter dari titian tiba-tiba Mirul menebas tali pengikat rakit hingga putus sehingga pelepah-pelepah sagu beserta penumpang yang lainnya tercerai-berai dan kami gelagapan dan panic mencari pijakan lalu melompat ke titian.
Haha…Dua orang kawan kita tidak berhasil melompat ke titian dan tercebur ke sungai. Kita semua memaki-maki Mirul yang sudah melarikan diri menerobos semak-semak keladi.
Masa-masa kecil memang tidak pernah bisa terlupakan. Banyak sekali pengalaman-pengalaman seru yang menjadi kenangan indah di masa-masa sekarang ini. Ketika kita tidak mungkin lagi berlaku seperti waktu itu. Setiap kali mengingatnya, pecahlah tawa atau tersungging saja senyum dari bibir atau suasana hati menjadi haru.
Bagikan tulisan ini, yuk?
Menyukai ini:
Suka Memuat...